Mohon tunggu...
Eufrasia Deo
Eufrasia Deo Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Catatan-catatan kecil

🌷

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Martabak dan Kau, I Need

1 April 2020   10:14 Diperbarui: 1 April 2020   10:20 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mimpi  ( Part II )

Setelah  mimpi yang menyisakan garis-garis gerimis  pada kaca .
Aku selalu bingung,  bagaimana caranya tidur.
Lagi-lagi di penghujung malam adalah kau dan aku.
Ah .. tidak.
Kau ini siapa lagi yah ?
Mimpi yang merepotkan. Oke, next ..

Muncullah seorang lelaki, hidungnya menyerupai lubang colokan,telinganya seperti telinga panci, rambutnya seperti sapu.

Ah...Tidak.
Lagi-lagi tidak mungkin.
Colokan, panci dan sapu itu hanya ada pada si Cantik, dalam  novel "Cantik itu Luka".
Bukan, aku bukan Eka Kurniawan.
Lalu bagaimana akau memulainya ?
Ah sudahlah....
Lelaki  ini penuh misteri, dan semua bermula dari .......


Hari itu langit cerah. Tak ada tanda-tanda hujan akan turun.

Saya baru saja selesai membaca buku puisi Mansyur 'Tidak ada New York Hari ini',
tepat di akhir sebuah larik puisinya 'itulah mengapa cinta diciptakan', sebuah pesan masuk. Tapi itu nomor baru.

Dalam pesan itu tertulis, 'kak, ada di mana?'. Saya tak punya pulsa, saya ketik balas saja dan berharap si pengirim pesan itu mau membayar pesan saya, 'saya ada di kamar. Bagaimana? Ini dengan siapa?


Beberapa detik kemudian, dia katakan namanya. Saya terkejut.
Sudah beberapa hari ini wanita ini tak ada kabar. Cepat-cepat  saya keluar kamar,
ke kios membeli pulsa, dan hari itu untuk pertama kalinya saya menelpon dirinya.
Saya tanya keberadaan dirinya, keadaannya, dan mengajaknya ke sebuah taman. 

Tapi, tak jelas taman itu ada di mana....untuk pertama kalinya saya melihat dia cukup dekat.

Ia kenakan baju hitam yang sama. Baju yang pernah ia pakai saat sebuah fotoku, rupanya mengenang dirinya, juga baju yang ia pakai ...

Ia tersenyum...dan manis sekali. Saya mendekatinya. Menanyakannya dengan agak tersipu malu....

Entahkah dia yg duluan tiba di taman itu, atau saya, yang jelas kami lalu menempati sebuah bangku taman di posisi paling sepi. Agak jauh dari kerumunan banyak orang, kami duduk bercerita banyak hal, hingga entah di bahasa yang ke berapa, matanya sembab, air matanya jatuh.

Pertama kali tanganku membelai rambutnya, dan untuk pertama kali air matanya jatuh di hadapanku. Sayangnya, aku tak punya tisu waktu itu. Wanita ini sendirian di taman, beberapa detik aku beranjak pergi mencari tisu. Tak lama, kembali ke taman...Ia tak ada lagi ...

Dan saya duduk sendirian.

Hingga malam tiba, tak terlihat dirinya lagi.
Saya tidak mampu bangun dari kursi. Rasanya mau mati saja. Seperti orang yg tak memiliki apa- apa lagi.
saat hendak bangun dan kembali, sepasang tangan yang lembut menutup mata saya. ...Dengan suara yg lembut tepat di telinga saya, 'kak, marah ya...sedih ya....maaf ya ...saya pergi tanpa pamit, terlalu lama menunggu? Aku bawakan martabak loh'.... Saya lepaskan tangannya yang menutup mata saya, menepisnya sejenak lalu entahlah sedikit terisak memeluk dirinya, sambil berujar pelan,,,,'jangan pergi lagi ya?.


Ah... Martabak dan Kau
I need

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun