Entahkah dia yg duluan tiba di taman itu, atau saya, yang jelas kami lalu menempati sebuah bangku taman di posisi paling sepi. Agak jauh dari kerumunan banyak orang, kami duduk bercerita banyak hal, hingga entah di bahasa yang ke berapa, matanya sembab, air matanya jatuh.
Pertama kali tanganku membelai rambutnya, dan untuk pertama kali air matanya jatuh di hadapanku. Sayangnya, aku tak punya tisu waktu itu. Wanita ini sendirian di taman, beberapa detik aku beranjak pergi mencari tisu. Tak lama, kembali ke taman...Ia tak ada lagi ...
Dan saya duduk sendirian.
Hingga malam tiba, tak terlihat dirinya lagi.
Saya tidak mampu bangun dari kursi. Rasanya mau mati saja. Seperti orang yg tak memiliki apa- apa lagi.
saat hendak bangun dan kembali, sepasang tangan yang lembut menutup mata saya. ...Dengan suara yg lembut tepat di telinga saya, 'kak, marah ya...sedih ya....maaf ya ...saya pergi tanpa pamit, terlalu lama menunggu? Aku bawakan martabak loh'.... Saya lepaskan tangannya yang menutup mata saya, menepisnya sejenak lalu entahlah sedikit terisak memeluk dirinya, sambil berujar pelan,,,,'jangan pergi lagi ya?.
Ah... Martabak dan Kau
I need
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H