Namanya adalah Bulla Sesa, ketika ingat dan menceritakan namanya kami selalu menyebutnya Rato Gua, karena ia tinggal di Gua. sejak Puskesmas Wee Luri berdiri pada Februari 2012 ia baru berkunjung di Puskesmas Wee Luri pada bulan maret 2019.
Pernah waktu itu pada bulan februari 2017, kami melakukan pendataan di wilayah kerja Puskesmas wee luri, salah satunya di kediaman Bpk Bulla Sesa, kami penasaran ketika mendengar dari Kepala Dusun bahwa ada 1 KK yang tinggal di Gua, dengan rasa penasaran tersebut, tidak tanggung-tanggung kami harus berjalan kaki sekitar 3 kilo meter dalam kondisi hujan rintik.
Sampai disana, memang benar, ia hidup di Gua.
Seperti ini percakapan kami:
Saya : sejak kapan Bapak tinggal di sini/ Gua?
Bulla Sesa : sambil menunduk dan mencoba untuk mengingat, tidak tau lagi, sudah lama-lama sekali...
Saya : kira-kira 15 tahun?
Bula sesa : ..."hanya diam dan tertunduk"...
Trus tanya saya kepada Kepala Dusun, kira-kira kapan dia tinggal disini Bapak Dusun, Bapak dusun menjawab, sudah hampir 20 tahun, soalnya dia punya orang tua meninggal sekitar itu, pas orang tuanya meninggal, dia langsung pindah menyendiri sudah,...Â
Menurut ceritera dari Kepala Dusun, dia adalah anak tunggal, kedua orang tuanya pun adalah yang tersisa dari keluarga inti mereka. Yang ada dari mereka adalah keluarga yang tergolong keluarga jauh, sehingga dia pun tidak terlalu diperhatikan.
Memang dia bisa berbahasa indonesia. banyak yang kami tanyakan waktu itu, termasuk kami menanyakan, jika sakit, apa yang Bapak lakukan, tanya saya. ..."kalau saya sakit, rasanya ini dunia terbalik, dan obatnya hanya kulit kayu, saya titi kasih hancur trus pakai mandi, setelah itu langsung sembuh. Tutur dia....
Ia juga hanya mengkonsumsi air yang menetes di muka gua tersebut pada musim hujan, namun jika musim kemarau, ia harus berjalan jauh untuk mencari air walau dalam kondisi penglihatan yang sudah kabur. Makanan sehari-harinya adalah jagung titi, ia bisa makan nasi jika menjual hasil bumi yang ada disekitarnya, dia juga hanya ditemani seekor anjing.
Ia orang baik, ia menyuruh kami untuk ambil apa saja yang ingin dibawah. Saking sudah menyatu dengan alam, sampai-sampai tidak tahu hari itu hari apa, atau tanggal berapa, tahun berapa.
Kami menyarankan agar ia harus segera pindah ditempat yang dekat dengan keluarga atau di pinggir jalan yang mudah dijangkau, mengingat ia sudah terlihat tua. Kami juga hanya bisa menyarankan ke Kepala Dusun untuk segera menyampaikan hal tersebut kepada pemerintah Desa setempat dan segera mengurus Kartu Keluarga dan selanjutnya punya kartu KIS.
Ia membantah untuk harus pindah ke pinggir jalan umum karena tidak tega meninggalkan hasil alam seperti berbagai pepohonan, tumbuhan jangka pendek seperti pisang, kopi, dll.
Pada kunjungannya tersebut di Puskesamas, kami juga bangga bahwa dia sudah mempunyai kartu KIS berarti dia sudah mempunyai Kartu Keluarga, berarti ia juga sedah mulai mempunyai perhatian dari keluarga yang lain dan pemerintah Desa. Sempat di beri alokasi bantuan rumah layak huni, namun ia tidak sempat buat karena menurut penjelasan dia, dia kekurangan tenaga.
Saya masih ingat pada kunjungan kami ketempatnya (gua) ia memberikan kami kopi sekitar 5 kg, kopi itu masih kami ingat. Ternyata sesulit apapun hidup kita, jangan cemas, kuatir, apalagi sedih, sebab ada yang lebih susah dari kita.
Mari ingat orang lain...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H