Contohnya saja pada saat kampanye menjelang pemilihan presiden tahun 2014 silam. Baik Joko Widodo maupun Prabowo Subianto, tidak lepas dari serangan kampanye hitam yang dilakukan lawan politik mereka masing-masing.
Sebut saja Jokowi yang diserang dengan isu keturunan Tionghoa dan agama Kristen. Jokowi disebut sebagai keturunan Cina yang bernama Wie Jo Koh. Isu ini bermula dari tulisan artikel jurnalisme warga yang ditulis Anton Surya pada 19 Desember 2012. Selain itu, Jokowi juga dituduh sebagai PKI dan bahkan sampai saat ini isu ini terus mencuat ke permukaan.
Jokowi juga pernah diserang dengan tulisan yang dimuat di tabloid obor rakyat. Pada edisi pertama, 5-11 Mei 2014, halaman muka tabloid obor rakyat menampilkan judul Capres Boneka dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Sukarnoputri.
Sedangkan untuk isu agama, Jokowi sempat diberitakan memiliki nama lengkap Heribertus Joko Widodo. tak hanya diserang melalui SARA, Jokowi Juga diserang dengan isu buku nikah palsu. Untuk menepis isu itu, tim pemenangan Jokowi-JK bahkan mengeluarkan fotokopi surat nikah Jokowi.
Selain Joko Widodo, Prabowo Subianto juga tidak lepas dari serangan kampanye hitam. Diantaranya adalah serangan kewarganegaraan dimana Prabowo dikatakan memiliki dua kewarganegaraan yakni Indonesia dan Yordania. Isu kewarganegaran Yordania muncul karena setelah reformasi, Prabowo tinggal di Yordania.
Kemudian juga sempat muncul isu pengerahan Bintara Pembina Desa (Babinsa) ke rumah-rumah warga untuk memilih Prabowo pada pilpres 2014 lalu. Perusahaan milik Prabowo, PT Kertas Nusantara yang terletak di Berau, Kalimantan Timur, dikabarkan memiliki utang hingga Rp 14 triliun.
Bukan hanya itu, karyawan di perusahaan Prabowo juga dikabarkan tidak digaji selama lima bulan. Direktur Utama PT Kertas Nusantara Pola Winson membantah tuduhan tersebut. Dikatakan, masalah perusahaan Prabowo telah diselesaikan pada November 2011 di Pengadilan Niaga dengan restrukturisasi utang.
Memasuki tahun politik khususnya pilpres 2019, kampanye hitam diperkirakan masih akan terjadi. Kampanye hitam terkait suku, agama, ras (SARA) dan politik identitas diperkirakan akan mewarnai Pilpres 2019, karena dianggap ampuh untuk mengeksploitasi dan mempengaruhi sensitifitas perilaku pemilih.
Kampanye hitam dan hoaks akan menghantui Pemilu 2019. Jagat maya ataupun media sosial (medsos) bakal dijadikan ajang saling serang antarkubu. Merujuk temuan Polri, jumlah rata-rata hoaks dalam sehari mencapai 3.500. Bahkan, hoaks diprediksi akan meningkat seiring makin dekatnya pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) secara serentak pada 17 April 2019.
Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi dan kuatnya pengaruh sosial media di masyarakat, memungkinkan Black Campaign akan dengan sangat mudah menyebar di kalangan masyarakat. Sosial media bisa menjadi sarana ampuh untuk menyebar luaskan Black Campaign mengingat sangat banyaknya masyarakat yang menggunakan sosial media dari berbagai kalangan dan usia.
Celakanya lagi, kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung mempercayai mentah-mentah semua informasi tanpa dicari tahu kebenarannya terlebih dahulu, akan membuat informasi yang disampaikan melalui Black Campaign ini akan dianggap sebagai berita atau informasi yang benar oleh sebagian masyarakat.