Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Beauty and The Beast (73)

29 April 2019   05:32 Diperbarui: 5 Mei 2019   18:31 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meilan memegang pisau, menatap ujung pisau yang tajam. Pisau itu bukan milik Aldi, melainkan miliknya, peninggalan ibunya, sebelum kerusuhan ibunya sering menggunakan pisau itu untuk memotong ikan atau daging. Kini ia memegang pisau itu dengan tangan gemetar untuk membunuh pria yang dicintainya.

"Tak adakah cara lain untuk membuatnya bungkam? Bagaimana kalau diketok kepalanya agar dia hilang ingatan? Kalau sudah hilang ingatan, ia tak mungkin membocorkan rahasiaku."  Tanya Meilan dengan nada pilu.
" Hilang ingatan ada yang bersifat sementara. Kalau ingatannya kembali, kamu harus tetap membunuhnya. Daripada dua kali bekerja, mending sekali. Orang-orang jahat tega membakar kita, kenapa kamu tak tega menusuknya ?! Ayo bunuh dia !" seru Melli keras.

Meilan kembali menatap pisaunya, lalu menatap wajah Aldi. Ia melihat bibir Aldi gemetar. Betapa ia ingin mengecup bibir itu lagi. Kalau pun harus membunuh Aldi, ia ingin mengecup bibir itu sekali lagi. Tapi disitu ada Melli. Mana mungkin ia mencium Aldi dihadapan Melli ? Melli pasti tak suka hal itu.
Tangannya terangkat tinggi. Pisau itu berkilat tertimpa cahaya  lampu kamar Aldi.
Selamat tinggal, Aldi. Maafkan aku...
" Cepat !" teriak Melli. Ia tahu sesuatu, tapi tidak diberitahukan pada Meilan. Ia melihat bibir Aldi gemetar, tangan Aldi yang memegang selimut gemetar. Ia tahu Aldi siuman dan sedang ketakutan. Aldi tidak tidur.
" Cepat, Meilan !" teriak Melli sekali lagi.
Airmata Meilan berderai. Ia juga tahu bibir Aldi bergetar. Ia juga tahu tangan Aldi yang memegang selimut gemetar akibat ketakutan. Ia tahu Aldi bukan tidur, tapi sedang ketakutan menunggu ajal .
Haruskah kutusuk dia demi menjaga rahasiaku? Berapa lama rahasiaku bisa bertahan ? Jika Aldi dianggap tak sanggup bertahan hingga setahun, Makelar akan menjanjikan hadiah yang lebih besar kepada orang lain, akan banyak Aldi-Aldi lain yang akan mencoba bertahan tinggal di rumahnya.
Haruskah aku membunuhnya? Aku mencintainya, sangat mencintainya. Tegakah aku membunuhnya demi menjaga rahasiaku agar kekal abadi ?
Selamat tinggal, Aldi... maafkan aku...
Pisau diayunkan !
Cup ! Darah muncrat ! Terdengar teriakan Melli.
" Gila kamu, Meilan ! Meilan ! Kamu gila ! Kenapa kamu lakukan itu ! "  bentak Melli.

 
Versi cetak tersedia.  Bisa dipesan lewat WA 08561273502.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun