Mohon tunggu...
Vinsensius Mischa Aldeo
Vinsensius Mischa Aldeo Mohon Tunggu... Mahasiswa - San Giovanni XXIII Major Seminary

More than Words.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Hari Minggu Adven IV Tahun C

22 Desember 2024   08:57 Diperbarui: 22 Desember 2024   11:09 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Hari Minggu Adven IV ini, dikisahkan kembali peristiwa kunjungan Maria kepada Elisabeth. Ya, kembali, dalam dua hari berturut-turut – terhitung sejak kemarin – Gereja menempatkan perikop yang sama di dalam penanggalan liturgi. Karena sudah sampai dua kali ditaruh, semoga kita memahami kalau Maria dan Elisabeth adalah bersaudari. Ya, semoga kita memahami ini. Tentang perjumpaan mereka, saya tidak menaruh banyak komentar. Saya hanya menyebut beberapa poin berikut ini saja, kiranya cukup.

Hal pertama, perjumpaan Maria dan Elisabeth menunjukkan kalau orang yang membawa Tuhan di dalam dirinya akan menghadirkan damai dan sukacita bagi siapa saja yang dijumpainya. Tanda bahwa orang itu membawa Tuhan dapat dilihat dari kabar yang dibawanya. Maria membawa kabar sukacita – gosip tentu sudah tidak masuk hitungan. Akan tetapi, kabar sukacita juga tidak mesti berarti orang harus mengatakan hal yang menyenangkan orang lain terus-menerus; seakan orang harus menjadi tidak autentik agar orang lain senang. Kabar sukacita juga bisa berisi kebenaran yang menyakitkan. Namun, sekalipun menyakitkan, yang terpenting adalah bagaimana kabar itu diungkapkan dengan bijaksana dan tidak memperburuk keadaan. Misalnya dalam perjumpaan dengan Maria, secara manusiawi, kalau Anda yang menjadi Elisabeth, bagaimana tanggapan Anda kalau mendengar saudari Anda mengandung tanpa suami? Sudah cukup, jangan terlalu jauh membayangkannya. Yang jelas, orang yang membawa Tuhan akan dengan sendirinya menjadi pembawa damai dan sukacita. Kita pun selalu membawa Tuhan di dalam setiap perjumpaan kita. Tidak pernah Ia tertinggal. Hanya saja, mungkin kadang kita menaruh-Nya di dalam dompet, di dalam saku, di dalam handphone. Kita tidak menunjukkan-Nya di dalam perjumpaan kita. Kita tidak memberi-Nya tempat. Padahal, Tuhan selalu dekat meskipun kita menjauh. Mungkin saja lagi, orang senang di saat berjumpa dengan kita. Namun, senang itu berbeda dengan sukacita. Senang masih perasaan subjektif dan relatif yang datangnya dari luar. Sementara itu, sukacita merupakan pilihan dari dalam diri. Maka dari itu, jika di dalam kesenangan itu tidak ada Tuhan di dalamnya,  tidak heran apabila kita berkata demikian, “Aku tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang.”

Baik, itu yang pertama. Hal yang kedua, di dalam perjumpaan, selain penting membawa Tuhan, hal yang tidak kalah penting juga adalah melihat bahwa orang yang berjumpa dengan kita juga membawa Tuhan di dalam diri-Nya. Elisabeth paham betul hal ini. Tapi, bagaimana caranya melihat Tuhan di dalam diri orang lain? Memang agak sulit untuk menjelasakan hal ini. Karena itu, sekaligus untuk menutup tulisan ini, saya meminta tolong kepada Kardinal Tagle. Sewaktu memberikan homili di dalam Misa Konggres Ekaristi di Indianapolis Kardinal Tagle berkata begini, “Husbands and wives, what do you see in each other? A gift or a problem?... Children, what do you see in your parents? A gift or an ATM card? Parents, parents, what do you see in your children? A gift or a burden? Priests and deacons, what do you see in your bishops?... Friends, what do you see in a poor person, in a homeless person, in a sick person? What do you see in a person, in someone who differs from you?” Jika kita paham betul Maria dan Elisabeth adalah bersaudari, tentu tidak sulit untuk memahami perjumpaan kita dengan orang lain sejauh kita sadar bahwa kita semua adalah anak-anak Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun