Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Beauty and The Beast (72)

25 April 2019   05:32 Diperbarui: 25 April 2019   05:41 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepala Meilan menunduk. Kian menunduk. " Aku sudah ketahuan, mungkin harus kugunakan kesempatan ini untuk memintanya pergi." Ucap Meilan lirih.
" Memintanya pergi? Usir dia, bukan memintanya pergi !"
" Dia menulis catatan di pintu belakang. " beber Meilan.

" Mana? Coba kulihat ! " Melli menghilang. Meilan cepat-cepat turun melalui tali, membuka pintu belakang dan masuk dengan hati-hati. Dilihatnya Melli sedang membaca tulisan Aldi.
" Hohoho... ternyata bukan hanya kamu yang mengintai dia, dia juga mengintai kita. Dia tahu nama kita. Artinya ia mencuri dengar pembicaraan kita. Kematianku sudah 14 tahun, disini sudah tak ada yang ingat nama kita kecuali kakekku." Hantu Melli bersedekap.

" Menurutmu, apa yang harus kulakukan ?" tanya Meilan gugup. Aldi sudah tahu ia yang menulis catatan itu. Aldi tahu ia masih hidup, tapi diam saja. Kenapa demikian ? Kalau Aldi menceritakan hal itu pada orang lain, tentu rumahnya sudah diobrak-abrik untuk mencari keberadaannya. Apakah diamnya Aldi berarti Aldi tak ingin membongkar rahasianya?

" Dia mengintai kita artinya dia tahu kamu masih hidup. Hanya ada satu cara untuk membungkamnya," Melli tersenyum misterius.
" Apa ? " Tanya Meilan.
" Bunuh dia !"
" Jangan ! "

" Kalau kamu tak membunuhnya, dia punya kesempatan untuk menyebarkan bahwa kamu masih hidup, bersembunyi di rumahmu, akan ada yang datang melakukan pencarian, atau pembongkaran. Itu akan membuatmu tak bisa memiliki rumahmu lagi, Meilan !" suara Melli menekan, membuat Meilan tak berdaya, bahkan gak bisa ngomong apa-apa.

" Dia tak menyebarkannya. Tak ada yang datang kemari selain dia." Setelah tenang, Meilan mengatakan hal itu.

" Oke, taruhlah gak ada yang datang mengusirmu, apa kamu lupa dia itu editor? Editor bisa menulis, bisa memotret. Andai kamu terpotret olehnya, lalu ia menulisnya di koran, mampuslah kamu ! Ayo bunuh dia !" Melli keluar, menyambar pisau yang terselip di bawah kompor, masuk kembali untuk menyerahkan pisau pada Meilan.

Meilan dilanda kebingungan. Haruskah ia membunuh Aldi demi mempertahankan rahasianya ? Kalau ia tidak membunuh Aldi, bisa saja Aldi melakukan apa yang diomongkan Melli tadi. Hidupnya semakin terancam.
" Bunuh dia !" teriak Melli.

Meilan berada dititik nadir. Kebingungannya memuncak, tangannya gemetar, tanpa disadari ia mendorong pintu kamar Aldi. Pintu itu terbuka. Lampu kamar redup, hanya 5 watt, tapi Meilan hapal dimana letak ranjang Aldi dan posisi tidur Aldi. Ia berjalan mendekasi tempat Aldi berbaring. Ia memegang pisau dengan kedua tangannya. Airmatanya berderai, membasahi cadarnya. Aldi sedang tidur lelap. 

Satu tusukan di jantung akan membuat Aldi meninggal tanpa merasakan kesakitan yang berarti. Ia menatap wajah Aldi yang pucat, tangan Aldi yang memegang selimut dengan dua belah tangan, mirip orang yang ingin maju bertarung di ring tinju. Bibir Aldi terlihat memutih tertimpa cahaya lampu remang. Meilan teringat ia pernah mencium bibir itu. Itu terjadi ketika Aldi ditabrak dan tergeletak di trotoar. 

Saat itu ia pikir Aldi akan mati akibat kehilangan banyak darah. Ia mencuri Pien Tze Huang di toko obat demi menolong Aldi. Ia berjanji suatu saat akan membayar barang yang dicuriganya. Tapi entah kapan. Mungkin kalau sudah kiamat. Berkat obat curiannya Aldi cepat sembuh.

Sekarang ia disuruh membunuh orang yang telah mencuri hatinya. Sanggupkah tangannya bergerak menusukkan belati ke jantung pujaan hatinya ?
" Cepat tusuk ! Mau tunggu dia sadar ?!" Melli memprovokasi, bersedekap mengawasi Meilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun