Mohon tunggu...
Yo F -
Yo F - Mohon Tunggu... Dokter -

just an ordinary student who love travelling as backpacker

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

[DeRhetorica] Anakku, Thalassemia

8 Mei 2015   20:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:14 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tahun 2001, menjadi tahun yang penuh bahagia bagiku. Akhirnya, aku menikah...mempersunting seorang perempuan yang kuyakini bisa menjadi seorang istri dan ibu yang baik, terlebih lagi takut akan Allah. Kami pun tidak menunda untuk segera mempunyai momongan.

Bulan empat tahun 2002, lagi menjadi tahun yang penuh suka bagiku. Akhirnya, anakku lahir...kembar. Sukaku semakin bertambah ketika kedua anakku cowok, yang menurut tradisi akan meneruskan marga keluarga. Bulan demi bulan, anakku bertumbuh besar dan berkembang seperti anak seusianya. Ah, sungguh aku merasakan berkah bagimu, ya Allah.

Bulan delapan tahun 2002, hari yang penuh suka mendadak sirna. Anak kembarku yang pertama, entah mengapa, terlihat sangat pucat. Tidak ada darah yang keluar dari tubuhnya, pikirku dengan heran. Akhirnya ku bawa anakku ke rumah sakit. Kadar hemoglobinnya hanya 6. Normal anak seusianya 12. Si kembar pertama harus mendapat transfusi darah.

Bulan sepuluh tahun 2002, lagi si kembar pertama mengalami pucat yang sama seperti sebelumnya. Lagi, tubuhnya harus rela menerima darah. Dan di saat yang bersamaan pula, si kembar kedua juga pucat seperti kakaknya. Kadar hemoglobinnya 8. Ia pun harus ditransfusi seperti kakaknya. Allah, cobaan apa ini? Sampai saat itu aku pun tidak tahu apa penyakit itu. Dokter mencurigai kelainan darah dan memintaku untuk konsultasi dengan dokter anak subspesialis darah di sebuah rumah sakit ternama.

Bulan dua belas tahun 2002, kedua anakku dibawa bertemu dengan dokter anak yang dirujuk. Sampel darah diambil. Satu minggu kemudian, aku menerima hasilnya. Ku bawa lagi ke dokter itu, dan kata dokter anak yang sudah sepuh itu, kedua anak kembarku positif THALASSEMIA. Keningku berkenyit. Tak bisa aku melafalkan nama penyakit itu karena masih terdengar asing. Namun tak lama, hatiku dan istriku langsung terpukul setelah mendengar penjelasan dari dokter. THALASSEMIA adalah suatu penyakit kelainan darah yang diturunkan. Hemoglobin yang terbentuk bukan hemoglobin dewasa melainkan hemoglobin janin. Dampaknya, hemoglobin janin lebih mudah dan cepat pecah. Itulah yang menyebabkan mereka mengalami pucat berulang.

Apakah bisa disembuhkan, dok? Tanyaku cepat. Ternyata, tidak bisa! Transfusi darah adalah satu-satunya terapi. Dan perlu dilakukan berulang tiap bulan, bahkan 2 minggu sekali. Transplantasi sumsum tulang atau teknologi stem cell belum bisa dilakukan di Indonesia. Di beberapa negara luar negeri, dikatakan bisa. Namun harganya miliaran. Gajiku yang 20 juta per bulan, rasanya tak sanggup. Jadi haruskah saya hanya pasrah...iya rasanya!

Kini memasuki bulan lima tahun 2015, anakku sudah berumur 13 tahun. Banyak hal terjadi pasca peristiwa 2002 itu. Si kembar pertama sudah meninggal 4 tahun lalu akibat komplikasi. Si kembar kedua mengalami depresi berat karena kehilangan kakaknya. Kakak tempat bermain, kakak tempat berkelahi, kakak tempat teman tidur.

Aku pun menjadi seorang ayah yang depresi. Tiga belas tahun pasca peristiwa 2002 itu, aku masih belum bisa memaafkan diriku dan memaafkan Allahku. Keinginan untuk punya anak lagi sudah kuurungkan dalam-dalam. Takut karena risiko punya anak THALASSEMIA lagi. Aku menahan nafsu seksualku. Kalaupun tak tertahan, aku memakai kondom. Biarlah aku yang merasa tidak nyaman dengan kondom itu.

Mengapa aku ditakdirkan sebagai pembawa sifat, begitu juga istriku. Mengapa aku dan istriku diberi anak kembar THALASSEMIA padahal aku dan istriku adalah orang yang taat beribadah. Mengapa orang jahat di luar sana punya anak sehat, sedangkan Allah memberiku anak sakit...yang tak bisa disembuhkan...seumur hidup. Sesalku tak kunjung usai.

NB: Tulisan ini disadur dari kisah sebuah keluarga. Dalam rangka memperingati hari THALASSEMIA sedunia, 8 Mei 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun