Mohon tunggu...
Amanah N
Amanah N Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

MEREFLEKSI PANCASILA: ANTARA IDEOLOGI DAN SEBUAH HAPALAN UPACARA

2 Juni 2015   15:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:23 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu kita tidak asing dengan Pancasila. Sebuah 5 sila yang “dikatakan” sebagai falsafah atau landasan fundamental Negara Indoensia, yang dirasa dapat mempersatukan negeri ini sekaligus mewadahi kebutuhan massa rakyat. Pancasila menjadi landasan bernegara yang sejalan dengan cita-cita bangsa berupa menciptakan masyarakat Indonesia yang yang adil dan makmur. Pancasila menunjukan kepribadian bangsa yang menjadi identitas bangsa Indonesia di ,mata dunia.

Pancasila berakar dari Panca dan Syila. Panca memiliki arti lima dan Syila (i dibaca pendek) berarti satu sendi, dasar, alas, atau asas, sedangkan Syila (i dibaca panjang) bermakna peraturan tingkah laku yang baik, utama atau yang penting. Dalam historisnya, kata Pancasila pertama kali ditemukan dalam Agama Budha. Dimana dalam Kitab Tri Pitaka, Pancasila diatrtikan sebagai lima aturan kesusilaan yang dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh penganut Agama Budha. Pada Kerajaan Majapahit, istilah Pancasila termasuk dalam Kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca, Pancasila juga kita jumpai dalam Kitab Sutasoma karya Empu Tantular.

Tahun 1942, Jepang hadir ditanah Indonesia, alih-alih akan membawa perbaikan, justru lebih kejam dari masa Hindia Belanda. Terjadi pergejolakan atas kehadiran Jepang dari berbagai wilayah, hingga pada 7 September 1994 Perdana Menteri Koyso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Ini menjadi kesempatan yang di sambut baik oleh pribumi. Dibuatlah BPUPKI. Dari sinilah tercetus ide-ide gemilang terkait dasar Negara yang kini lebih kenal dengan nama pancasila.

28 mei 1945, BPUPKI mengadakan sidang pertamanya, yang bergulir sampai empat hari. Di sidang inilah, Moh.Yamin mencetuskan pokok gagasannya berupa Ideologi Kebangsaan, Ideologi Kemanusiaan, Ideologi Ketuhanan, Kerakyaatan, Dan Ideologi Kesejahteraan. 1 juni 1945, Soekarno mencetuskan pula dasar-dasar Kebangsaan Internasionalisme, Kesejahteraan, Ketuhanan, Dan Mufakat, yang kemudian beliau beri nama Pancasila. Selanjutnya hal tersebut mencuatkan terbentuknya panitia Sembilan guna merumuskan ulang pancasila yang telah di cetuskan.

Menjadi babak baru saat terbentuknya Piagam Jakarta. Terjadi kontroversi kata-kata yang bernafaskan condong pada salah satu agama, sedangkan ada pula yang menginginkan bersifat umum. Pada 10 dan 14 Juli 1945 piagam ini resmi dibahas, didalamnya terdapat usulan bahwa pemeluk agama islam wajib menjalankan syariat islam. Namun, sore hari pada 17 Agustus 1945 petinggi-petinggi mayarakat dari papua, Sulawesi, Maluku, Kalimantan dan Nusa Tenggara mendatangi Soekarno untuk menyampaikan keberatan hatinya atas kalimat “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”.Akhirnya melalui diskusi panjang, diubahlah kalimat itu menjadi “demi menjaga kesatuan Indonesia”.

Menurut Soekarno, Pancasila ini memiliki tiga pokok pikiran, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan. Kita menapaki bagian dari sosio-naionalisme. Sosio-nasionalisme dalam hal ini menentang kapitalisme dan imprealisme, tidak ada lagi penindasan. Hal ini adalah sebagai nasionalisme yang mementingkan massa rakyat. Kebangsaan yang dijunjung didasari oleh semangat persatuan.nasionalis yang di cantumkan disini bukan mengarah kepada chauvinis maupun Kosmopolitan, melainkan mengarak kepada persatuan yang tidak terlepas pula dari internasionalisme (kemanusian). Ini bentuk nasionalisme yang kecenderungan progresif dilandasi keinginan setara dengan bangsa lain.

Kemudian beralih ke sosio-demokrasi, hal ini lebih menunjukan kepada penggabungan mufakat atau kedaulatan rakyat, dengan keadilan social. Kontradiksi dalam suatu bangsa sebisa mungkin ditarik menuju jalan keluar dengan musyawarah mencapai mufakat. Kedaulatan rakyat mendapat tempat tertinggi secara ekonomi-politik. Hal ini ditekankan pada pentingnya keadilan dalam bidang sosial budaya.

Namun dalam kali ini, tidak membahas terkait ketuhanan. Jika menurut Soekarno, Kebangsaan dan Internasionalisme Kebangsaan serta Peri Kemanusiaan dapat diperas menjadi sosio-nasionalisme, kemudian Demokrasi dan Kesejahteraan dapat diperas menjadi sosio-demokrasi dan yang tersisa adalah Ketuhanan yang saling menghormati. Hal inilah yang disebut sebagai Trisila, yang bahkan menurut Soekarno dapat diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.

Lantas bagaimana tapak tilas pancasila kini? Dahulu, pancasila menjadi landasan progresif yang dilahirkan dengan kesepakatan bersama. Namun, kini pancasila bahkan sekedar dihapal dalam setiap upacara pagi sekolah. Baik SD, SMP, ataupun SMA, mereka lancar melantunkan Pancasila dalam upacara senin tiap minggunya, namun disayangkan tidak semua orang paham betul essensi dari Pancasila. Pancasila kini terlihat sebagai warisan usang yang hanya diletakan pada etalase saja, tanpa terjamah. Padahal Pancasila termasuk ideologi terbuka, dimana bersifat fleksibel mengikuti jaman.

Di jaman Orde Baru, Pancasila dijadikan alat untuk memberangus kelompok yang tidak dalam satu garis haluan pemerintahan Orde Baru. Munculah Hari Kesaktian Pancasila. Dalam era reformasi, Pancasila terbentur oleh kehadiran neoliberalisme yang buas. Neoliberalisme yang masih satu induk kepada kapitalisme dan imprealime ini telah menyunat pola-pola logika manusia. Ideologis kian tergeser berpacu pada akumulasi, ekspasi dan eksploitasi. Pancasila menjadi ornamen Negara belaka. Seiring masuknya Indonesia dalam ombak besar neoliberalisme, budaya yang terbangun bukanlah bersemangat Pancasila, melainkan individualisme dengan hedonismenya, konsumtifnya dan berbagai macam cara guna kapital memperoleh profit maksimum dengan modal seminim mungkin.

Oleh sebab itu, menjadi tugas besar kita untuk membangun kesadaran bersama, bahwa janganlah kita biarkan Pancasila tertunggangi kepentingan-kepentingan gelap didalamnya. Kita harus menyadari betul penjajahan gaya baru yang kian mengintai negeri ini. Jadikanlah nilai-nilai Pancasila tumbuh progresif pada jiwa-jiwa revolusioner, agar sosialisme yang selama ini diimpikan dapat terwujud mencapai kemenangan sejatinya. MERDEKA!

SELAMAT HARI LAHIR PANCASILA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun