Atau kalo versi film Indonesia tempo dulu, anak majikan yang kumpeni akan selalu dimenangkan dalam segala hal jika berhadapan dengan anak seorang pribumi. Karena jika anak pribumi yang terlampau dominan, maka ayah kumpeni akan melampiaskan kepada ayah pribumi. Dan tolong jangan tanya saya, apa judul film tersebut. Saya lupa. Tapi yang pasti saya sepakat dengan sikap dan tindakan ibu Si Merah atau ibu dari Anastasia dan Drizella.
Perlahan tapi pasti dengan sangat piawai kita mengadaptasi kisah tersebut menjadi nyata dalam keseharian kita. Ketika bocah kita berkelahi dengan bocah tetangga, tanpa kita tahu detil permasalahannya, dengan ringan kaki kita mendatangi rumah tetangga dan mulut kita berujar "Tolong anaknya diajarin ya! Jangan suka ganggu anak orang."Â
Padahal bagi sesama bocah, bisa jadi berkelahi adalah simbol dari sebuah keakraban atau proses belajar tentang sebuah how to realized the dream. Ketika bocah beranjak remaja, sebagai orang tua tentu saja semakin menyayangi sang buah hati.Â
Saat sang buah hati berulang tahun dan sekeluarga ingin merayakan dengan berlibur keluar kota, ternyata bersamaan dengan jadwal ulangan harian. Demi sang buah hati agar tak bersedih hati, maka sang orang tua berujar "Sudah nggak apa-apa, nanti Ayah yang ijin ke sekolah."
Lantas dimana letak "Crazy Rich Asians"-nya?
"Rich" dalam hal ini tentu saja tak hanya terbatas pada uang dan perhiasan. Karena sejatinya setiap kita punya terjemahan atas kata "Rich" yang berbeda. Kisah bocah dan remaja tadi adalah versi "Rich" yang kita banget. Kita hanya ingin menjadi sosok yang "Rich" bagi anak-anak kita.Â
Setiap kita sebagai orang tua pasti menginginkan yang terbaik buat anak-anak kita. Catatan saya kali ini akan saya tutup dengan sebuah cerita klasik jaman kerajaan di Pulau Jawa.
Terkisah seorang Putri, anak seorang Raja sedang mendalami ilmu bela diri di sebuah padepokan yang dipimpin oleh sang Maha Resi. Sang Putri jatuh hati dengan sang pemuda sesama murid padepokan. Hari-hari di padepokan dia habiskan bersama sang pemuda dan abai dengan segala pelajaran dari sang Guru yang ditugaskan oleh sang Maha Resi khusus untuk mengajari sang Putri.Â
Tibalah saat ujian kemampuan penguasaan jurus pada akhir masa purnama. Sang Putri berkeluh kesah kepada sang Raja. Sang Putri merajuk, tak sanggup menjalani masa ujian karena tidak menguasai ilmu bela diri apapun. Sang Guru meradang tak hendak memberikan kesempatan dan ampunan. Sang Raja, sebagaimana kita sebagai orang tua akan melakukan yang terbaik untuk sang anak tercinta agar tak lagi berduka.
Sang Raja meminta kebijakan yang jelas tak bijaksana. Sang Guru dianggap tak layak dan tak becus mengajari sang Putri, maka dia juga tak layak lagi mengajar di padepokan. Bagaimana nasib ujian bela diri?Â
Sang Maha resi tak ingin membuat sang Raja murka dan sang Putri terluka. Sang Maha Resi telah menuntaskan sebuah kisah yang berakhir indah, ujian bela diri ditunda sampai dengan sang Putri siap menjalani ujian dimana sang Putri akan didampingi oleh sang Guru yang baru.Â