Mohon tunggu...
Deodatus Kevin Adhyatma
Deodatus Kevin Adhyatma Mohon Tunggu... Pengacara - Associate Lawyer

Merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, saat ini bekerja di JSN&Partners sebagai Associate. Memiliki keahlian pada bidang Hukum Perdata khususnya pada bidang Hukum Perusahaan, Perbankan dan Pasar Modal.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jerat Hukum Tindakan Penipuan dan Pemerasan Berkedok Prostitusi Online

17 Januari 2023   19:42 Diperbarui: 17 Januari 2023   20:01 2122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tentu tidak semua penajaja seks pada aplikasi hijau tersebut benar-benar menjajakan dirinya, terdapat beberapa orang penjaja seks yang nyatanya tidak meraup keuntungan dari menjajakan dirinya melainkan dari hasil menipu si calon pelanggan. 

Modus operandinya si penjaja seks akan berstatus online dan kemudian si calon pelanggan yang sudah deal harga (harga ini berlaku sebagai harga awal, biasanya dengan nominal kecil) dengan si penajaja seks akan dimintai nomor telephonenya setelah itu baik si penjaja maupun si pelanggan akan mengobrol melalui telephone atau chat melalui media sosial WhatsApp dan transaksi pembayaran dilakukan dengan cara non tunai (transfer) dari rekening si pelanggan ke rekening si penajaja sesuai dengan harga awal. 

Tetapi setelah dilakukan transfer dan diterima oleh si penjaja seks, maka calon pelanggan tidak langsung diberikan alamat tempat dimana si penjaja seks berada atau akses untuk melakukan Video Call Sex (VCS). Melainkan si penjaja akan meminta uang tambahan lain diluar harga awal seperti misalnya uang jaminan bahwa si pelanggan bukanlah apparat penegak hukum, uang jaminan Kesehatan, uang jaminan keamanan, uang jaminan makan dan sebagainya.

Selain itu di setiap selesai transaksi atas uang jaminan, maka si penjaja seks akan mengatakan kepada si calon pelanggan melalui chat bahwa "uang jaminan tersebut nantinya akan dikembalikan/refund seutuhnya tanpa kurang sedikitpun" setelah si pelanggan dan si penjaja seks selesai melakukan hubungan badan atau VCS. 

Perlu diketahui bahwa jumlah uang jaminan ini berbeda-beda antara satu dengan yang lain namun yang pasti jumlah nominalnya jauh lebih tinggi di atas harga awal yang pertama kali dibayarkan oleh si calon pelanggan. Untuk penjaja seks yang menggunakan agensi, maka urusan transaksi pembayaran akan diurus oleh pihak agensi (tentu pihak agensi ini hanyalah bohong). 

Pihak agensi ini biasanya mengatasnamakan dirinya sebagai suatu Perseroan Terbatas (PT) yang menaungi atau mempekerjakan para penjaja seks (ladies). Modusnya juga sama seperti sebelumnya. Yang membedakan adalah pihak agensi ini mengutus seorang admin untuk bercakap melalui chat dengan si calon pelanggan, sehingga si calon pelanggan tidak bercakap melalui chat secara langsung dengan si penjaja seks. 

Untuk membuat si calon pelanggan ini percaya maka pihak agensi mengatasnamakan dirinya sebagai suatu PT dan di setiap kotak invoice transaksi pembayaran untuk uang jaminan selalu dibuat dengan mencantumkan nama PT, alamat PT, alamat surel dan beberapa ketentuan terkait pembayaran yang harus dipatuhi oleh si calon pelanggan. 

Dengan hal semacam ini maka pelanggan akan terpengaruh kondisi psikologisnya dan kemudian si calon pelanggan akan berpikir bahwa ini adalah nyata dan bukan merupakan suatu tindak penipuan, sehingga si calon pelanggan akan melakukan transaksi secara terus menerus sesuai dengan yang diminta oleh pihak agensi. 

Perlu diketahui bahwa transaksi ini tidak pernah berhenti dan baru bisa berhenti apabila uang si pelanggan sudah habis atau si pelanggan dengan sendirinya telah sadar bahwa dirinya sedang tertipu.

Kejadian semacam ini di Indonesia pada saat ini bukan sebagai suatu kejadian yang langka, melainkan kejadian yang sering terjadi dan terus berulang dengan modus yang rata-rata hampir sama. Lantas apakah si calon pelanggan bisa mendapatkan uangnya kembali ? lalu diposisi manakah si calon pelanggan dihadapan hukum, apakah sebagai korban penipuan berkedok prostitusi atau justru sebagai pelanggan dari prostitusi online ? dan apa jerat hukum yang dapat diberikan kepada pelaku penipuan berkedok prostitusi online ini ? serta bagaimanakah sanksi atau jerat hukum bilamana prostitusi online yang sejatinya adalah prostitusi online sesungguhnya (bukan penipuan berkedok prostitusi online) yang dilakukan melalui suatu agensi ? Berikut ini adalah ulasannya;

  • Dalam hal terjadi kasus penipuan berkedok prostitusi online maka korban yang adalah pelanggan dari prostitusi online itu sendiri dapat membuat laporan atau pengaduan terkait dengan penipuan dan pemerasan di kantor Polisi untuk kemudian dilakukan proses hukum
  • Posisi pelanggan prostitusi online dihadapan hukum dalam hal terjadi penipuan dan pemerasan adalah sebagai korban dan bukan sebagai pelaku dari kegiatan prostitusi online
  • Pelaku penipuan berkedok prostitusi online dapat dijerat dengan Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 27 ayat 1, Pasal 45 ayat 4 Jo Pasal 27 ayat 4 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta dengan ancaman pidana 6 tahun penjara
  • Terkait dengan prostitusi online yang memang benar adanya sebagai Tindakan prostitusi online (bukan sebagai tindak penipuan berkedok prostitusi online) yang dilakukan melalui suatu agensi, maka pihak agensi dapat disebut sebagai mucikari atau penyedia jasa prostitusi. Adapun Pasal yang digunakan untuk menjerat perbuatan ini adalah Pasal 297 KUHP apabila terdapat para penjaja seks yang masih masuk kualifikasi sebagai anak dibawah umur atau belum dewasa menurut ketentuan Undang-Undang, dan Pasal 506 KUHP. Sedangkan bagi para penajaja seks dalam prostitusi online maka dapat dijerat dengan Pasal 8 Jo Pasal 34 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun