Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Classic rock addict || Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing || Lulusan S1 FIKOM konsentrasi Jurnalistik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Label Gizi Nutri-Score, Praktis Memilih Makanan di Prancis

28 Maret 2023   15:30 Diperbarui: 29 Maret 2023   04:45 2074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh skor C pada kemasan ragi instan dan skor E untuk biskuit coklat (Derby Asmaningrum)

Jika nanti Anda jalan-jalan ke Prancis dan di sana kebetulan belanja di supermarket, di hadapan rak-rak yang berdiri membisu, Anda akan bertemu, bertatapan dengan produk-produk pangan dengan label warna-warni beserta deretan huruf-hurufnya tertera di kemasan. 

Label yang akan menuntun Anda dengan mudah memilih makanan. Nutri-Score, begitu label tadi disebut. Ia menjadi inovasi pemerintah Prancis untuk terus mempertahankan penduduknya berada di jalur sehat. 

Sebelum Nutri-Score, sudah melenggang kampanye kesehatan namanya Manger Bouger (Makan, Bergerak). Maksudnya, ada keseimbangan antara asupan dengan aktivitas fisik yang dijalankan. 

Label Nutri-Score (lemonde.fr/Garo/Phanie)
Label Nutri-Score (lemonde.fr/Garo/Phanie)

Kampanye yang disasar untuk semua umur ini merupakan bagian dari Programme National Nutrition Santé alias Program Gizi dan Kesehatan Nasional yang dimulai Januari 2001 dengan tujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan penduduk dengan memusatkan perhatian pada satu aspek yang dirasa paling penting yakni gizi. Pesan-pesannya:

1. Banyak minum air putih

2. Mengonsumsi sedikitnya 5 macam sayur dan buah dalam sehari. Berdasarkan peraturan, pesan yang ini wajib ditampilkan di setiap iklan produk pangan apapun bentuknya dari yoghurt hingga iklan fast food.

3. Mengonsumsi makanan sumber karbohidrat di setiap waktu makan seperti nasi, kentang, roti, pasta, dll.

4. Mengonsumsi susu, yoghurt, keju 3 kali sehari

5. Mengonsumsi daging atau ikan atau telur 1 atau 2 kali sehari

6. Membatasi makanan yang berminyak, yang manis-manis dan yang asin-asin. Pesan ini juga wajib ditampilkan di tayangan iklan produk pangan.

7. Membatasi minuman beralkohol dalam sehari, tidak lebih dari 2 gelas untuk wanita dan 3 gelas untuk pria.

8. Melakukan aktivitas fisik sekurang-kurangnya 30 menit tiap hari sedangkan untuk anak-anak dianjurkan minimal 60 menit. Kegiatan bergerak yang sederhana saja seperti bersepeda, jalan kaki, jogging. Poin ini pun wajib tertera pada iklan produk pangan.

sante.lefigaro.fr
sante.lefigaro.fr

Menyinggung sedikit kebiasaan makan orang Prancis, mereka makan tiga kali sehari dari petit-déjeuner (sarapan), déjeuner (makan siang) hingga dîner (makan malam). 

Aksi ngemil di antara jam makan tersebut tidak dianjurkan. Di antara makan siang dan makan malam terselip satu babak yaitu goûter (snacking) yang bukanlah keharusan. 

Biasanya goûter ini dinikmati sekitar pukul 4 sore. Makanannya sebaiknya jauh dari rasa manis berlebihan, jangan banyak-banyak, bervariasi. 

Untuk orang dewasa contohnya buah segar + granola + yoghurt + sepotong dark chocolate + air putih atau minuman panas. Untuk anak-anak misalnya roti isi coklat + susu cair yang tidak begitu manis + buah segar. 

cuisineactuelle.fr
cuisineactuelle.fr

Satu hal yang saya perhatikan, orang Prancis umumnya kalau makan pelan-pelan, take time, tenang, nggak berisik. Makan, berhenti sebentar lalu lanjut makan lagi dan porsi makan mereka sedikit nggak kayak yang nulis artikel ini sekali makan sebakul. 

Ketika saya masih menjadi pramugari, tiap penerbangan ke Paris, meal service-nya pasti bakalan terasa forever karena penumpangnya yang makannya santai, menikmati. 

Banyak yang saya kira sudah selesai makan karena mereka tidak menyentuh meal tray-nya lagi, tapi pas saya mau ambil ternyata malah bilang belum kelar. Yo wes lah. 

Profil makan lambat orang Prancis ini pun menjadi poin nomor satu yang selalu ditegaskan oleh In-Flight Supervisor ketika flight briefing yang digelar dua jam sebelum keberangkatan. 

Kami diingatkan untuk tidak memburu-buru penumpang saat meal service. Untungnya ini adalah jurusan Singapura-Paris (dan sebaliknya) yang durasinya 12 jam jadi tidak dikejar waktu meski memang meal service harus secepatnya diselesaikan. 

Andai ini flight Singapura-Jakarta yang cuma 1 jam 30 menit tapi 30 menitnya dihilangkan karena cockpit crew sudah memulai fase descent sehingga kabin harus cepat-cepat dibereskan, wuihh, bisa melorotlah konde di kepala ini tak karuan, hihihi. 

Tapi ternyata orang Prancis yang makan lambat ini ada benarnya dan layak ditiru juga. Makan perlahan memang banyak manfaat diantaranya bisa lebih bercengkrama dengan keluarga di meja makan, mengunyah dan mencerna makanan dengan lebih baik, berat badan tidak mudah naik dan menikmati rasa makanan itu sendiri. 

Makan pelan-pelan (bukan lelet ya) mengizinkan kita untuk connect dengan hidangan di hadapan, berhenti sebentar dari hiruk-pikuknya zaman. Nyam! 

Label Nutri-Score

Masih berhubungan dengan makan dan gizi, sebagai lanjutan dari kampanye kesehatan yang sudah saya sebut di awal dan sebagai modernisasi sistem kesehatan, Prancis menciptakan Nutri-Score yakni pelabelan gizi pada produk makanan olahan dan minuman yang diwujudkan dengan skor berupa huruf dari A hingga E dengan masing-masing warnanya. 

Huruf A atau skor A berarti gizinya paling baik, seimbang hingga yang paling buruk terpuruk di huruf E. Pengecualian ada pada produk minuman beralkohol, buah dan sayur yang belum diolah, ramuan herbal, teh, kopi dan makanan bayi (0-3 tahun) termasuk susu formulanya.

Label Nutri-Score dari A hingga E (francetvinfo.fr)
Label Nutri-Score dari A hingga E (francetvinfo.fr)

Mencantumkan tabel Déclaration Nutritionnelle (Informasi Nilai Gizi) di setiap produk adalah wajib hukumnya di negeri Le Roi Soleil (Raja Matahari) ini.

Nutri-Score merupakan penyederhanaan dari tabel tersebut, bertujuan untuk memudahkan konsumen mengetahui secara cepat, jelas dan pasti kualitas nutrisi pada sebuah produk sekaligus sebagai perisai dari bahaya junk food, upaya menekan angka diabetes, obesitas (yang semakin meningkat di Prancis) dan penyakit kardiovaskuler. 

Labelnya simpel, to the point nggak pakai embel-embel lain, tercetak di depan kemasan biasanya di pojok kiri atau di sudut kanan bawah dengan warna-warna yang ngejreng dan harmonis sehingga kedua mata takkan bisa melewatkannya begitu saja. 

Bagi produsen, kehadiran Nutri-Score diharapkan bisa mendorong mereka untuk lebih meningkatkan lagi kualitas gizi pada makanan yang diproduksi.

Label Nutri-Score dan perbedaan kualitas gizi C dan A pada sereal anak-anak (Derby Asmaningrum)
Label Nutri-Score dan perbedaan kualitas gizi C dan A pada sereal anak-anak (Derby Asmaningrum)

Nutri-Score mulai dipraktekkan akhir Oktober 2017. Saya masih ingat waktu itu tengah nonton berita sambil gendong anak kala Nutri-Score ini masih jadi perbincangan beberapa tahun sebelumnya. 

Ketika dimulai, saya perhatikan hanya beberapa merk saja yang ada labelnya, banyak yang masih ogah karena memang pelabelan ini sampai sekarang sifatnya sukarela alias tidak wajib bagi para produsen tapi akhirnya, kini sudah lebih dari 800 merk yang ikutan, merk nasional maupun private label. 

Saya amati juga, mereka nggak sekedar ikutan tapi benar-benar memoles lagi kualitas nutrisi pada produk mereka. 

Beberapa kali sempat saya dapati produk-produk yang biasa saya konsumsi nilainya berubah misalnya sebelumnya hanya mendapat skor B, kini sudah naik menjadi A. Saya sebagai konsumen ya makin senang dan lebih percaya lagi dengan merk tersebut.

Penggagas Nutri-Score adalah Santé Publique France atau Badan Kesehatan Nasional atas permintaan Kementrian Solidaritas dan Kesehatan. 

Aktor utamanya alias Bapak Nutri-Score-nya bernama Prof. Serge Hercberg yang menyerap metode penghitungan dari para peneliti di Universitas Oxford. 

Ia adalah nutrisionis, pengajar di Universitas Sorbonne Paris Nord sekaligus Direktur Unit Penelitian Epidemiologi Gizi dan Presiden Program Gizi dan Kesehatan Nasional yang mengumandangkan kampanye Manger Bouger tadi. 

Menurut Sang Profesor, Nutri-Score hanya menunjukkan bahwa skor yang lebih baik memiliki kualitas gizi yang lebih baik untuk produk pangan yang dikonsumsi dalam kategori yang sama. Label ini bukanlah penanda bahwa produk tersebut baik untuk kesehatan.

Sepak terjang Nutri-Score sudah direstui WHO dan telah diadopsi oleh Swiss dan beberapa negara Uni Eropa seperti Spanyol, Luksemburg, Belanda, Belgia dan Jerman. 

Tahun ini rencananya Komisi Uni Eropa akan menetapkan satu logo gizi yang wajib dipakai oleh negara-negaranya, sekarang masih digodok nggak tahu kapan keputusannya. 

Sepertinya sih Nutri-Score akan menjadi kenangan karena kemungkinan besar bakal diciptakan sistem pelabelan baru mengingat tidak semua negara Uni Eropa sekarang setuju dengan terobosan made in France ini. 

Contoh skor B pada susu cair dan A untuk telur (Derby Asmaningrum)
Contoh skor B pada susu cair dan A untuk telur (Derby Asmaningrum)

Penghitungan Nutri-Score diukur dari 100 gram atau 100 ml produk, keseimbangan antara unsur-unsur yang dianggap baik untuk kesehatan (buah, sayuran, polong-polongan, kacang, minyak colza, minyak kacang, minyak zaitun, serat, protein) dan unsur-unsur yang harus dibatasi yang dianggap tidak sehat yakni kalori, gula, garam dan asam lemak jenuh. 

Setelah penghitungan, hasil yang diperoleh itulah yang akan digunakan untuk menentukan huruf dan warna. Para perusahaan yang ingin produknya diuji sehingga mendapat label Nutri-Score bisa mendaftar melalui situs Badan Kesehatan Nasional. 

Label yang sudah didapat tadi kini wajib ditampilkan di tayangan iklan produk yang bersangkutan baik di televisi, radio, internet dan media cetak. 

Contoh skor C pada kemasan ragi instan dan skor E untuk biskuit coklat (Derby Asmaningrum)
Contoh skor C pada kemasan ragi instan dan skor E untuk biskuit coklat (Derby Asmaningrum)

Sebagian besar masyarakat Prancis menerima dengan tangan terbuka, menganggap kehadiran Nutri-Score ini berguna. 

Lalu bagaimana dengan produk tak berlabel? Warga yang melek gizi biasanya demanding dan penasaran jadi dengan senang hati mereka akan menggerakkan jari-jari untuk sekedar mengecek produk tak ber-Nutri-Score lewat aplikasi. 

Bar code-nya cukup di-scan, langsung ketahuan skornya. Jadi bagi produsen, sudah tiada lagi tempat untuk bersembunyi. 

Skor E yang didapat dari aplikasi untuk produk tanpa label Nutri-Score/Derby Asmaningrum 
Skor E yang didapat dari aplikasi untuk produk tanpa label Nutri-Score/Derby Asmaningrum 

Nutri-Score hanyalah panduan dan demi kesehatan direkomendasikan untuk mengonsumsi lebih banyak produk yang berskor A dan B dan sekali-sekali saja menikmati produk berskor D dan E namun semua keputusan kembali lagi pada konsumen. 

Sebagai orang awam saya tentunya terbantu dengan pelabelan seperti ini. Kedua anak saya pun mudah memahaminya yang membuat mereka akhirnya lebih tertarik memilih makanan yang skornya baik. 

Memang sih ada yang bernilai E yang suka ikutan masuk ke keranjang belanjaan. Itu memang sesuatu yang disengaja karena kami sudah terlanjur doyan, hehe tapi tidak kami konsumsi berlebihan. 

Label ini juga membuat saya nggak perlu repot membalik kemasan untuk melototin Informasi Nilai Gizi yang penuh kosakata pergizian itu. Nutri-Score sudah menerjemahkannya lewat huruf dan warna, terlihat dan dimengerti dalam satu kedipan mata. Buat saya sih jadinya untung dan praktis. 

Salam dari Prancis!

***

Referensi: satu, dua, tiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun