Akhir-akhir ini kita sering disuguhkan berita yang membuat kita miris terkait covid yang semakin hari semakin bertambah dan tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa pandemi ini akan segera berakhir. Di sisi lain pemerintah bersusah payah untuk memproritaskan antara ekonomi dengan kesehatan.Â
Jika dalam hal ini pemerintah lebih mendahulukan kesehatan, maka ekonomi akan terganggu, jika pemerintah mendahulukan ekonomi, maka akan semakin banyak orang yang akan terkena covid.Â
Masalah yang ribet kompleks ini membuat pemerintah berupaya dengan segala cara agar bisa menuntaskan permasalahan ini, antara mendahulukan ekonomi atau kesehatan.
Akan tetapi, dibalik susah payah pemerintah dalam menuntaskan permasalahan ini, masih ada oknum pejabat publik yang tidak peka terhadap kondisi yang ada dan tugas mereka dalam menuntaskan covid ini.Â
Sebut saja pejabat publik  yang meminta isolasi mandiri di hotel berbintang, ada juga pejabat publik yang meminta baju dinas mewah, dan ada juga pejabat yang meminta kendaraan mobil dinas baru dalam masa pandemi dimana hal ini menjadi bumerang bagi pemerintahan sendiri ketika usaha yang dilakukan oleh pemerintah, tidak sepenuhnya satu suara dalam menyelesaikan permasalahan ini, Akibatnya penanganan covid menjadi terhambat.Â
Disisi lain hal ini melukai hati rakyat ketika melihat keegoisan para pejabat publik yang mestinya bisa mereka harapkan untuk menolong mereka.
Anosmia / Hilangnya rasa empati
Beberapa waktu yang lalu sempat viral istilah Anosmia yang disampaikan oleh Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa Trans 7. Â Anosmia adalah sebuah istilah baru yang ada ketika masa pandemi ini, istilah ini merupakan arti lain dari hilangnya rasa indra penciuman yang merupakan salah satu gejala seseorang telah terpapar covid 19.
Akan tetapi dalam hal ini, yang dimaksud kan oleh Najwa bukan itu, istilah ini ia pakai untuk menyindir sejumlah oknum pejabat publik yang telah kehilangan rasa empati nya pada masa pandemi ini.Â
Menurutnya wabah pandemi ini bukan hanya menyerang orang yang lemah fisiknya saja, tetapi juga menyerang iman yang lemah dari pejabat publik sehingga berakibat pada hilangnya rasa empati dari pejabat publik kita.Â
Efeknya, pejabat publik merasa telah menjadi Raja yang dimana apapun permintaanya harus dilaksanakan dengan segera, jika tidak ia akan memberi ancaman seperti mogok kerja.Â
Selain itu, mereka akan selalu mengeluarkan alasan-alasan yang menurut mereka benar agar mereka bisa mendapatkan apa yang mereka minta yang kadang kala apa yang mereka minta itu tidak pas waktunya karena dalam masa pandemi yang membuat ekonomi kita jatuh.Â
Mereka akan membual bahwa mereka lah yang paling terdampak dari covid-19 ini, padahal separah-parahnya dampak covid yang mereka rasakan, lebih parah lagi para pejuang rupiah yang mengharapkan hasil harian seperti pedagang, driver ojek online, dan lain-lain. Sekalipun mereka terdampak, mereka masih punya gaji bulanan dan tunjangan lain yang bisa mereka pakai untuk bertahan hidup.
Setelah melihat efek buruk dari anosmia ini, kita sepakai ini adalah penyakit yang serius, karena jika terus dibiarkan, akan menularkan kepada yang lain.Â
Penyakit ini harus segera diobati dengan cara mengisolasi mandiri iman yang lemah dari para pejabat publik yang terkena gejala ini sembari memberi obat pereda seperti ceramah agama sesuai dengan agamanya masing-masing sehingga membuat penyakit ini hilang dari tubuh mereka dan membuat mereka sadar betapa mengerikannya penyakit ini sehingga membuat mereka menjauhi penyakit berbahaya ini. Karena penyakit ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan orang lain.
Pejabat di zaman dahulu
Muhammad Hatta selaku Wakil Presiden pertama RI, di tahun 1950-an pernah berminat untuk membeli sepatu bermerek Bally, sepatu yang bermutu tinggi pada zaman itu dan harganya tentu tidak murah. Ia menyimpan guntingan yang memuat alamat penjual tersebut sembari menabung untuk dapat membeli sepatu tersebut.Â
Akan tetapi tabungannya tidak pernah mencukupi untuk membeli sepatu tersebut, dikarenakan uang tersebut selalu terpakai untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabatnya yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan. Hingga akhir hayatnya, ia tidak pernah dapat membeli sepatu tersebut.
Sejujurnya, ia bisa saja mendapatkan sepatu tersebut dengan mudah, dengan cara meminta pertolongan pada teman duta besar atau teman pengusahanya. Atau dengan cara memanfaatkan anggaran negara untuk membelikan satu pasang sepatu tersebut untuk dirinya.Â
Di sinilah pelajaran yang bisa kita ambil, ia tidak pernah meminta-minta pada orang lain atau sekedar memanfaatkan anggaran negara untuk keperluan pribadinya. Ia lebih memilih jalan yang sulit dan lama dengan cara menabung sekalipun hingga akhir hayatnya hal tersebut tidak pernah terwujud.Â
Selain itu ia tidak pernah kehilangan rasa empatinya kepada masyarakat yang sedang membutuhkan pertolongan sekalipun ia sendiri juga dalam keadaan susah. Sikap Muhammad Hatta yang selalu mengutamakan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingannya sendiri dan peka terhadap kondisi orang lain inilah yang seharusnya menjadi teladan bagi para pejabat publik pada saat ini.
Harapan
Satu hal, jika teman-teman pejabat publik yang ingin menjadi kaya atau merasakan fasilitas mewah, janganlah menjadi pejabat, karena pejabat publik tugasnya adalah melayani rakyat bukan dilayani, dan menjadi pejabat publik tujuannya bukan untuk menjadi kaya, tetapi jadi miskin demi mensejahterakan rakyat.Â
Maka saran saya jadilah pengusaha agar teman-teman yang ingin menjadi kaya dan bisa merasakan fasilitas mewah bisa tercapai dengan cara yang tepat.
Untuk semua pejabat publik yang sedang menjabat, laksanakanlah tugas yang diamanahkan konstitusi kepada kalian dengan baik tanpa mengharapkan imbalan apapun.Â
Karena yang dibutuhkan oleh rakyat bukan janji manis kalian sewaktu kampanye, melainkan bukti bahwa ketika kalian menjabat kalian mensejahterakan rakyat. Semoga dengan tulisan ini, pejabat publik kita bisa menjadi lebih baik lagi kedepannya dan pandemi ini segera berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H