Mohon tunggu...
Depitriadi
Depitriadi Mohon Tunggu... Wartawan -

Tengah giat menulis cerita anak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dylan dan Nobel Sastra yang Berpolemik

25 November 2016   17:47 Diperbarui: 25 November 2016   19:35 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musikus asal Amerika, Bob Dylan baru-baru ini menyabet penghargaan Nobel Sastra 2016. Konon, nobel tersebut diserahkan kepadanya karena ia dinilai kerap menulis lirik lagu bernada puitis. Pemberian penghargaan tertinggi dunia sastra tersebut diserahkan kepadanya berserta polemik yang menyertai. Para kritikus sastra terbagi dua olehnya, ada yang mengganggap Dylan sebagai penemu new expression poetic, ada yang  bilang kalau Dylan sebagai penyair yang berkedok musikus, dan ada yang memantaskan Dylan sebaiknya jadi musikus saja.

Terlepas dari itu semua, kini pria kelahiran 75 tahun silam itu telah diberi penghargaan sastra tertinggi berserta predikat yang menyertainya. Kalangan kritikus sastra mempunyai dua pilihan, menerima predikat tersebut, atau meneruskan polemik. Kata kuncinya di sini adalah ‘kritikus sastra’ bukan sastrawan.

Dalam sebuah guyonan, penulis sempat melontarkan pertanyaan dan pernyataan seperti ini; siapa sih yang pantas disebut sastrawan? Apakah seseorang yang menempuh pendidikan sastra bisa dikatakan sastrawan? Lalu bagaima jika ia tidak berkarya? Menjadi kritikus sastra misalnya? Lalu kemudian, mengapa mereka yang kuliah di Fakultas Sastra, belajar teori sastra dan kritik sastra? Dosen sastra apakah sastrawan?

Tulisan ini adalah tulisan yang muncul dari pemikiran sesaat seseorang yang bukan dari dunia sastra, mengenal sastra hanya dari luar saja. Namun demikian kiranya tulisan ini bersumber dari niat yang baik. Sebenarnya tulisan sejenis sudah berseliweran di mana-mana. Jika ada salah dan jangkal maaf diminta banyak-banyak, mohon kiranya dikoreksi. Penulis menyadari betul predikat yang akan diberikan sidang pembaca kepada penulis setelah membaca tulisan ini.

Apakah Bob Dylan Sastrawan?

Mari penulis mengajak sidang pembaca sekalian untuk menengok kembali kata sastra. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘shastra’, yang artinya “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar ‘Sas’ artinya “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “sarana” atau “alat”. Jika dibahasakan ke Bahasa Indonesia kata sastra biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sejenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.

Lebih ruwet lagi, selain dalam konteks arti kesusastraan, sastra dibelah lagi menjadi sastra tertulis dan sastra lisan (sastra oral). Artinya sastra tidak melulu berhubungan dengan tulisan, tetapi juga dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.

Supaya lebih terang bak matahari, mari kita tengok istilah sastrawan. Masih agak bias memang istilah tersebut, terlebih antara pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Dalam hemat penulis segmentasi sastra lebih mengacu kepada defenisinya sebagai sekedar teks. Sementara sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah satu diantaranya, adalah diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra.

Kiranya dari pemahaman di atas dapat mengantar sidang pembaca sekalin untuk memposisikan Bob Dylan, apakah bisa dikatakan sastrawan atau lebih tepat dilabeli dengan istilah musikus. Silakan berpendapat.

Mengapa begitu dipersoalkan?

Banyak pihak menilai pemberian penghargaan nobel kepada Bob Dylan telah menggemparkan dunia sastra. Mereka yang menggeluti dunia sastrawi selama puluhan tahun susah payah untuk mendapatkan gelar tersebut. Loh, kok Dylan yang lebih dikenal banyak orang sebagai musikus malah disambet perhargaan tersebut? Sentimen semacam ini agaknya memicu persoalan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun