Mohon tunggu...
Rizqa Derfiora
Rizqa Derfiora Mohon Tunggu... -

Pakar teknologi dalam bidang energi dan mobilitas serta pemerhati masalah sosial dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kereta Hidrogen Versus Kereta Listrik

7 Maret 2010   10:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:34 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrahmanirrahim, Awal tahun 2010 media elektronik di tanah air disemarakkan dengan berita rencana pembangunan kereta super cepat yang dikemas dalam konsep "Hydrogen Super Highway". Rencananya sistem ini akan menghubungkan tiga kota Jakarta-Bandung-Cirebon sepanjang 357 km. Konsep ini dirancang beberapa MBA berasal dari Amerika Serikat yang bisa ditelusuri di link http://www.interstatetraveler.us/. Juru bicara "Hydrogen Super Highway" di tanah air mengklaim bahwa proyek ini bisa didirikan dalam 2 tahun dan dalam 2 tahun pengoperasiannya "break even point" akan tercapai. Juga yang cukup mencengangkan ongkos proyek hanya 3 Milyard USD. To good to be true! 1. Prinsip Dasar Hydrogen Super Highway Ada lima pilar utama yang dijadikan argumen dalam konsep transportasi yang sangat futuristik ini: a. Konstruksi Rel Baja Konstruksi Super Highway terbuat dari baja dengan penopang berprofil Y. Rel kereta sendiri terpasang diatas profil Y. Lebar rel kira-kira 4 meter. Lihat Gambar 1. Gambar 1. Hydrogen Super Highway b. Cluster Pipa (Rail Conduit Cluster) Cluster Pipa yang mengintegrasikan saluran gas hidrogen, pipa air, kabel supekonduktor temperatur tinggi untuk transmisi listrik, fiber optik dll. Cluster Pipa diposisikan ditengah-tengah konstruksi baja. Lihat Gambar 1. c. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Setiap km kira-kira terpasang 4.000 m2 panel solar diatas Cluster Pipa. Lihat Gambar 1 dan 2. Dengan asumsi realistis bahwa PLTS bisa menyerap energi matahari sebanyak max. 150 Watt/m2. Maka setiap km tersedia max. 0.6 MW daya listrik, atau dalam sehari tersedia max. 7.2 MWh energi listrik (dikali 12 jam, yaitu lama waktu matahari bersinar disiang hari). Sepanjang 357 km PLTS ini bisa menyediakan energi max. 2,57 GWh/day. d. Sistem Elektrolisa dan Fuel Cell Proses elektrolisa untuk mengkonversi energi listrik yang dihasilkan PLTS menjadi energi kimiawi dalam bentuk gas hidrogen. Sedangkan fuel cell dengan teknik Polymer Electrolyte Membrane (PEM) digunakan sebagai teknologi untuk mengkonversi energi kimiawi gas hidrogen kembali menjadi listrik. Lihat Gambar 2. Gambar 2. PLTS, Sistem Elektrolisa dan Fuel Cell e. Kereta Maglev (Car) Kereta maglev dalam konsep ini konon bisa melaju secepat 400 km/h dengan bahan bakar gas hidrogen. Magnetic Levitation (maglev) diperoleh berdasarkan "repulsive force" dengan memanfaatkan cincin permanent magnet yang disusun didalam rel baja. Lihat Gambar 3. Sedangkan "propulsion system" (sistem penggerak) memanfaatkan linear motor dimana jalur rel bercincin magnet berfungsi sebagai stator dan rotor terpasang dikaki kereta maglev. Gambar 3. Kereta Maglev Misalnya pada kereta maglev standar yang ditawarkan yang kira-kira beratnya 6.000 kg dipasang 4 rotor. Gaya penggerak kereta diatur dengan mengatur arus di kumparan rotor. Kaki kereta dilengkapi dengan sistem suspensi magnetik, yang bisa diatur misalnya untuk meminimalisasi tahanan udara (air resistance). Kapasitas penumpang kereta maglev dengan 4 rotor sebanyak 40 tempat duduk. 2. Kritik terhadap Konsep Hydrogen Super Highway Dalam kajian ini kita hanya membahas poin 1.c, 1.d dan1. e. a. Sistem Hidrogen tidak efisien Berdasarkan teknologi yang siap pakai saat ini, maka transport energi terbaharukan melalui jalur jaringan listrik dan baterai 3 kali lebih efisien dari memalui jalur hidrogen. Transport energi melalui jaringan listrik dan baterai bisa mencapai efisiensi sebesar 69%, sedangkan melalui hidrogen efesiensi hanya berkisar dari 19-23% (Lihat Gambar 3 [IEEE]). Kalau begitu boros, apakah layak untuk diterapkan? Lihat perbandingan di Gambar 4. Gambar 4. Hydrogen vs. Listrik b. Berat dan Volume sistem penggerak tidak optimal Bahan bakar kereta maglev dalam konsep Hydrogen Super Highway adalah hidrogen. Oleh karena itu di kereta maglev harus tersedia i) Persediaan bahan bakar hidrogen, ii) Sistem konversi hidrogen ke energi listrik (Fuel Cell) dan iii) Sistem elktonika daya (DC/CD-Converter dan Inverter) untuk mengatur kecepatan kereta maglev. Jika kereta maglev melaju maksimum hingga 400 km/h, maka tahanan udara (air resistance) yang harus diatasi oleh sistem penggerak kereta maglev sebesar 3,6 MW (dengan asumsi "drag coefficient" kereta Cd = 0.25, dan "frontal area" kereta sebesar 18 m kubik). Dengan kecepatan maksimum 400 km/h, perjalanan nonstop Jakarta-Bandung berjarak 100 km bisa ditempuh hanya dalam 15 Menit. Untuk mencapai target seperti itu dibutuhkan Energi sebesar 0,77 MWh. Katakan totalnya 1 MWh, jika energi untuk percepatan, perlambatan, friksi magnetik, toleransi dan "reserve" diikutsertakan. Dengan mengingat efisiensi fuel cell 50% maka untuk menempuh Jakarta-Bandung dengan "top speed" dibutuhkan kurang lebih 1600 liter hidrogen atau kira-kira 60 kg hidrogen, yang jika disimpan dengan teknologi 700 bar (kepadatan hidrogen dengan teknologi 700 bar adalah sebesar 37 kg/meter kubik [Opel] dan kepadatan energi sebesar 33,3 kWh/kg [System]). Sedangkan dimensi sistem tangki hidrogen dengan teknologi 700 bar akan 20 kali lebih berat dan 1,7 kali lebih besar dari yang dibutuhkan bahan bakar hidrogen itu sendiri [Opel]. Sehingga berat sistem tangki hidrogen dan isi kira-kira 1.250 kg dan akan memakan tempat 2720 liter. Kepadatan daya (power density) motor berbasis magnet permanent "state of the art" kira-kira 1.6kW/kg [NASA]. Oleh karena itu untuk 4 motor dengan kapasitas 3,6 MW bisa diestimasi seberat 2.250 kg. Sedangkan kepadatan daya fuel cell terkini 1.25kW/kg dan 1,75kW/l [GM]. Sehingga untuk instalasi 3,6 MW berat total fuel fell kira-kira 2.900 kg. Sedangkan volume fuell cell akan memakan tempat sebanyak 2060 liter. Untuk sistem elektronika daya sendiri jika didesain secara modern dengan kapasitas 3,6 MW maka beratnya kira-kira 1.200 kg dengan volume kurang lebih 570 liter [Toyota]. Sehingga berat total sistem penggerak diestimasikan 7.600 kg. Ini lebih besar dari berat kereta maglev seperti yang dispesifikasikan 6.000 kg!!! Sedangkan volume sistem penggerak yang kurang lebih 5000 liter (5 meter kubik) juga akan menjadi masalah yang tidak kecil jika dibandingkan dengan volume kereta maglev itu sendiri. Data yang digunakan berdasarkan teknologi "state of the art"! c. Prinsip sistem penggerak meragukan Selain itu fungsi sistem linear motor sulit untuk dipercaya bisa berfungsi. Apakah dengan konstilasi seperti yang digambarkan dalam brosur [HyRail], Gambar 5, bisa menggerakkan kereta maglev tersebut? Tanpa ada perubahan medan magnet di permukaan stator sepanjang rel, bagaimana mungkin bisa menghasilkan gaya pendorong! Gambar 5. Sistem Penggerak Linear Motor 3. Usulan Perbaikan Desain Sistem: Hydrogen to Electron! Berikut ini usulan untuk meperbaiki sistem design yang ditawarkan. a. Konsentrasikan PLTS Salah satu alasan mengapa panel solar dipasang sepanjanng jalur rel adalah menghemat tempat. Namun lebih optimal jika PLTS diposisikan setiap 20 km dengan luas 80.000 m2 (<300 m x 300m) yang juga berarti max. 144 MWh/day (Kapasitas max. 12 MW). Sehingga menjadi jelas, sebenarnya membeli sistem diatas juga berati membeli PLTS. Bisa dihitung berapa banyak kereta maglev yang diperbolehkan melaju disetiap 20 km! Kelebihan energi yang dihasilkan oleh PLTS dalam konsep ini akan lebih ekonomis dan ramah lingkungan jika juga disambungkan ke jaringan listrik umum selain ke jaringan listrik kereta maglev. Mengingat fluktuasi cahaya matahari ditanah air relatif stabil dan daerah sekitarnya memang lagi membutuhkan energi listrik tambahan. b. Turunkan kecepatan maksimum hingga 250km/jam Kecepatan maksimum kereta cepat ditanah air sebaiknya hanya 250 km/h, sehingga kapasitas daya yang dibutuhkan kira-kira hanya 24% dari dengan kecepatan 400 km/h, walaupun waktu tempuh bisa menjadi 1,6 kali lebih lama. Keuntungannya. Pertama sistem ini lebih ramah lingkungan dan kedua kompleksitas sistem keamanan lebih moderat. Standar keamaman untuk kereta listrik max. 250km/jam misalnya ada 1 level dibawah standar keamanan kecepatan diatasnya. Ini berarti loncatan 2 level sistem keamanan, mengingat kecepatan kereta di tanah air saat ini maksimum 120 km/h yang secara statistik masih sering terjadi "human error". c. Tingkatkan kapasitas penumpang Kereta maglev sebaiknya jangan hanya bisa menampung 40 penumpang, karena ini sangat teramat boros. Sebaiknya kereta maglev bisa lebih panjang atau dalam kata lain bisa dibangun secara modular dengan kemungkinan menambah jumlah gerbong. Memang Tahanan udara menjadi lebih besar, tapi hanya naik beberapa persen proporsional sesuai panjang total kerata maglev. Sehingga energi tambahan yang dibutuhkan hanya naik dalam bilangan puluhan persen. d. Ganti sistem bahan bakar hidrogen dengan sistem listrik Sebagai kesimpulan umum, lebih baik kalau sistem kereta maglev diatas menghindari "hydrogen economy" dan mengikuti "electron economy" yang memang saat ini menjadi trend utama dalam sistem transportasi yang efisien dan ramah lingkungan. Kereta Maglev tidak akan lagi memanfaatkan bahan bakar hidrogen, tetapi memperoleh pasokan listrik dari PLTS melalui power rail yang harus diintegrasikan dengan konstruksi rel baja (bisa dibayangkan seperti power rail di sistem metro). Selain itu kereta Maglev dilengkapi dengan sistem baterai dan super capasitor yang juga bisa menyimpan energi sewaktu kereta mengalami perlambatan (braking energy) yang bisa digunakan kembali untuk percepatan. e. Alternativ lain yang pasti bisa Kalau memang ingin yang super cepat hingga 500 km/h dan maglev tinjaulah sistem Transrapid (http://www.youtube.com/watch?v=kIHIVLbOiic) yang jelas telah direalisasikan di Shanghai atau kajilah sistem kereta listrik konvensional yang juga sudah bisa mencapai kecepatan komersial 350 km/h seperti Velaro (http://www.youtube.com/watch?v=BnSKhch9CLM&feature=related) :-D f. Bio-hydrogen? Masa depan "hydrogen economy" masih terbuka lebar jika menghindari proses elektrolisa yang tidak efisien untuk memproduksi hidrogen. Bio-hydrogen menurut hemat saya adalah masa depan, yaitu memproduksi hidrogen dengan memanfaatkan bakteri. Disini juga mungkin ada peluang teknologi rekayasa gen yang bisa mempercepat produksi hidrogen. Tapi kalau ini yang dipakai, tidak bisa disebut bio lagi. Sama juga dengan "biofuel" yang diproduksi dari tanaman hasil rekayasa gen, sebenarnya tidak berhak memakai label bio. 4. Penutup Dalam site resmi supplier sistem ini disebutkan bahwa ongkos proyek ini kira-kira 10 Juta USD/km. Sehingga untuk 357km seharusnya proyek ini kira-kira bernilai 3,6 Milyard USD. Selain itu perlu dicatat bahwa proyek semacam ini tentunya akan mendapatkan subsidi yang tidak kecil dari pemerintah Amerika Serikat kerena dalam konsep ini terintegrasi sistem energi terbaharukan (regenerative energy), "hydrogen economy" dan kereta maglev. Nasihat saya buat para pengambil keputusan di tanah air: NO GO for Hydrogen Super Highway! Kesalahan dalam tulisan ini pasti hanya datang dari saya. Erlangen, 10.03.05

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun