Baik Islam maupun Barat sama-sama menggunakan pancaindra dan akal sebagai alat atau sumber ilmu pengetahuan. Perbedaan utamanya terletak pada asumsi dasar keduanya, yang mana asumsi dasar itu dipengaruhi oleh unsur-unsur pokok atau konsep-konsep kunci dalam pandangan hidup masing-masing, seperti konsep alam, manusia, ilmu, nilai dan sebagainya.Â
Islam menggabungkan pendekatan rasionalisme dan empirisme dengan tambahan wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan tentang sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh metode rasional-empiris semata.
Dalam Islam, epistemologi atau segala sesuatu yang membahas ilmu secara menyeluruh dan mendasar berkait erat dengan struktur metafisika dasar Islam yang terumuskan sejalan dengan wahyu, hadits, akal, intuisi, dan pengalaman.Â
Hamid Fahmy Zarkasyi menjelaskan bahwa ilmu dalam Islam merupakan produk dari pemahaman atau tafaqquh terhadap wahyu yang memiliki konsep-konsep universal, permanen (tsawabit), dinamis (mutaghayyirat), pasti (muhkamat), samar-samar (mutasyabih), Â fundamental (ushul), dan cabang-cabang (furu).Â
Wahyu merupakan realitas bangunan konsep yang membawa pandangan hidup baru. Realitas bangunan konsep ini datang dari Tuhan sebagai Realitas dan Kebenaran Tertinggi dan Hakiki, dengan lafaz dan makna yang murni berasal dari-Nya, oleh-Nya, dengan kata-kata-Nya.Â
Bukan konstruksi akal pikiran dan hasil imajinasi manusia maupun makhluk lainnya, melainkan adalah bukti yang mengandung bahasa dan logika yang sama untuk seluruh manusia jadikan sebagai instrumen untuk mencapai kebenaran dan realitas segala yang niscaya secara objektif dan pasti.
Dalam epistemologi Islam, telah digariskan bahwa untuk memperoleh ilmu pengetahuan terdapat tiga saluran utama, yaitu pancaindra yang baik, akal yang sehat, dan khabar yang benar.Â
Ketiga saluran ilmu ini saling kuat memperkuat dan saling melengkapi, yang dapat diumpamakan seperti gugusan lidi yang jika berpadu menjadi kuat namun lemah ketika berpisahan.Â
Epistemologi Islam secara keseluruhannya mengakui bahwa setiap satu dari ketiga saluran ilmu tersebut memiliki kedudukan dan peranannya masing-masing dalam usaha manusia menjadi berilmu.Â
Bahkan dalam kerangka epistemologi tersebut manusia tidak akan terjebak dalam sikap atau gejala ekstrim dalam meninggikan salah satu dari ketiga saluran ilmu tersebut, sehingga tidak akan menimbulkan aliran-aliran ekstrim seperti rasionalisme, empirisisme, idealisme, materialisme, pragmatisme, relativisme, skeptisisme dan lain sebagainya.Â
Pemahaman yang benar tentang saluran-saluran ilmu inilah yang menjadi bekal untuk para pembelajar Muslim untuk membentuk dasar dan kerangka asas dalam pendekatan dan metodologi penelitian atau pengkajian yang bersesuaian dengan ajaran Islam.