Episode 38
Guk Guk guk !!!
Tiga ekor anjing berlari ke arahnya. Aldi terpana. Â Pasti gara-gara tulang yang menghantam punggungnya yang entah dilempar siapa makanya anjing anjing itu mengincarnya. Aldi tak jadi mengambil kunci. Tangannya bergerak ke tulang, ia harus menyingkirkan tulang itu agar jangan jadi rebutan ketiga anjing. Kalau ketiga anjing itu berebutan tulang di depan rumahnya, malam ini ia tak bisa tidur.
Tangannya berhasil mengambil tulang. Saat ingin dilempar, ketiga anjing mengejar tiba. Aldi kaget melihat ketiga ekor anjing itu mengincarnya, cepat cepat tulang dilempar sejauh mungkin.
Ketiga anjing bukan mengejar tulang, malah berusaha menggigit Aldi. Aldi lari terbirit-birit. Â Seekor berhasil menggigit ujung celana Aldi. Aldi terjatuh bergulingan di tanah. Dua ekor lagi mengepungnya dengan sikap mengancam. Aldi segera bangun dan berlari. Ketiga anjing masih berusaha mengejarnya. Aldi berlari ke jalan Kemenangan, berbelok beberapa kali, hingga akhirnya ia tiba di Kali Krukut.Â
Ketiga anjing tetap mengejar. Sangking panik saat melewati jembatan kecil, kaki Aldi slip, ia terperosok ke dalam kali dengan posisi tangan ke bawah. Tangannya amblas ke lumpur, rasanya sakit dan perih. Ketika ia berusaha mengeluarkan tangannya, terlihat darah meleleh, sebuah pecahan kaca tertancap di telapak tangannya.
Anjing-anjing itu menggondong lalu menghilang.
Aldi berteriak meminta tolong. Untunglah ada yang lewat dan menolongnya, membawanya ke sebuah rumah, memberinya air bersih untuk mencuci lumpur comberan, mencegat taksi dan meminta supir taksi membawa Aldi ke rumah sakit.
Sakitnya berdenyut-denyut, darah yang keluar terlalu banyak, membuat mata Aldi berkunang-kunang, Â ia lupa bertanya siapa nama penolongnya. Tahu-tahu ia sudah berada di rumah sakit, diantar supir taksi, dan tak tahu siapa yang membayar ongkos taksinya.
Pagi ini ia terbangun di ranjang rumah sakit, dengan tangan kiri diperban hingga sebatas pergelangan tangan. Sikut dan lututnya ikut diperban. Perawat memintanya jangan terlalu banyak bergerak. Luka yang di telapak tangan cukup dalam dan lebarnya 7 cm, telah dijahit dan diperban. Aldi bergidik membayangkan lukanya. Ia bertanya apakah perawat menemukan hapenya. Perawat menjawab tidak, hanya ada dompet di saku celana. Aldi menggerang. Walau sudah diobati, lukanya terasa perih.
Jam 8 pagi Aldi meminta izin menggunakan telpon untuk memberitahu bosnya tentang kecelakaan yang dialaminya. Ia takut Jean mencak-mencak. Perawat mengatakan hari ini hari Minggu. Aldi berusaha ketawa. K
etahuan ia kutu kerja hingga lupa hari. Aldi meminta perawat menelpon ke Widia. Kecelakaan yang dialaminya hingga terpaksa dirawat di rumah sakit bukan kecelakaan ringan. Ia ingin melihat apakah Widia masih memintanya bertahan. Ia mulai tak yakin dengan tekadnya. Semakin lama lukanya semakin serius.
Jam 9 pagi Widia nongol bersama seorang pria berkumis yang berstelan rapi, Widia mengenalkan pria itu sebagai penyelianya, bernama Robert Tanaji, berusia sekitar 30 tahun.
" Bagaimana bisa terjadi ? Kukira kita berpisah sekitar jam 11 malam. Apa kamu gak jadi pulang ?" tanya Widya.
Aldi menceritakan apa yang dialaminya. Widia dan Robert saling tatap. Keduanya  menjauh, berbicara sambil berbisik, wajah mereka terlihat serius.Â