Mohon tunggu...
Devindra IrsyanFahrezi
Devindra IrsyanFahrezi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka membaca sambil santai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjalanan Indonesia dalam Konflik Laut China Selatan

31 Mei 2024   02:34 Diperbarui: 31 Mei 2024   02:39 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi: Natuna Diklaim, Saya Panas, Saya Bawa Kapal Perang (kompas.com)

Laut China Selatan (LCS) adalah sebuah perairan yang terletak memanjang dari barat daya ke timur laut, yang terletak di sebelah Selatan Republik Rakyat China (RRC) dan Taiwan, di sebelah barat Filipina, di sebelah barat Malaysia dan Brunei, dan di sebelah Timur Vietnam. Laut China selatan memiliki luas 648.000 mil, dengan sumber daya alam (SDA) yang melimpah disertai dengan banyaknya jumlah pulau karang yang tersebar (Suraya, 2018).

Laut China Selatan telah menjadi sorotan utama dalam diplomasi global dan geopolitik regional selama beberapa dekade terakhir. Wilayah ini bukan hanya merupakan jalur perdagangan penting yang menghubungkan Asia Tenggara, tetapi juga menjadi pusat konflik antar negara-negara di kawasan tersebut.

Sengketa laut China selatan didasari oleh adanya klaim tumpang tindih antara banyak negara, seperti China, Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, Indonesia dan Taiwan. Alasan adanya tumpang tindih di wilayah tersebut karena adanya kepentingan geopolitik, yang melibatkan nilai-nilai ekonomis, politis, dan strategis. Laut China selatan diketahui memiliki potensi SDA yang kaya, terutama minyak dan sumber energi lainnya, serta hasil laut. Selain itu, LCS juga memiliki kurang lebih 170 pulau karang yang tersebar di sekitarnya. Letak strategis LCS berada di kawasan jalur pelayaran internasional, yaitu perlintasan kapal-kapal yang melewati Selat Malaka, dan merupakan jalur perdagangan Eropa -- Asia, Amerika -- Asia dan sebaliknya.

Pada tahun 1936, seorang ahli geografi nasionalis China, Bai Meichu, membuat peta yang menunjukkan garis berpola U yang ditandai dengan 11 garis putus-putus mengelilingi laut China Selatan hingga ke James Shoal. Pada tahun 1953, pemerintah Komunis China menghapus 2 garis yang memotong teluk Tonkin di sebelah Vietnam, dan menyisakan 9 garis putus-putus (nine dash line) yang menandai batas klaim teritori China. 9 garis inilah yang dipresentasikan kepada Komisi Batas Landas Kontinen PBB sebagai batas perairan China pada tahun 2009. Klaim China ini ditolak atas dasar ketidaksesuaian dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Klaim China atas 80-90% wilayah LCS inilah yang memicu ketegangan antara negara-negara sekitarnya, seperti Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, Indonesia, dan Vietnam yang mendasarkan klaim pada aturan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Vietnam mengklaim kepemilikan kepulauan Paracel dan kepulauan Spratly, Filipina mengklaim sebagian wilayah LCS termasuk kepulauan Spratly dan beberapa kepulauan yang berada di sebelah barat Filipina (Scarborough Shoal), lalu Indonesia dengan Laut Natuna Utara, sementara Brunei dan Malaysia mengklaim bagian selatan LCS dan sebagian kepulauan Spratly (Roza, Nainggolan & Muhamad, 2013).

Sejak tahun 1990, China telah meminta negara-negara sekitar untuk menerima kedaulatan China dan melibatkan diri dalam mengelola sumber daya energi bersama, namun tawaran tersebut tidak diterima. Untuk mempertahankan klaimnya atas LCS, China mengerahkan sumber daya ekonomi, politik, dan militernya di kawasan tersebut, seperti menempatkan pasukan dan mengibarkan benderanya di kawasan LCS, reklamasi laut, membentuk tim inspeksi, meningkatkan jumlah kapal sipil dan kapal perang, dan membangun benteng pertahanan di wilayah perairan tersebut.

Terlepas dari klaim China yang mengklaim LCS berdasarkan faktor historisnya, klaim tersebut tetap tidak terbukti karena tidak ditemukannya bukti arkeologis bahwa kapal milik China pernah melintasi LCS hingga abad ke 10 untuk melakukan pelayaran perdagangan, hal ini menunjukkan kurangnya minat China terhadap LCS sejak awal (Hayton, 2014).

Dalam konteks geopolitik dan dampaknya bagi kedaulatan Indonesia, penekanan diberikan pada pentingnya memanfaatkan lokasi strategis Indonesia dan sumber daya alamnya untuk kepentingan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk masa depannya dan perlunya menjaga keamanan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya tersebut.

Selain itu, keamanan maritim menjadi penting dalam melindungi jalur laut untuk perdagangan dan aktivitas ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa keamanan laut sangat vital bagi kelangsungan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dan sekaligus menjadi alasan bagi Indonesia untuk tidak bekerja sama dengan China dalam konteks pertahanan seperti pembelian alutsista dikarenakan tensi yang ada di Laut China Selatan.

Dalam konteks konflik Laut China Selatan, sikap Indonesia terkait isu tersebut. Fokus utamanya adalah pada hak maritim dan kepentingan ekonomi Indonesia. Indonesia telah mengubah pendekatannya untuk lebih memprioritaskan perlindungan kepentingan nasionalnya, terutama di sekitar Kepulauan Natuna. Indonesia aktif dalam diplomasi maritim dan memanfaatkan posisi geografisnya yang strategis untuk pengembangan ekonomi. Dan ini yang menjadi hal menarik dimana fenomena ini juga terjadi dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Walaupun mereka menentang, tetapi tidak pernah terjadi Tingkat eskalasi yang sampai pada tahap membahayakan sehingga membuatnya seperti konflik tarik-ulur antara China dan negara di Asia Tenggara. Mungkin ini dikarenakan perekonomian Asia Tenggara yang Sebagian besar dipengaruhi oleh keberadaan China sehingga membuat negara-negara di Asia Tenggara berpikir dua kali untuk menentang China lebih keras. Begitupun dengan China, walaupun selalu bersikeras dengan klaimnya di Laut China Selatan tetapi China tidak melakukan tindakannya secara gegabah karena masih adanya potensi kerja sama ekonomi yang besar dengan negara-negara ASEAN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun