Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu-ibu biasa

Sedang tinggal di negeri orang. Suka musik rock. Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing. Lulusan S1 Fikom Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengenal Metro, Kereta Bawah Tanah, MRT-nya Kota Paris di Prancis

2 Februari 2020   04:22 Diperbarui: 16 Januari 2023   23:24 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesin tiket yang multi bahasa, menerima receh dan gesekan kartu kredit (foto: Derby Asmaningrum)

Mau menikmati kota Paris di Prancis sebenar-benarnya? Silakan bawa diri anda berpetualang dari Menara Eiffel menuju Le Musée du Louvre lalu berpindah ke Katedral Notre Dame dan berakhir di monumen L'Arc de Triomphe dan kawasan Les Champs-Élysées dengan menumpang angkutan kotanya. 

Lupakan dulu bus turis Hop On Hop Off dan rasakan betapa asing dan nikmatnya bercampur dengan nuansa lokal. Anda belum bisa dibilang sah menjejakkan kaki di Paris secara utuh jika belum mencoba menumpang transportasi umum di sini yang juga menjadi salah satu ciri khas kota Paris, yaitu sang kereta api bawah tanahnya.  

Hadir dengan trek kereta yang berada di bawah tanah (underground) dan di atas permukaan jalan (elevated railway), Métropolitain atau Métro Parisien atau orang-orang cukup menyebutnya Métro adalah sistem transportasi transit cepat yang menghubungkan 20 arrondissements (sebutan untuk distrik administratif) di kota Paris yang luasnya 105,4 km persegi ini. 

Métro Parisien berada di bawah kepemilikan negara Prancis dan dijalankan sepenuhnya oleh sebuah perusahaan induk bernama RATP (Régie Autonome des Transports Parisiens). 

RATP yang disahkan pada 21 Maret 1948 ini telah mengepakkan sayap hingga ke banyak negara seperti Hong Kong, Korea Selatan, India serta Arab Saudi.

Saat ini, perusahaan tersebut merupakan operator terbesar kelima di dunia dalam kategori transportasi umum sekaligus menjadi operator transportasi publik kota Paris menaungi delapan sarana angkutan umum sehari-hari di antaranya tramway, bus, métro dan RER (Réseau Express Régional), sebutan untuk commuter rail yang menghubungkan Paris dengan wilayah pinggiran kota. 

Membayangkan kota Paris yang dibilang kota romantis, tujuan wisata, berada di negara maju, modern atau apalah terserah anda menilai, jangan kaget lalu nyinyir jika ternyata stasiun métro-nya terlihat biasa-biasa saja, malah mungkin terkesan tua, kuno, terkadang pintu masuknya nggak bersih-bersih amat dan tidak seharum deodoran atau wewangian cairan pembersih lantai favorit anda. 

Penampakan stasiun-stasiun métro di Paris sangatlah apa adanya, tanpa lampu kelap-kelip bling bling apalagi tampil canggih futuristik. Pintu masuk utamanya rata-rata tidak terlalu besar dan di beberapa stasiun ada yang didesain secara artistik terinspirasi dari aliran seni tempo doeloe. 

Salah satu pintu masuk stasiun métro dengan tulisannya yang khas (foto: Derby Asmaningrum)
Salah satu pintu masuk stasiun métro dengan tulisannya yang khas (foto: Derby Asmaningrum)
Métro di kota mode ini beroperasi mulai pukul 05.30 pagi dengan kereta terakhir antara jam 00.30 hingga 00.40 tengah malam kecuali di hari Jum'at dan Sabtu yang selesai pada pukul 01.30 hingga jam 01.40 dinihari. 

Di depan stasiunnya, kadang-kadang terdapat beberapa pedagang (biasanya pendatang dari Bangladesh dan Srilanka) yang berjualan mulai dari jagung bakar, buah-buahan seperti mangga, nanas, jeruk, pisang bahkan dulu banyak penjual DVD bajakan yang ikut ngelapak terang-terangan di dalam stasiun. 

Berjualan di stasiun adalah ilegal karena berada di area properti milik RATP sehingga tidak heran mereka selalu bermain meong-meongan alias kucing-kucingan dengan petugas security RATP yang antusias melakukan kontrol secara random dan tiba-tiba siang malam.

Jika tidak sempat lari, maka barang-barang dagangan mereka akan disita yang membuat para pedagang tersebut cuma gigit jari, senyum-senyum merana, meratap dengan bahasa Prancis yang masih minim. 

Namun, namanya juga usaha, keesokannya mereka akan dagang lagi di situ dengan menaruh barang-barang di atas tiker jualan yang siap untuk segera dibungkus sehingga mereka bisa kabur duluan jika para security RATP sudah nampak dari kejauhan. 

Jika sudah begitu, biasanya para petugas RATP dengan sengaja membiarkan mereka lolos dan setelah agen-agen RATP tersebut pergi, para pedagang pun kembali lagi menggelar dagangan di tempat yang sama. Begitu setiap hari...

Pintu masuk métro di Paris bisa berupa anak tangga dan di beberapa tempat, jika kita beruntung, kita bisa menikmati luncuran eskalator yang akhirnya membawa pengguna ke area penjualan karcis di mana terdapat beberapa mesin tiket dan sebuah loket dengan satu orang pegawai. 

Untuk turis atau para pendatang baru yang masih gagap berbahasa Prancis yang sengau-sengau ini, jangan khawatir kesusahan menggunakan mesin-mesin yang user friendly tersebut karena mereka terbukti multilingual yaitu berbahasa Prancis, Inggris, Jerman dan Spanyol.

Mesin tiket yang multi bahasa, menerima receh dan gesekan kartu kredit (foto: Derby Asmaningrum)
Mesin tiket yang multi bahasa, menerima receh dan gesekan kartu kredit (foto: Derby Asmaningrum)
Kartu métro di Paris dikenal dengan nama Navigo. Kartu Navigo ini bejibun macamnya disesuaikan dengan kebutuhan para pengguna kereta api, salah satunya adalah Navigo Easy yang dirilis 12 Juni 2019 menggantikan tiket satuan sekali pakai berupa karton tipis dan berukuran mini. 

Kartu Navigo yang berwarna biru langit dan terbuat dari plastik tersebut didestinasikan terutama untuk para turis serta pengguna yang naik kereta sekali-sekali saja dan dapat dibeli di semua loket stasiun métro dengan harga 2 euro (sekitar 30 ribu rupiah). 

Ongkos sekali jalan dihargai 1,90 euro (sekitar 28 ribu rupiah) sementara tarif normal paketan berisi 10 ride sebesar 14,90 euro (sekitar 224 ribu rupiah). Kartu Navigo tersebut pun bisa diisi ulang di mesin tiket dan loket di seluruh stasiun métro, lewat agen-agen resmi yang ditunjuk RATP atau melalui aplikasi smartphone. 

Bagi para pengguna métro yang masih kagok atau belum pede, pasangan kartu Navigo Easy yang serasi adalah Paris Pocket Map yang memuat secara detil peta 16 line yang dibedakan dalam berbagai warna dan nomor termasuk stasiun interchange dan stasiun-stasiun besar (la gare) yang menjembatani Paris dengan kota-kota lain di Eropa seperti Gare du Nord yang menghubungkan Paris-Amsterdam (Belanda), Gare de Lyon (Paris-Milan, Italia) atau dari Paris ke kota-kota besar lainnya di Prancis seperti Bordeaux melalui Gare Paris Montparnasse. 

Peta praktis ini tersedia secara cuma-cuma di loket stasiun, ngambilnya boleh diem-diem atau boleh juga sambil kasih senyum ke petugas loketnya. Kesan pertama ketika melihat peta tidaklah begitu menggoda karena jalur-jalurnya terlihat semrawut bikin puyeng tapi sebetulnya tidak serumit itu. 

Punya kartu Navigo dan Pocket Map, kota Paris ada di tangan anda untuk dijelajahi (foto: Derby Asmaningrum)
Punya kartu Navigo dan Pocket Map, kota Paris ada di tangan anda untuk dijelajahi (foto: Derby Asmaningrum)
Kerap terjadi, memang dasar peraturan dibuat untuk dilanggar, ada saja pengguna yang seenaknya menumpang kereta tanpa mau keluar duit atau males nge-tap kartu.

Salah satunya adalah dengan menyalurkan bakat terpendam lompat tinggi dengan cara meloncati mesin tapping kartu atau molos dari bawah palang mesin. 

Jika tidak kegep sama petugas keamanan RATP yang sedang patroli, berarti sedang mujur, namun jika ketangkap basah, maka dapet salam dari band Matta yang bilang: "O, O, kamu ketahuaannn" sekaligus denda 60 euro (sekitar 900 ribu rupiah).

Jika kita kedapatan tidak punya karcis ketika ada pemeriksaan di dalam gerbong, dendanya sebesar 50 euro (sekitar 750 ribu rupiah), jika kita ketahuan punya tiket tapi kita gak nge-tap, maka kantong harus dirogoh buat bayar 35 euro (sekitar 500 ribu rupiah). 

Denda 68 euro (sekitar 1 juta rupiah) dikeluarkan untuk oknum yang kepergok lagi merokok di area dalam stasiun (koridor, peron dan di dalam gerbong kereta) dan jangan sekali-sekali naikin kaki ke bangku kereta apalagi ribut-ribut berantem, mabok, mengganggu ketentraman publik di area stasiun karena anda bisa kena penalti lagi-lagi 60 euro (sekitar 900 ribu rupiah). 

Semua denda tersebut berlangsung di tempat alias bayar saat itu juga. Jika kebetulan nggak ada duit atau pura-pura gak ada duit, don't worry be happy karena akan diberi tenggang waktu hingga 60 hari dengan jumlah denda yang didobel tripel bisa mencapai 375 euro (sekitar 5,6 juta rupiah). Sakit hati, kan..?

Kiri: pintu keluar otomatis. Kanan: barisan mesin tapping kartu yang sering dilompati pengguna (foto: Derby Asmaningrum)
Kiri: pintu keluar otomatis. Kanan: barisan mesin tapping kartu yang sering dilompati pengguna (foto: Derby Asmaningrum)
Setelah melewati mesin tapping kartu, dalam perjalanan menuju peron yang terkadang jauh dan berliku naik turun tangga, mata dan perhatian khalayak akan sedikit teralihkan oleh berbagai bingkai iklan berukuran jumbo yang terpampang rapi di sepanjang dinding koridor stasiun mulai dari promosi produk, film, konser musik, pertunjukan teater, balet, hingga tempat-tempat wisata. 

Koridor stasiun métro di Paris ini memang agak unik dan menjadi karakter tersendiri karena terdiri dari banyak lorong yang bisa dibikin main petak umpet yang sebenarnya adalah akses naik menuju peron. 

Sebetulnya meski banyak lorong, fenomena kesasar di dalam stasiun métro minim terjadi sekalipun di stasiun interchange yang lorong-lorongnya berkembang biak teramat banyak. Hal itu berkat penunjuk arah yang memang sudah terpampang sangat jelas. 

Pemandangan khas koridor stasiun métro (foto: Derby Asmaningrum)
Pemandangan khas koridor stasiun métro (foto: Derby Asmaningrum)

Pengamen pun harus memiliki izin resmi

Di sudut-sudut koridor biasanya juga terlihat beberapa pengamen yang tengah beraksi didukung dengan segambreng instrumen yang bukan abal-abal. 

Kadang ada solois harpa, pemain biola, sekelompok anak band, penyanyi tunggal bergitar atau ber-keyboard, pokoknya seperti konser mini dan tak jarang mereka yang melintas akan berhenti untuk ramai-ramai menyaksikan hingga selesai lalu memberi tepok tangan dan tentu saja, menyemplungkan koin ke dalam wadah yang sudah disediakan misalnya ke dalam casing gitar. 

Tidak sembarangan ngamen, tapi mereka telah memiliki gelar musiciens du métro (musisi métro) melalui casting yang juri-jurinya adalah karyawan RATP yang tentunya mengerti dan menyukai musik. 

Audisi ini biasanya diadakan tiap dua kali dalam setahun untuk memilih 300 musisi dan penyanyi. Jika lulus tes, maka para musisi tersebut akan diberi kartu izin resmi dari RATP untuk memperlihatkan ketrampilan seni mereka sekaligus cari duit di dalam stasiun. 

Ketika mereka ngamen, biasanya kartu izin tersebut akan diletakkan dalam posisi yang mudah dilihat oleh petugas security RATP yang tengah melakukan kontrol. 

Sayangnya siang itu saya nggak berhasil 'menangkap' para musisi yang sedang in action karena mereka biasanya tampil mulai pukul empat sore ketika jam-jam rusuh pulang kerja dimulai. 

Lorong-lorong yang menjadi salah satu ciri khas stasiun métro Paris. Yuk, main petak umpet (foto: Derby Asmaningrum)
Lorong-lorong yang menjadi salah satu ciri khas stasiun métro Paris. Yuk, main petak umpet (foto: Derby Asmaningrum)
Dinding-dinding yang sedikit melengkung dan masih dihiasi berbagai macam iklan telah menanti ketika kita tiba di peron. Di sana juga terdapat mesin otomatis yang menjual makanan ringan dan minuman, beberapa kursi, tong sampah dan peta wilayah arrondissement yang bersangkutan.

Terpasang pula beberapa kamera, pengeras suara serta layar monitor berisi jadwal datangnya kereta yang selalu tiba setiap dua menit sekali jika tiada aral melintang. 

Satu hal yang membuat miris, rel kereta api bawah tanah di Paris menjadi salah satu tempat 'favorit' untuk seseorang mengakhiri hidup, caranya dengan terjun bebas ke dalam rel ketika kereta melintas. Per tahun, setidaknya satu orang dalam tiap empat hari melakukan aksi bunuh diri pada lintasan kereta api di Paris dan rel-rel kereta commuter.

Area peron pada jam-jam sepi (foto: Derby Asmaningrum)
Area peron pada jam-jam sepi (foto: Derby Asmaningrum)
Rangkaian gerbong métro parisien didominasi warna hijau tosca dan putih, sesuai dengan warna dari logo RATP. Penampakannya ada dua macam yaitu rangkaian gerbong lama (yang terus diperbarui secara bertahap) dan rangkaian gerbong yang seger alias bagus bin baru. 

Pada gerbong lama yang memang sudah nampak letih, pintu keretanya harus dibuka secara manual dari dalam, tidak ada audio hanya peta jalur kereta yang membisu terpampang di atas pintu.

Ruang geraknya pun terlihat sempit, sumpek tanpa pendingin udara hanya mengandalkan ventilasi alami sehingga ketika musim panas mencapai 35 hingga 40 derajat, mari sama-sama kita bayangkan bagaimana pengapnya di dalam gerbong kereta tersebut. 

Sedangkan kereta dengan gerbong yang modern, pintunya sudah otomatis buka tutup, tempat duduknya lebih baru, bagus, lebih nyaman, ada AC, dan memiliki pre-recorded audio yang getol menyebutkan nama tiap-tiap stasiun. 

Formasi tempat duduk di dalam kereta juga bukan 4-4-2 seperti tim sepakbola. Susunannya adalah enam hingga delapan kursi yang saling berhadapan ditambah empat hingga delapan kursi tempel lipat yang berada di dekat pintu. Kursi lipat ini praktis karena jika kereta tengah penuh sesak, kursi tersebut biasanya tidak ada yang mau menduduki, dilipat sehingga lebih memberi ruang bagi mereka yang berdiri. 

Wajah kereta api bawah tanah kota Paris dengan pintu yang sudah otomatis (foto: Derby Asmaningrum)
Wajah kereta api bawah tanah kota Paris dengan pintu yang sudah otomatis (foto: Derby Asmaningrum)
Di dalam gerbong-gerbong métro, bersiaplah karena semua hal bisa terjadi mulai dari pelecehan seksual, pencopetan, pasangan yang bertengkar dengan suara keras saling gebuk hingga hal-hal yang beraroma rasisme. Berbagai drama kehidupan yang terjadi itu buat para pengguna transportasi ini bukanlah hal yang luar biasa tetapi hal yang sungguh-sungguh sudah biasa.

Masalah tempat duduk, untungnya jiwa sosial masih dijunjung tinggi. Banyak orang yang masih mau memberi tempat duduk buat para manula atau ibu hamil dan bukannya malah pura-pura tidur. Saya pun belum pernah melihat penumpang berantem rebutan tempat duduk. Mereka biasanya lebih senang untuk saling mengalah daripada saling melempar amarah..

Suasana di dalam gerbong kereta dengan kursi lipat di dekat pintu (foto: Derby Asmaningrum)
Suasana di dalam gerbong kereta dengan kursi lipat di dekat pintu (foto: Derby Asmaningrum)
Kecuali di stasiun-stasiun interchange, ketika keluar dari gerbong métro, ada beberapa stasiun di mana kita nggak perlu lagi nge-tap kartu dan dapat langsung keluar melalui pintu otomatis. Norma-norma berjalan di eskalator pun di sini ditaati.

Di Prancis, jika berjalan di eskalator maupun travelator baik di mall, stasiun kereta atau airport, sebelah kiri adalah jalur prioritas. Jadi jika mau santai lebih baik berdiri di sebelah kanan kalau nggak mau di 'ehem-ehem'-in dari belakang.

Suasana lazim di pintu masuk dan pintu keluar yang menggunakan eskalator (foto: Derby Asmaningrum)
Suasana lazim di pintu masuk dan pintu keluar yang menggunakan eskalator (foto: Derby Asmaningrum)
Saat ini RATP tengah berkutat, berlomba dengan waktu dalam menyelesaikan Grand Paris Express 2030, sebuah proyek modernisasi stasiun-stasiun métro termasuk melengkapi stasiun dengan lift karena saat ini tidak semua stasiun métro berpredikat ramah disabilitas. 

Selain itu, proyek ini juga bertujuan untuk memperluas jangkauan kereta dengan menambah stasiun-stasiun baru demi mengimbangi perkembangan zaman ditambah dengan perencanaan transportasi umum kota Paris di masa depan.

Dampak yang kurang mengenakkan bagi warganya sendiri adalah lalu lintas yang terlalu ndut-ndutan alias tersendat parah. Jalan-jalan kota Paris yang memang sudah sempit karena beradu dengan lahan parkir pinggir jalan ditambah lagi dengan adanya modernisasi stasiun métro, maka lengkaplah sudah kemacetan yang terjadi di sana terlebih antara pukul empat sore hingga delapan malam.

Menjadi seorang turis atau bukan, tapi menurut saya berjalan-jalan di kota Paris memang lebih hidup, lebih nikmat dan terasa menantang dengan menumpang gerbong-gerbong métro. Cepat, mudah, murah meriah, namun tentunya tetap waspada akan segala konsekuensi yang kerap terjadi jika kita menumpang kendaraan umum. 

Setiap kota di sudut bumi memiliki karakter yang berbeda-beda termasuk kota Paris, kita merasa diterima dengan baik atau tidak, kitalah para pengunjung yang wajib beradaptasi dengannya.

Salah satu sudut kota Paris yang tengah digempur pembangunan modernisasi stasiun métro (foto: Derby Asmaningrum)
Salah satu sudut kota Paris yang tengah digempur pembangunan modernisasi stasiun métro (foto: Derby Asmaningrum)
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya selama delapan tahun tinggal di kandangnya Paris St Germain ini, mungkin sedikit saran berikut bisa berguna untuk anda yang akan berkunjung ke Paris dan ingin menikmati kota berjuluk City of Lights ini dengan nyaman, berada di tengah-tengah warga lokal dan terutama jika mau menggunakan transportasi umum seperti métro: 
  1. Jangan mengekspos barang-barang berharga dan tubuh anda dengan berlebihan. Berpakaianlah dan berpenampilan sesederhana mungkin, kalau perlu tas-tas atau telepon genggam super mahal anda gak usah dipamer-pamerin. Semua itu akan membuat anda sedikitnya terhindar dari incaran para pencopet, penodong atau orang-orang iseng. Paris tidak semanis yang anda bayangkan. Para pencopet di sini sudah bukan berlevel debutan atau junior lagi, banyak dari mereka yang ngetem di dalam stasiun métro untuk mencari mangsa. Sebagai turis, kita tidak akan tahu gerak-gerik mereka seperti apa namun mereka sudah kenal betul bagaimana penampakan para turis dan juga kaum pendatang. 
  2. Memakai alas kaki yang nyaman karena semakin besar stasiunnya, semakin jauh juga anda harus berjalan dari satu peron ke peron lainnya atau ke pintu keluar dan tidak semua stasiun métro memiliki eskalator, sebagian besar sarana untuk turun naik adalah anak-anak tangga dan terkadang tinggi-tinggi sekali bagaikan naik-naik ke puncak gunung. 
  3. Sedia uang kecil. Receh-receh akan sangat berguna jika anda memutuskan untuk naik kendaraan umum, menikmati makanan ringan di kios-kios kecil atau ngajak anak-anak main komedi puter di seputaran Menara Eiffel misalnya, karena tidak semua kios-kios itu terima gesekan-gesekan halus kartu kredit. Apalagi jika anda mau membeli tiket métro sekali jalan yang cuma seharga 1.90 euro dan anda membayar dengan selembar uang 10 euro, silahkan menikmati tatapan horor dari sang petugas loket.
  4. Mengenal sedikit beberapa kata sapaan dalam bahasa Prancis terutama bonjour (halo) dan merci (terima kasih). 
  5. Antri. Jika anda berusaha menyelak, maka bersiaplah menjadi 'pusat perhatian' dan ditegur terang-terangan kecuali jika anda memang suka menjadi 'pusat perhatian' .
  6. Ini adalah yang terpenting jika anda datang ke Paris: Jangan lupa bawain saya bakso, bakwan malang, nasi ayam padang, tahu gejrot, ayam bakar sambel terasi lalapan, ayam penyet, ketoprak, gado-gado, kacang rebus, karedok, sate ayam, martabak telor, indomie goreng pedas, rujak, teh botol, minyak kayu putih, salonpas... Eeehhhh..???? Hahahaahaha


*****
Derby Asmaningrum
Paris, 1 Februari 2020
Semua foto dijepret pada musim panas tanggal 5 Agustus 2019

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun