Mohon tunggu...
depra rasio
depra rasio Mohon Tunggu... Administrasi - Staf di Sekolah Tinggi

Membaca dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Seratus Hari Menulis Nove lFC-Aku Ini Siapa? (8)

29 Maret 2016   12:58 Diperbarui: 29 Maret 2016   13:07 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

3. Sosok Ayah (Part 2)

 

Sesosok gadis kecil, mungkin usia lima atau enam tahun, berambut panjang, berteriak kegirangan menghampiri Pak Sopir pick up yang baru saja keluar dari mobilnya, “Ayah....” Laki-laki paroh baya itu segera menyambut dan menggendong putri kecilnya. Dia mencium pipinya, gadis kecil itu tertawa riang dan segera menceritakan apa-apa yang dia alami hari ini.

Sang ayah tersenyum manggut-manggut kepada putrinya,

pandangan matanya hanya tertuju kepada putrinya saja.

Sungguh pemandangan yang langka bagiku,

karena hanya sekejap saja aku merasakan sosok ayah. 

 

Wahai Ayah dimanakah engkau berada kini? 

Engkau pasti tahu kalau aku bukan putra kandungmu? 

Apakah karena itu engkau tega meninggalkan aku dan

membiarkan Ibu sendiri? Oh... Ayah.

 

 Sambil menggendong putrinya, pak Sopir itu mendatangi aku dan Fajar.

“Ayo sini, turun, mampir dulu ke rumah bapak”

Sementara gadis kecil itu memandangi kami berdua, dengan tatapan penuh tanya. 

Barangkali dia bertanya dalam hati, dari mana datangnya dua pemuda 

berwajah lusuh ini? satunya cepak berbadan besar dan satunya kurus. 

“Ayo adik salim ke mas-masnya ini” sela pak Sopir. 

Gadis kecil itupun menurut saja. Kami berdua lantas turun, 

mengikuti ayah dan anak itu berjalan, memasuki gang sempit 

di samping Pos Kamling.

 

***

 

Pak Salim, nama itulah yang diperkenalkan beliau kepada kami. 

Rumahnya sederhana, untuk memasukinya harus melewati gang sempit, 

perabotan di dalamnya juga standar saja, tidak ada sesuatu yang mewah. 

Sehari-hari beliau bekerja sebagai sopir yang hilir mudik mengangkut 

barang pesanan, kadang di Pasar Slompretan, Pasar Atom, 

Pasar Turi, kawasan Kramat Gantung, dan sekitarnya. 

Rumahnya terletak di perkampungan di kawasan Perak, 

tepatnya di Jalan Ikan Mujaer. Perkampungan di kawasan ini memang 

dinamakan dengan nama-nama ikan, ada ikan dorang, ikan lumba-lumba, 

ikan mungsing, ikan gurame, ikan kerapu, dan yang cukup keren 

namanya adalah ikan cucut alias ikan hiu. 

 

Pak Salim menceritakan bahwa dia menduga orang-orang yang mengejar kami di kawasan Slompretan tadi adalah sindikat jual beli organ tubuh. Mereka mencari anak-anak muda yang diperkirakan

memiliki kemiripan fisik dengan calon penerimanya.

Meskipun sebenarnya proses cangkok organ tubuh membutuhkan 

prasyarat tertentu, tetapi mereka berani berspekulasi,

karena yang membutuhkan juga banyak. 

Saat ini saja rata-rata setiap 10 menit ada 1 orang yang mendaftar

pada daftar tunggu pasien transplantasi organ tubuh. 

Mereka memperdagangkan organ tubuh melalui pasar gelap secara ilegal, 

sehingga ini menyangkut perputaran uang dengan jumlah 

yang sangat besar. Bayangkan saja satu organ ginjal bisa dihargai 

sampai 300 juta, di China harganya 700 juta, sedang di Amerika bisa 

lebih dari 1 milyar. Belum organ tubuh lain, seperti jantung, 

hati, pankreas, paru-paru, kantong empedu, usus kecil, sepasang bola mata, 

bahkan kulit juga dijual per inchi. Sindikat ini juga melibatkan beberapa 

dokter ahli di beberapa rumah sakit dalam dan luar negeri, 

juga rumah-rumah pemakaman untuk mencuri organ dari orang 

yang sudah meninggal, ya...  Jaringan sindikat ini sudah bersifat global. 

 

Anak-anak jalanan di kota-kota besar serta orang-orang yang tersesat 

seperti kalian tadi adalah mangsa empuk bagi sindikat ini. 

Apa yang dilakukan oleh orang-orang yang mengejar kalian di Slompretan tadi adalah cara yang kasar, biasanya itu dilakukan karena mereka 

sudah punya target yang belum terpenuhi. Penculikan dan pembunuhan 

adalah salah satu modus sindikat ini. Di Pasuruan pernah ditemukan mayat 

seorang anak usia sekitar tujuh tahun, bola mata, hati dan jantungnya hilang, 

sebelumnya dia diberitakan telah hilang diculik. 

Modus lainnya mereka menipu korbannya dengan membeli organ tubuhnya 

dengan harga puluhan juta padahal mereka menjualnya 

ratusan juta bahkan milyaran. Mereka menawari orang-orang yang 

ekonominya pas-pasan, mau tidak menjual ginjalnya dengan 

harga 50 atau 60 juta. Uang segitu bagi orang-orang miskin pasti 

sangat menggiurkan, tetapi mereka tidak menyadari kalau ada 

resiko dari donor ginjal. Tapi modus yang lebih kejam lagi adalah 

mereka mengadopsi bayi-bayi yang kemudian dibesarkan 

hingga usia remaja lantas mereka dibunuh dan organ-organ 

tubuhnya diambil dan dijual. 

 

Aku dan Fajar tercekat kaku mendengar cerita Pak Salim. 

Wiiih ngeri sekali ...... Makanya hati-hati ya kawan kalau lagi sendirian 

apalagi yang mempunyai adik atau anak yang masih kecil.

 

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun