Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu-ibu biasa

Sedang tinggal di negeri orang. Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing. Lulusan S1 Fikom Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pramugari, di Balik Senyum dan Anggunnya Seragam

10 April 2019   04:33 Diperbarui: 10 April 2019   13:36 4419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para kru wanita pun dilarang keras untuk cekikikan apalagi teriak-teriak. Setelah kenyang main air dan luncur-luncuran, training disambung dengan latihan First Aid yang mencakup langkah-langkah melakukan CPR (Cardiopulmonary Resuscitation atau resusitasi jantung paru-paru yaitu tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu, (Wikipedia), berlatih cara-cara menghadapi kebakaran (firefighting), menguasai prosedur ketika terjadi decompression (berkurangnya tekanan udara di dalam kabin secara tiba-tiba, (Wikipedia), mengoperasikan oxygen bottle, mempelajari dasar-dasar martial art (teknik pembelaan diri dari suatu serangan, Wikipedia) hingga mencoba menerbangkan dan mendaratkan pesawat melalui simulator di ruangan training para pilot (baik pilot dan pramugari, keduanya sama-sama menjalani training di Singapore Airlines Training Centre). 

Semuanya itu (kecuali belajar di simulator dan martial art) berujung pada ujian akhir yang menentukan apakah kita layak mendapatkan izin terbang yang berdurasi setahun dan diperbarui lagi dengan mengikuti ujian teori dan praktek seperti sebelumnya. 

Tiap-tiap calon pramugari wajib melaksanakan training terbang dengan status sebagai Supernumerary Crew (kru tambahan) dan di pesawat akan dibimbing oleh mentor yang biasanya seorang pramugari senior. Ketika itu saya mendapat jadwal untuk terbang ke Auckland (Selandia Baru), Hong Kong, Perth (Australia) dan Shanghai (Cina). 

Keempat flight tersebut saya operasikan dengan 2 jenis pesawat yang berbeda. Biasanya salah satu keuntungan menjadi Supernumerary Crew adalah mendapat jatah istimewa untuk duduk di kokpit selagi take-off atau landing. Nah, saya pun kecipratan rezeki diizinkan duduk di ruang kemudi sang pilot ketika pesawat akan landing dari Shanghai. Kira-kira 30 menit sebelum mendarat, saya sudah berada di dalam kokpit yang ketika itu diawaki oleh dua orang cockpit crew saja, Kapten dan seorang First Officer. 

Setelah duduk manis di belakang kedua pilot dengan seatbelt terpasang, melalui jendela kokpit saya bisa menyaksikan sekaligus merasakan bagaimana menembus kapas-kapas putih yang saat itu bergumul tepat di hadapan hidung si burung besi. Lebih lebay lagi, ingin sekali rasanya membuka semua kaca-kaca itu lalu menyentuh kawanan awan yang menggumpal-gumpal, dibuntel, dibawa pulang biar terus dikenang tapi karena nggak bisa jadinya dibungkus dalam hati aja deh. 

Setelah terkesima dengan pemandangan yang bagi saya super duper luar biasa, kedua mata saya segera beralih kepada kesibukan para pilot mengerjakan tugas-tugas mempersiapkan pesawat untuk memasuki fase landing termasuk bertukar komunikasi dengan ATC (Air Traffic Controller) dengan kode-kode dan singkatan-singkatan serta angka-angka rinci yang meminta segenap konsentrasi demi mendaratkan si burung besi tepat di runway dengan selamat. Salam hormat buat para pilot di luar sana!

Empat bulan berlalu, izin terbang sudah didapat, akhirnya saya dinyatakan sah sebagai Singapore Airlines Flight Stewardess (FSS). First solo flight (debut terbang) pun sudah menanti. Destinasinya adalah kota Copenhagen (Denmark), nggak ada transit, lurus terus meluncur di langit selama kurang lebih 12 jam. Stress, bingung, gelisah, malu, mual, deg-degan, males makan sampai sakit perut pun melanda sebelum terbang. Maklum, namanya juga first flight. Dapet first kiss dari si rocker aja yang cuma sedetik dua detik deg-degan apalagi first flight yang 12 jam. Ahahahahah. Eh, beda ya?? 

Sebagai pramugari baru, kami semua terlibat masa probation (masa percobaan) selama 6 bulan yang  merupakan masa-masa paling stress dan menakutkan karena akan banyak tekanan yang datang dari para senior apalagi sebagai anak baru kami dituntut untuk belajar dengan cepat, super fokus dan harus dapat melakukan service sesuai dengan visi misi maskapai. Tak jarang banyak yang langsung menyerah setelah masa probation kelar atau ketika masih menyandang gelar Probationary Crew. 

Setelah 2 tahun terbang saya malah tidak bisa santai karena training untuk Business Class telah menanti. Saya dan teman-teman harus tenggelam lagi dalam buku-buku panduan serta praktek bagaimana cara bekerja di kelas bisnis yang pelayanannya lebih rinci dan individual. Belum lagi ketika pesawat tingkat (double decker) Airbus A380 dengan Rolls Royce Trent 900-nya hadir sebagai anggota baru di mana SQ menjadi pengguna pertama, membuat saya pun harus duduk di kelas lagi, praktek di mock-up lagi serta harus menjalani ujian lagi demi izin terbang untuk mengoperasikan pesawat yang berpabrik di Toulouse, Prancis itu. 

Jadwal
Menjadi seorang pramugari harus berkutat dengan jadwal terbang (flight roster) yang terkadang malah membuat saya tidak mau terbang mulai dari profil penumpang yang ribet, anggota tim yang jutek hingga destinasi yang kurang saya sukai. Saya pasrah saja menjalani fenomena jet lag dan waktu yang terbolak-balik namun untungnya saya gampang tidur dan ketika itu single alias gak punya pacar jadi tidak ada yang harus dipikirin apalagi kalau harus terbang ketika sedang berantem. Ogah lah yaawww!

Tiap awal bulan, flight roster ini menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu (selain gajian dan flight allowance tentunya, ahaahahah) karena di dalam roster tersebut tertera destinasi mana yang akan kami datangi, semakin jauh tempatnya, tentu semakin banyak pundi-pundi yang kami terima. Saya ambil contoh rute SIN (Singapore)-TPE (Taipei)-LAX (Los Angeles)-TPE-SIN atau SIN-FRA (Frankfurt, Jerman)-JFK (John F. Kennedy New York)-FRA-SIN yang bisa mencapai 7-8 hari yang ketika jaman saya dulu merupakan jadwal terbang favorit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun