Melihat penjelasan yang di kemukakan diatas, maka dari itu kepribadian merupakan sebuah corak perilaku dan kebiasaan individu yang tertananm dalam dirinya yang dapat di gunakan untuk bereaksi dalam menyikapi suatu situasi dan sebagai alat untuk seseorang individu mempermudah beradaptasi dengan kingkungan. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional dan khas yang melekat pada individu seseorang, dari corak seseorang yang khas dapat menibulkan kedok seseorang yang dapat digunakan untuk melindungi diri dan bahkan dapat juga digunakann dalam berhubungan dengan masyarakat, lingkungan, dan juga teman-teman sebayanya. Namun kedok yang melekat pada individu seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor terutma factor lingkungan hidupnya.
Kepribadian Islam merupakan akumulasi dari berbagai karakter dan sifat yang melekat pada diri individu yang berwujud pada perilaku sehari-hari yang mengarah pada nilai-nilai Islami. Kepribadian Islam terbentuk ketika individu memasuki tahap usia dini, yaitu dengan penanaman berbagai macam pengasuhan dari orang tua (Muallifah, 2009). Kepribadian Islam akan menghasilkan berbagai macam kecerdasan mulai dari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual itu sendiri. Pembentukan kepribadian Islami tidak hanya terjadi di keluarga tetapi juga di lingkungan sekolah, masyarakat bahkan di lingkungan kerja.
UNSUR-UNSUR KEPRIBADIAN ISLAM
Allah  menciptakan  manusia  dalam  dua  tahapan,  pertama  menciptakan  jasadnya, kemudian  meniupkan  ruh  ke  dalam  jasad  itu  (QS.  38:72) "Maka  apabila  aku  telah menyempurnakan  (penciptaan jasad) nya, lalu  kutiupkan ruh-Ku kedalamnya, maka  bersujudlah kamu sekalian kepadanya". Dengan landasan ini, menurut Matta (2008) manusia adalah zat yang terdiri dari "segenggam tanah dan setiup ruh". Maka inilah dua unsur utama dalam kepribadian manusia; unsur materi yaitu fisik manusia, dan unsur ruh yaitu hati dan jiwa manusia. Dan itulah tahapan pertama dari proses penciptaan manusia. lalu berdasarkan kedua unsur  itu  tadi,  Allah  SWT  menciptakan  kecenderungan  dan  dorongan  tertentu yang kemudian menjadi dasar-dasar yang membentuk kepribadian manusia. Maka dari unsur  ruh  itu  Allah  SWT  menciptakan  kecenderungan  fitrah  kepada  ibadah; yaitu kecenderungan  untuk  bertuhan  atau  menyembah tuhan.  Lalu dari  unsur  fisik  itu Allah menciptakan kecenderungan dan dorongan untuk bertindak dan bersikap.
Al Banna (Al-Banna, 1992) meletakkan pembentukan Kepribadian Muslim di urutan pertama dalam urutan amal dalam berdakwah. Peribadi dimaksud adalah pribadi yang memiliki aqidah (keyakinan) yang lurus, ibadah yang benar, akhlak mulia, wawasan yang luas, fisik yang kuat, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsunya, menjaga waktunya, mengatur urusannya, punya kemampuan usaha (ekonomi), dan bermanfaat bagi orang lain.
Hasan Al Banna dalam Risalah Muktamar Kelima mengatakan: Saya tidak mendapatkan cara terbaik untuk mengatasi masalah keumatan ini dan meraih apa yang kita cita-citakan atas mereka, selain pembentukan pribadi mukmin yang kamil, dan selanjutnya melakukan penataan potensi mereka di medan kerja operasional.
Unsur-unsur kepribadian yang disebutkan Al Banna adalah pertama, Salimul 'Aqidah (Aqidah yang lurus). Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah, tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan-Nya, dan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah semata-mata. Kedua, Shahihul Ibadah (ibadah yang benar). Dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah mengikuti (ittiba') kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi. Ketiga, Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh). Merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Keempat, Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas). Seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu. Kelima, Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat). Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Keenam, Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu). Setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam
Ketujuh, Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu). Setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Kedelapan, Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan). Segala urusan mesti dikerjakan oleh seorang muslim secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme harus selalu diperhatikan. Kesembilan, Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri). Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kesepuluh, Nafi'un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain). Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya.
Dari uraian ini dapat dipahami rincian unsur kepribadian yang harus dipenuhi agar seseorang memiliki Kepribadian Muslim, yaitu unsur fisik, keyakinan, ibadah, Â akhlak, wawasan, ekonomi, pengendalian nafsu, menjaga waktu, manajemen urusan, dan unsur manfaat bagi sesama. Dan kesemuanya ini harus sesuai dengan nilai-nilai Islam.