Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu-ibu biasa

Sedang tinggal di negeri orang. Suka musik rock. Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing. Lulusan S1 Fikom Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beginilah Rasanya Tinggal di Negeri 4 Musim

31 Desember 2018   00:26 Diperbarui: 31 Desember 2018   00:32 2475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sudut jalan dengan pepohonan yang mulai berbunga (foto : Derby Asmaningrum)

Musim panas (l'Été, Juni-September)
Tentu saja saya sebagai orang dari negeri berhawa panas ya asik-asik aja menyambutnya meski kadang dibuat manyun oleh si matahari yang betah bersinar selama 16 jam dan udah nongol sejak pukul setengah 6 pagi kemudian balik kanan sekitar pukul 10 malam. 

Siang yang bergulir lebih lama ketika musim panas disebabkan oleh kemiringan sumbu bumi sebesar 23,44 derajat yang membuat belahan bumi utara miring ke arah matahari. Hal ini didukung oleh satu fenomena yang dinamakan titik balik matahari musim panas (summer solstice) di mana matahari berada di titik paling utara menandai berlangsungnya siang yang panjang di belahan bumi utara atau malam terpendek sepanjang tahun. Pada saat itu, matahari tidak akan terbit tepat di timur tetapi agak lebih ke utara dari arah timur dan akan terbenam juga lebih ke utara dari arah barat. Summer solstice di belahan bumi utara untuk tahun 2018 terjadi pada tanggal 21 Juni yang juga menandai awal musim panas. Belahan bumi utara yang saya maksud yaitu benua Eropa, wilayah benua Amerika bagian tengah dan utara, Kepulauan Karibia, dan sebagian besar negara di benua Asia kecuali negara-negara yang sudah nasibnya lahir dan besar di lintasan garis khatulistiwa (Wikipedia).

Musim panas memang terdengar asyik karena itu berarti libur panjang (awal-awal Juli hingga akhir Agustus), mandi sinar matahari di pantai bagi bule-bule yang pengen kulitnya jadi eksotis seperti mbak Anggun C. Sasmi, pokoknya melakukan segala aktivitas outdoor. Semua orang senang semua orang bersuka cita. Namun segirang-girangnya kita, ternyata ada beberapa hal yang harus diwaspadai. Temperatur musim panas di Prancis bisa mencapai 30-35 derajat Celsius, biasanya pada bulan Agustus. Bagi saya yang berasal dari negara tropis agraris, suhu segitu mah tidak bombastis. Ahahaha. Saya sudah terbiasa dong tentunya. Tapi ternyata saya salah. Di sini panasnya nggak enak, seakan-akan menekan kepala hingga ke seluruh tubuh mengakibatkan sakit kepala, puyeng, saya malah sampe mual-mual. Sangat disayangkan mas Dede Yusuf tidak bisa datang memberikan pertolongan dengan Bodrex-nya. Kalau ditanya apakah ada semilir angin atau angin sepoi-sepoi yang lewat, jawabannya ada kadang-kadang tapi semilir anginnya pun... panas. 

Atmosfer musim panas di pusat kota Nice, bagian selatan negara Prancis (foto : Derby Asmaningrum)
Atmosfer musim panas di pusat kota Nice, bagian selatan negara Prancis (foto : Derby Asmaningrum)
Météo-France (BMKG-nya Prancis) ternyata sehati dengan saya sampai harus mengeluarkan himbauan bagi warganya melalui iklan di media massa untuk menghindari sengatan matahari dari jam 11 pagi hingga jam 4 sore apalagi bayi dan anak-anak, memakai pelindung kepala seperti topi atau payung jika memang harus keluar, menutup tirai jendela agar sinar matahari tidak menusuk masuk, dan yang utama adalah minum air putih sebanyak-banyaknya. Semua orang nampaknya mengindahkan peringatan tersebut. Ya iyalah. Siapa juga yang mau terbakar siang-siang. Kalau terbakar asmara lain lagi itu. Ahahahah. Biasanya di musim panas ini yang sering jadi korban adalah para manula yang terkadang saking panasnya mereka jadi susah bernafas sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Hal ini selalu menjadi topik utama di berita televisi tiap tahunnya ketika musim panas.

Penggunaan sunscreen juga menjadi hal yang utama untuk menangkal kejamnya paparan sinar matahari yang bisa menjadi momok bagi wanita, penuaan dini. Ahahahahh. Di sini saya bisa menemukan sunscreen dengan tingkatan SPF (Sun Protection Factor) dari rendah hingga yang tinggi yaitu SPF 15, 20, 30 dan 40+. SPF 6-10 memiliki perlindungan yang rendah terhadap sinar matahari, SPF 15-25 dengan perlindungan sedang, 30-50 memiliki perlindungan tinggi, dan SPF 50+ dengan perlindungan sangat tinggi. Jadi misalnya saya hanya sedikit beraktivitas outdoor maka saya cukup menggunakan sunscreen ber-SPF rendah atau sedang.

Suasana Opéra Plage Beach di kota Nice, sebelah selatan negara Prancis ketika musim panas (foto : Derby Asmaningrum)
Suasana Opéra Plage Beach di kota Nice, sebelah selatan negara Prancis ketika musim panas (foto : Derby Asmaningrum)
Musim gugur (l'Automne, September-Desember) 
Setelah berpanas-panasan sekarang mari kita bergugur-guguran. Musim gugur merupakan peralihan dari musim panas ke musim dingin yang ditandai dengan menurunnya temperatur perlahan-lahan disertai daun-daun yang mengering rontok berwarna merah atau kuning kecoklatan. Di musim ini matahari nampaknya lebih senang terbit agak lambat sekitar pukul setengah 8 pagi dan tenggelam kira-kira pukul setengah 6 sore. 

Jaket adalah pelindung tubuh yang sudah harus saya pakai di musim ini karena temperatur yang sudah mulai berubah dingin. Suhu udara di pagi hari biasanya berada di sekitar angka 6-9 derajat Celsius dan siang hari bisa ngelunjak hingga 13-15 derajat Celsius. Belum lagi jika hujan atau angin yang numpang lewat melengkapi potret muram musim ini. Jadi untuk menghemat duit biar nggak beli jaket yang beribet kegunaannya, saya pilih jaket yang lapisan luarnya tahan air sekaligus tahan angin.

Dengan siang hari yang semakin pendek maka sistem Daylight Saving Time (DST) sudah tidak digunakan lagi. Biasanya di akhir bulan Oktober (tanggal 28 untuk tahun 2018), jam di Prancis kembali dimundurkan ke waktu standar yaitu GMT +1 sehingga ketika waktu menunjukkan pukul 3 dinihari, itu berarti menjadi pukul 2 dinihari. Hal ini pun membuat saya harus memutar jarum jam dinding mundur lagi 1 jam secara manual. Jika pada musim semi dan musim panas perbedaan waktu antara Paris (Prancis keseluruhan) dan Jakarta adalah 5 jam, maka untuk musim gugur dan musim dingin, Paris berada 6 jam di belakang Jakarta. Jika di Bekasi Ibu saya sudah sarapan bubur ayam jam 6 pagi, maka nun jauh di Paris saya masih terlelap tidur karena masih pukul 12 tengah malam sembari bermimpi ikut makan bubur ayam...

Wajah pepohonan di musim gugur (foto : Derby Asmaningrum)
Wajah pepohonan di musim gugur (foto : Derby Asmaningrum)

Meski musim gugur terkesan sedih dan galau, saya menyukai pemandangan daun-daun yang jatuh berserakan di tanah beserta warna-warninya. Saya juga sangat menikmati ketika harus berjalan menyusuri jalanan kecil yang dipenuhi oleh dedauan kering yang berjatuhan dan menimbulkan suara-suara renyah seperti ketika kita sedang memakan potato chips dikala dedaunan itu terinjak-injak. Memang sih, pada akhirnya nanti ada petugas kebersihan yang akan menyapu seluruh dedaunan tersebut, tetapi sebelumnya, biarkanlah saya mengabadikannya lebih dahulu di dalam hati...

Di musim gugur sudah pasti ada libur. Pemerintahnya tidak melupakan para pelajar yang berkutat di sekolah dari jam setengah 9 pagi hingga jam 4 sore (jam 4.30 sore untuk anak-anak TK) dengan memberi jatah libur di penghujung bulan Oktober selama 2 minggu. Enak banget libur melulu di tiap-tiap musim... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun