Pesatnya perkembangan jaman membuat pola tatanan hidup masyarakat mengalami perubahan. Pola hidup masyarakat yang konvensional bertransformasi menjadi digital, hal ini hampir terjadi di berbagai sektor dalam kehidupan tak terkecuali sektor kriminalitas.Â
Berbicara mengenai tindakan kriminalitas maka bisa dikatakan hampir sebagian besar tindak kriminalitas yang terjadi belakangan ini dilakukan secara digital/online melalui media elektronik. Sebut saja yang paling sering terjadi adalah penipuan dan prostitusi online.Â
Penipuan merupakan tindak kriminalitas yang paling sering terjadi dengan modus operandinya yang beraneka macam, mulai dari investasi bodong, join venture, prostitusi online, sampai dengan telepon bohong atau spam call.Â
Tindak kriminalitas berikutnya adalah prostitusi online, perlu diketahui bahwa prostitusi merupakan suatu penyakit masyarakat yang sudah ada dan terjadi jauh sebelum era kekaisaran Romawi kuno, prostitusi menjangkit berbagai kelas dalam masyarakat mulai dari golongan proletar hingga golongan borjuis tentu masing-masing dari kegiatan prostitusi telah memiliki pasar dan tarifnya sendiri-sendiri.
Belakangan ini kian marak praktik prostitusi online yang dijajakan melalui media sosial, awal tahun 2009 hingga sekitar tahun 2015 media sosial yang sering digunakan oleh para penjaja seks ini adalah Black Berry Messenger atau BBM.
Pemesanan dilakukan dengan cara bertukar kode pin antara pihak penjaja seks atau perantaranya dengan calon pelanggan atau bisa juga dilakukan melalui group BBM yang berisi para penjaja seks dengan cara calon pembeli melakukan pembayaran secara transfer ke pemilik group atau admin di dalam group tersebut dan setelah pembayaran lunas maka pemilik group atau admin di dalam group tersebut akan memberikan pin sebagai kode akses kepada calon pelanggan.Â
Rupanya saat ini media sosial yang digunakan sudah bergeser, tahun 2019 hingga saat ini media sosial yang sering digunakan bukan lagi BBM melainkan media sosial Michat atau sering disebut juga dengan istilah aplikasi hijau.Â
Cara pemesanannya jauh lebih mudah lebih praktis daripada BBM dimana pada Michat ini pihak penjaja dan calon pelanggan tidak perlu bertukar pin seperti pada BBM.Â
Melainkan calon pelanggan cukup mengaktifkan fitur "orang disekitar" maka secara otomatis calon pelanggan akan dapat melihat para penjaja seks yang sedang online.Â
Perlu diketahui bahwa fitur "pengguna disekitar" tidak semuanya menampilkan para penajaja seks, biasanya para penjaja seks ini akan membuat status seperti "ready now, open, yang serius-serius aja, booking now" atau kata-kata lain yang berbau unsur seksual disertai dengan foto dirinya dan testimoni pelanggan yang pernah melakukan pemesanan dengan si penjaja seks tersebut.
Lantas apakah semua penajaja seks pada aplikasi hijau tersebut benar-benar menjajakan dirinya ? ataukah terdapat keuntungan lain selain menjajakan diri yang dapat dilakukan seseorang dengan aplikasi tersebut ? Pertanyaan semacam ini tentu tergolong suatu pertanyaan retoris yang jawabannya sudah pasti ada.Â
Tentu tidak semua penajaja seks pada aplikasi hijau tersebut benar-benar menjajakan dirinya, terdapat beberapa orang penjaja seks yang nyatanya tidak meraup keuntungan dari menjajakan dirinya melainkan dari hasil menipu si calon pelanggan.Â
Modus operandinya si penjaja seks akan berstatus online dan kemudian si calon pelanggan yang sudah deal harga (harga ini berlaku sebagai harga awal, biasanya dengan nominal kecil) dengan si penajaja seks akan dimintai nomor telephonenya setelah itu baik si penjaja maupun si pelanggan akan mengobrol melalui telephone atau chat melalui media sosial WhatsApp dan transaksi pembayaran dilakukan dengan cara non tunai (transfer) dari rekening si pelanggan ke rekening si penajaja sesuai dengan harga awal.Â
Tetapi setelah dilakukan transfer dan diterima oleh si penjaja seks, maka calon pelanggan tidak langsung diberikan alamat tempat dimana si penjaja seks berada atau akses untuk melakukan Video Call Sex (VCS). Melainkan si penjaja akan meminta uang tambahan lain diluar harga awal seperti misalnya uang jaminan bahwa si pelanggan bukanlah apparat penegak hukum, uang jaminan Kesehatan, uang jaminan keamanan, uang jaminan makan dan sebagainya.
Selain itu di setiap selesai transaksi atas uang jaminan, maka si penjaja seks akan mengatakan kepada si calon pelanggan melalui chat bahwa "uang jaminan tersebut nantinya akan dikembalikan/refund seutuhnya tanpa kurang sedikitpun" setelah si pelanggan dan si penjaja seks selesai melakukan hubungan badan atau VCS.Â
Perlu diketahui bahwa jumlah uang jaminan ini berbeda-beda antara satu dengan yang lain namun yang pasti jumlah nominalnya jauh lebih tinggi di atas harga awal yang pertama kali dibayarkan oleh si calon pelanggan. Untuk penjaja seks yang menggunakan agensi, maka urusan transaksi pembayaran akan diurus oleh pihak agensi (tentu pihak agensi ini hanyalah bohong).Â
Pihak agensi ini biasanya mengatasnamakan dirinya sebagai suatu Perseroan Terbatas (PT) yang menaungi atau mempekerjakan para penjaja seks (ladies). Modusnya juga sama seperti sebelumnya. Yang membedakan adalah pihak agensi ini mengutus seorang admin untuk bercakap melalui chat dengan si calon pelanggan, sehingga si calon pelanggan tidak bercakap melalui chat secara langsung dengan si penjaja seks.Â
Untuk membuat si calon pelanggan ini percaya maka pihak agensi mengatasnamakan dirinya sebagai suatu PT dan di setiap kotak invoice transaksi pembayaran untuk uang jaminan selalu dibuat dengan mencantumkan nama PT, alamat PT, alamat surel dan beberapa ketentuan terkait pembayaran yang harus dipatuhi oleh si calon pelanggan.Â
Dengan hal semacam ini maka pelanggan akan terpengaruh kondisi psikologisnya dan kemudian si calon pelanggan akan berpikir bahwa ini adalah nyata dan bukan merupakan suatu tindak penipuan, sehingga si calon pelanggan akan melakukan transaksi secara terus menerus sesuai dengan yang diminta oleh pihak agensi.Â
Perlu diketahui bahwa transaksi ini tidak pernah berhenti dan baru bisa berhenti apabila uang si pelanggan sudah habis atau si pelanggan dengan sendirinya telah sadar bahwa dirinya sedang tertipu.
Kejadian semacam ini di Indonesia pada saat ini bukan sebagai suatu kejadian yang langka, melainkan kejadian yang sering terjadi dan terus berulang dengan modus yang rata-rata hampir sama. Lantas apakah si calon pelanggan bisa mendapatkan uangnya kembali ? lalu diposisi manakah si calon pelanggan dihadapan hukum, apakah sebagai korban penipuan berkedok prostitusi atau justru sebagai pelanggan dari prostitusi online ? dan apa jerat hukum yang dapat diberikan kepada pelaku penipuan berkedok prostitusi online ini ? serta bagaimanakah sanksi atau jerat hukum bilamana prostitusi online yang sejatinya adalah prostitusi online sesungguhnya (bukan penipuan berkedok prostitusi online) yang dilakukan melalui suatu agensi ? Berikut ini adalah ulasannya;
- Dalam hal terjadi kasus penipuan berkedok prostitusi online maka korban yang adalah pelanggan dari prostitusi online itu sendiri dapat membuat laporan atau pengaduan terkait dengan penipuan dan pemerasan di kantor Polisi untuk kemudian dilakukan proses hukum
- Posisi pelanggan prostitusi online dihadapan hukum dalam hal terjadi penipuan dan pemerasan adalah sebagai korban dan bukan sebagai pelaku dari kegiatan prostitusi online
- Pelaku penipuan berkedok prostitusi online dapat dijerat dengan Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 27 ayat 1, Pasal 45 ayat 4 Jo Pasal 27 ayat 4 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta dengan ancaman pidana 6 tahun penjara
- Terkait dengan prostitusi online yang memang benar adanya sebagai Tindakan prostitusi online (bukan sebagai tindak penipuan berkedok prostitusi online) yang dilakukan melalui suatu agensi, maka pihak agensi dapat disebut sebagai mucikari atau penyedia jasa prostitusi. Adapun Pasal yang digunakan untuk menjerat perbuatan ini adalah Pasal 297 KUHP apabila terdapat para penjaja seks yang masih masuk kualifikasi sebagai anak dibawah umur atau belum dewasa menurut ketentuan Undang-Undang, dan Pasal 506 KUHP. Sedangkan bagi para penajaja seks dalam prostitusi online maka dapat dijerat dengan Pasal 8 Jo Pasal 34 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H