Mohon tunggu...
Derichard H. Putra
Derichard H. Putra Mohon Tunggu... -

catatan kalam enau \r\nwww.kalamenau.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secawan Racun untuk Evily

12 April 2012   16:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:41 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu yakin? Tidak ada lagi
Air mata setelah perpisahan ini...

"Apakah aku kekasihmu? Mestinya kau kirim setangkai mawar untukku sebelum pertemuan kita hari ini!" dan aku pun hanya bisa menangisi keputusannya seperti seorang geisha tua tak ada lagi lelaki mendekat, berharap di simpang jalan menuju kontrakkan berdiri lagi volvo biru plat merah, bukan sebuah kehangatan malam atau pagi esoknya aku tak tahu harus makan apa. Pun ketika pertemuan dua tahun lalu di kota ini--kami selalu bertemu dan berpisah di kota ini--tak ada arti apa-apa lazimnya sebuah pertemuan yang mengharu biru, bahkan pertemuan itu hanyalah seperti perjumpaan di halte bis kota yang mungkin esoknya sudah lupa, paling tidak ia tak perlu berkata, "aku rindu padamu" atau "aku sebetulnya sudah lama berharap pertemuan ini" atau mungkin "kamu kok ngak berubah, janggutmu masih tipis dan kumismu selalu saja kau cukur".

Paling ia hanya akan berguman datar tanpa ekspresi, "pasti kau tak berharap apa-apa denganku". Dan esoknya setelah pertemuan terakhir, ia berkirim pesan lagi tetapi tetap tanpa sebuah arti, "aku berharap pertemuan itu tidaklah yang terakhir kali, setidaknya harus lebih baik".

Sekian tahun setelahnya, ia pun merencanakan sebuah pertemuan terindah yang mungkin belum pernah aku rasakan. Bahkan jika saja meminta kedatangannya dengan kapal pesiar mewah, ia akan datang dengan pesawat pribadi lengkap dengan pramugari cantik, atau kalau perlu ia akan menjelma sebagai pengemis jalanan jika saja seribu pengawal pribadiku menghalanginya. Tapi setelahnya, pertemuan itu tetap saja sama, tak mengharu biru, apalagi air mata.

***

"Kenapa tak pernah bisa mencintai ku,
bukankah perempuan itu untuk dicintai?"

Akulah orang yang selalu meletakkan bunga dan sebuah puisi di meja belajarnya sebelum ia berangkat ke kampus dan memulai perkuliahan Psikologinya, dulu. Di jalanan sepanjang ia tempuh, senyumnya selalu mengembang basah dan sekuntum bunga selalu terselip di tas kesayangannya. Jika suatu saat sahabatnya bertanya, ia akan menjawab dengan satu kata yang membuat hatiku tak ingin mengulanginya namun besoknya tetap kulakukan lagi, "orang bodoh yang tak pernah kukenal". Padahal namaku selalu tertulis dengan tinta hitam di akhir puisi-puisi itu.

Mungkinkah aku bodoh? Mungkin juga baginya pajangan etalase yang diletakkan di dekat aquarium di sudut kamar mewahnya. Ketika hujan turun dan dingin, ia hanya akan berpikir betapa indahnya jika saja ada lelaki yang menemani mempersingkat malamnya. Atau ketika ia tersesat di simpang jalan berhari-hari bahkan berminggu-minggu dan tak menemukan sesuatu pengganjal perutnya yang sakit, dan di saat seperti itu tiba-tiba saja aku datang membawa sebungkus pizza hut dan sebotol teh sostro, setengah merintih kelelahan ia akan berkata, "aku t'lah menunggumu tiga hari sebelumnya dan kau baru datang sekarang'. Kadang kupikir betapa rugi mengenalnya.

Ketika kami belum sepakat tentang cinta, ia pernah juga bercerita epistemologi serta aflikasinya dalam ilmu modern. Menurutnya  epistemologi ilmu yang tak perlu dipelajari dan hanya memperlambat mahasiswa menyelesaikan studinya--mungkin ia pernah tidak lulus mata kuliah tersebut--namun di lain waktu ia pernah bercerita tentang teori kepunahan dinosaurus, menurutnya mahluk itu punah karena terjadinya tumbukan asteroid yang menyebabkan perubahan iklim. Dinosaurus berdasarkan ilmu yang dipelajarinya memiliki sifat seperti beberapa jenis reftilia masa kini, yang perkembangan kelaminnya dipengaruhi temperatur saat berada dalam telur. Perubahan iklim yang sangat dingin menyebabkan telur dinosaurus menetas sebagai hewan jantan, ketidakseimbangan jantan dan betina menyebabkan mereka punah, padahal dinosaurus telah sukses hidup di bumi selama hampir 200 juta tahun, lalu keadaan tiba-tiba berubah.
Namum ketika kujelaskan bahwa mahluk itu punah karena bunuh diri secara massal--kadang kumembuat lelucon agar ia tidak terlalu serius dengan hidupnya--ia diam. Menangis.

***

Februari, 2005
Ketika hari menjelang senja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun