Hambatan pertama yaitu dari internal diri perempuan itu sendiri, dimana seperti yang kita tahu pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah dan belum merata termasuk pendidikan politik yang harusnya diberikan oleh lembaga politik seperti partai politik.Â
Hal ini tidak hanya berdampak pada masyarakat Indonesia itu sendiri, secara khusus akan berdampak pada kelangsungan hidup perempuan dari segi pendidikan. Hambatan selanjutnya berada di luar diri perempuan yaitu tidak adanya dukungan, dorongan serta motivasi dari lingkungan perempuan, seperti dukungan dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan bahkan lingkungan adat yang menambah persentase kurangnya minat perempuan di kancah politik.
Secara umum, adanya stereotipe Androsentrisme yaitu semua hanya berpusat pada laki-laki ikut menjadi faktor penghambat. Stereotipe ini menunjukkan adanya keraguan publik ketika perempuan menjadi pemimpin dan tidak memberi ruang secara terbuka dan bebas. Bahkan yang lebih mirisnya, perempuan menjadi manusia golongan kedua yang tidak diperhitungkan ketika berada di politik.Â
Penjajahan ini tetap sempurna terjadi ketika perempuan menjadi objek yang dipermasalahkan tidak melawan bahkan terkesan menerima akan stereotipe tersebut. Permasalahan ini tidak kunjung usai kalau tidak ada kesadaran dari kaum perempuan akan hal ini serta dibutuhkan dukungan dari semua pihak baik dari lingkungan, pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang menjadi hambatan dan tantangan perempuan masuk di kancah politik.
Harapan
Perempuan di kancah politik memberi banyak manfaat, keuntungan serta kontribusi yang diberikan pada negara. Seperti contohnya beberapa waktu yang lalu tepatnya pada selasa 12 April 2022 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah resmi mensahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) setelah menanti selama kurang lebih 10 Tahun.Â
Hal ini terjadi tidak terlepas karena adanya peran perempuan di DPR RI seperti Puan Maharani sebagai ketua DPR RI yang secara tidak langsung turut memperjuangkan isu perempuan di tingkat nasional.
Untuk diketahui UU ini memperjuangkan pencegahan, pemenuhan hak korban, pemulihan korban hingga penanganan selama proses hukum yang terjadi pada korban pelecehan seksusal yang mayoritas perempuan.Â
Disini terlihat ketika perempuan yang menjadi objek yang dipermasalahkan, maka dibutuhkan perempuan lainnya untuk memperjuangkan menyelesaikan permasalahan ini. Disisi lain hal ini membuktikan bahwa peran perempuan di kancah politik sangatlah penting untuk memperjuangkan hak-haknya.
Selanjutnya berbicara mewujudkan manfaat, keuntungan serta konribusi apa yang bisa diberikan perempuan di kancah politik tersebut pastilah dibutuhkan sebuah usaha yang sungguh-sungguh untuk mewujudkannya.Â
Semua perempuan Indonesia bisa duduk di kancah politik seperti Megawati dan Puan Maharani. Akan tetapi sejujurnya tidaklah bisa semua perempuan mampu duduk di kancah politik. Dari pada kita memaksakan agar perempuan duduk di kancah politik, alangkah baiknya kita berusaha untuk menciptakan perempuan-perempuan yang berkualitas seperti Megawati dan Puan Maharani agar bisa bersaing dengan laki-laki di kancah politik.