Mohon tunggu...
Deotri Totonafo Saro Gulo
Deotri Totonafo Saro Gulo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Insiden Pak Ade Armando

13 April 2022   11:13 Diperbarui: 13 April 2022   11:22 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dibalik Insiden Pak Ade Armando

Demonstrasi yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kemarin 11 April 2022 di  Senayan Jakarta berjalan lancar dan damai karena para mahasiswa sudah bertemu langsung dengan Bapak Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Sufmi Dasco Ahmad yang didampingi oleh Bapak Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 Setelah bertemu, massa mahasiswa mulai membubarkan diri satu persatu karena tuntutan mereka telah ditanggapi oleh DPR RI.

Dari berita liputan 6, ketika baru saja Pak Sufmi dan Pak Sigit pergi usai bertemu massa mahasiswa, ada massa berpakaian bebas dan tidak memakai almet yang datang lalu membuat kericuhan. Kericuhan dimulai dengan  melempar batu ke arah mobil komando yang dinaiki oleh para mahasiswa, hal ini menyebabkan salah seorang mahasiswa berpakaian almet berwarna hijau terluka di kepala.

 Lebih lanjut massa berpakaian bebas ini menyerang dan mengeroyok pak Ade Armando yang saat itu sedang berada di lokasi demo hingga babak belur.

Dilansir dari pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Endra Zulpan menegaskan bahwa massa berpakaian bebas bukanlah anggota kepolisian. Lebih lanjut setelah melalui penyelidikan dan mendapatkan identitas para pengeroyok pak Ade Armando, Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol Fadil Imran mengatakan agar para pengeroyok tersebut menyerahkan diri atau akan kami akan lakukan pengejaran.

Lantas apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini?

Perspektif Oposisi Pemerintah

Menurut seorang dosen UI Rocky Gerung oposisi pemerintah dalam channel youtubenya mengatakan bahwa selama ini masyarakat mengenal Ade Armando bukanlah sebagai civitas akademik Dosen Ilmu Komunikasi Univeristas Indonesia, akan tetapi ia dikenal sebagai buzzeRp (sebuah istilah penyerangan terhadap pihak pro pemerintah) yang mendapatkan citra buruk di sebagian masyarakat.. 

Maka dari itu, ia mengatakan bahwa ini adalah bentuk upaya balas dendam oleh orang-orang yang tidak menyukai dengan Ade Armando. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ia juga tidak setuju kalau ada kekerasan kepada Ade Armando. 

Menurutnya ketika berdebat itu hanyalah cukup sebatas argumentasi jangan sampai jari kita menyentuh hidung lawan bicara kita, artinya cukup benci pemikirannya saja jangan orangnya apalagi dengan menyerang fisiknya.

Perspektif Pro Pemerintah

Menurut seorang pegiat media sosial pendukung pemerintah Deni Siregar dalam akun twiternya mengatakan bahwa penyerangan ini terjadi karena diprovokasi oleh pihak kadrun (sebuah istilah penyerangan terhadap pihak oposisi pemerintah) yang sempat berteriak halal darahnya sesaat sebelum kejadian penyerangan itu terjadi lalu diikuti oleh beberapa orang yang selanjutnya mengeroyok Pak Ade Armando.

Perspektif Penulis

Menurut opini pendapat penulis pribadi, kita mesti melihat kejadian ini sebagai bentuk konflik yang terus terjadi oleh kedua belah pihak yaitu pihak pro pemerintah dengan pihak kontra pemerintah yang tidak kunjung usai pemilu tahun 2019. Di setiap sisi menganggap dirinya lah yang paling benar dan sisi lain salah. 

Tidak ada yang salah dengan hal ini, karena memang begitulah seharusnya negara berjalan, selalu ada dua pihak yang berbeda pendapat, baik sebagai pendukung maupun sebagai pihak pengawas agar negara berjalan seimbang dan sama kuat serta tidak memihak salah satu pihak.

Sekali lagi penulis tegaskan tidak ada yang salah akan perbedaan ini, akan tetapi menurut penulis hal ini menjadi salah karena sudah masuk ke dalam tahap over atau berlebihan dalam membela pendapat masing-masing dan menutup mata dan telinganya masing-masing terhadap perbedaan pendapat yang ada. 

Tidak ada rasa keinginan untuk saling memahami dan saling memaklumi satu sama lain, yang ada hanya mengedepankan egosime masing-masing.

Memilih menjadi pendukung atau pengawas pemerintah adalah sama-sama baik, dan alangkah lebih baiknya jika hal ini dilakukan dalam tahap level sewajarnya saja tanpa menuhankan pilihan masing-masing. Menurut hemat penulis, perbedaan pandangan politik adalah hal yang biasa, akan tetapi hal ini menjadi tidak biasa jika hal ini sampai memutus rantai silaturahmi dan menghilangkan rasa kemanusiaan diantara sesama manusia itu sendiri.

Jika dirunut dan belajar ke sejarah masa lalu, dua bapak proklamator Indonesia yaitu Bapak Sukarno dan Bapak Muhammad Hatta jika kita lihat mereka sering berbeda pendapat serta pandangan politik tentang bagaimana Indonesia seharusnya. 

Dilansir dari berita cnnindonesia.com dikatakan bahwa, konflik terparah antara Sukarno dengan Muhammad Hatta terjadi ketika Sukarno mengajukan sistem Demokrasi terpimpin untuk Indonesia. Dalam sistem ini semua keputusan terpusat pada satu orang saja yaitu Sukarno sebagai Presiden. 

Sukarno menganggap bahwa sistem Demokrasi Parlementer membuat negara tak stabil dan selalu berujung pada kebuntuan dalam pengambilan keputusan. Jelas Hal ini langsung ditolak oleh Muhammada Hatta karena menurutnya negara menjadi otoriter dan merusak nilai pancasila itu sendiri yaitu pengambilan keputusan melalui musyawarah. 

Bahkan bukan hanya menolak pandangan politik Suakrno, Hatta juga mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden.

Sekalipun berbeda pandangan politik, mereka masih sama-sama saling menghormati satu sama lain. Hal ini bisa dilihat saat Hatta ditanyai terkait kebijakan Sukarno setelah keluar dari pemerintahan, ia sama sekali tidak merendahkan pemerintahan Sukarno dan berkata seperti berikut "Baik buruknya Bung Karno, beliau adalah Presiden Saya. 

Bahkan Hatta menjadi Wali nikah putra Sukarno yaitu Guntur Sukarnoputra saat Sukarno jatuh sakit. Kedekatannya keduanya pun bisa dilihat saat menjelang akhir hayat Sukarno, Hatta sering berkunjung untuk melihat keadaan Sukarno.

Dari sini bisa dilihat dan dijadikan pelajaran untuk saat ini bahwa perbedaan pandangan politik tidak akan memutus rantai silaturahmi. Kedewasaan politik keduanya jelas terlihat ketika mereka tidak saling merendahkan bahkan masih tetap saling menghormati dan menghargai satu sama lain. 

Mestinya hal inilah yang harusnya diterapkan oleh kedua kelompok pro pemerintah dengan kelompok pemerintah. Karena sejatinya politik hadir untuk kemaslahatan rakyat bukan untuk memecah belah rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun