Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen | Beauty and The Beast (03)

9 Januari 2019   05:48 Diperbarui: 9 Januari 2019   13:03 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episode 03

" Gimana, Al? Sudah 5 malam. Ada yang istimewa dengan kosanmu ?" tanya Jean. Hari ini Sunadi keluar untuk mengurus ISBN ke Perpustakaan Nasional. Sekaligus menemui temannya di IKJ.

" Orang yang tinggal disana ramah," jawab Aldi, matanya fokus ke naskah. Membaca kata demi kata. Menuliskan pembetulan di bawah kalimat yang salah.

" Maksudku, rumah itu kosong selama bertahun tahun. Apa tidak ada yang aneh?" tanya Jean.

" Entahlah. Aku tak merasa adanya keanehan. Setelah 3 jam mengedit mataku lelah, mengantuk, langsung tidur. " jawab Aldi.
Jean menarik kursi mendekati meja kerja Aldi.

" Menurut omongan yang kudengar, dulu rumah itu angker."
Aldi berhenti membaca. " Angker gimana maksudmu ?"  tanya Aldi penasaran.

" Ada yang melihat bayangan aneh di rumah itu, semacam penampakan."
Aldi mulai bergidik. Bulu kuduknya tegak berdiri. " Kok gak ngomong dari dulu, Jean?"

" Kamu gak ngomong kalau kamu pengen menyewa disana. Datang-datang kamu ngomong: aku pindah ke Glodok besok. Lupa apa yang kamu ucapkan padaku di waktu itu ?"

Aldi terdiam. Betul sih, waktu itu ia bertengkar dengan teman kosnya, langsung mencari kos baru. Entah kenapa waktu itu ia mendatangi agen properti, menanyakan apakah ada kamar murah yang disewakan. Waktu itu ia berharap dengan menyewa kamar sendiri ia bebas dari gangguan teman kos.

Sikap Jean terlihat misterius. Aldi curiga Jean sedang berusaha menakut-nakutinya. Naskah itu Senja di Tanah Tinggi,  sudah selesai diedit dalam 4 malam.  Empat malam ia mendapat tambahan penghasilan lima ratus ribu. Jika berlanjut, sebulan ia akan mendapat tambahan penghasilan 2 juta. Jean pasti iri akan hal itu, pasti menyesal telah memberinya pekerjaan tambahan.  

" Seberapa seram penampakan yang dilihat orang?" Aldi sengaja mengikuti arus, pura pura larut dalam sandiwara yang sedang dimainkan Jean.

" Wanita, memakai cadar. Ketika dibuka, wajahnya mirip kuntilanak. Orang yang melihatnya lari terbirit-birit."
Aldi sudah yakin 100% Jean iri padanya, sengaja membuatnya tak betah agar kehilangan hadiah 10 juta yang dijanjikan agen properti Jaya.

" Seram, ya. Aku mulai merinding." Dalam hati Aldi tertawa. Jika ada penampakan seperti itu, tetangga pasti sudah memberinya peringatan. Tidak ada yang memberinya peringatan artinya aman-aman saja.

" Tiga pintu itu, nomor 47, 48, 49, salah satunya berpenghuni. Hati-hatilah kamu." Jean mengangkat bokongnya, membawa kursi kembali ke meja di tengah ruangan. Lagi lagi Aldi disodori bokong yang bergoyang-goyang. Tapi kali ini ia yakin Jean sirik padanya. Ia tak percaya omongan Jean. Jean hanya tak ingin ia mendapat bonus 10 juta. Siapa yang tak bangga mendapat 10 juta hanya dengan kewajiban harus tinggal di rumah kosong yang sudah belasan tahun ditinggal pergi penghuninya ?

Rumah itu bagi Aldi sangat nyaman, sangat lega, sangat membuatnya betah berada di dalamnya. Hari Sabtu kerja hanya setengah hari. Setengah hari lagi dihabiskan untuk berbelanja ke Gajah Mada Plaza. Pulangnya ia meletakkan belanjaan di kamar belakang lantai atas.

Kamar itu kosong. Bisa untuk menaruh apa saja. Ia tidur di kamar yang di depan. Kamarnya berukuran 4 x 3 meter, tanpa lemari, hanya ada sebuah lcd tv berukuran 21 inci yang menemaninya melewati malam-malam sepi. Pakaian setelah dilipat dijejer berderet di lantai. Kasurnya tipis, baru dibeli 2 hari yang lalu. Kasur lama malas dibawa karena sudah lama dan berbau tak sedap.

Malam minggu berada di rumah pasti menggenaskan bagi sebahagian orang, tidak bagi Aldi. Ia penyuka ketengangan. Menonton tv merupakan hal yang asik baginya. Tapi malam ini ia tidak menonton tivi. Ia membawa sebungkus potato chip, menarik kursi ke teras depan. Ia duduk di teras menatap orang yang berjalan kaki di gang Bahagia.

Kenapa dinamakan gang Bahagia? Apakah semua yang tinggal di gang ini hidupnya bahagia ? Sepasang muda-mudi berjalan bergandengan tangan sambil memegang payung. Aldi menjulurkan tangannya ke depan. Ternyata benar, gerimis halus mengenai tangannya.

" Hai, Aldi. Tidak bermalam minggu nih ?"

Aldi melongok ke bawah. Penjual bakpao di sudut jalan Toko Tiga itu menyapanya. Aldi pernah dua sore membeli bakpao dari gadis itu, berkenalan dengannya, saling memperkenalkan nama. Nama gadis itu Della.

" Gerimis, malas keluar. " Alasan Aldi, " Mau kemana, Della ?" Aldi balas bertanya.
Della menunjuk ke ujung gang. " Mengunjungi teman. "
" Gerimis, kenapa tidak membawa payung?" tanya Aldi.
" Sudah biasa. Gapapa." Jawab Della.
" Aku punya payung. Kupinjami, mau Del ?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun