Banyak perjalanan yang menyenangkan maupun menyedihkan. Sadar atau pun tidak semua rasa tentang perjalanan amat ditentukan oleh tujuan yang akan di hadapi. Tentu, ada banyak di antara kita melakukan perjalanan tanpa "merasakannya".Â
Hanya sebatas rutinitas belaka. Inilah salah satu tugas jalan-jalan yang sering kita lewati. Mereka ada sebagai penanda bagi keberadaan kita. Jalan-jalan itu dipenuhi rambu-rambu yang membangun kesadaran atas hidup dan penghidupan kita.Â
Memberikan arahan menuju sesuatu yang mungkin membahagiakan, menakutkan, atau bahkan bersiap untuk tujuan yang penuh kemuraman. Sering pula ada banyak ragu pada jalan yang sering kita lewati ini. Meski kita sebelumnya telah tahu bahwa akhir perjalanan ini sangat indah atau pertemuan pada keluh kesah.
Jalan ini adalah jalan di mana banyak di antara kita rela berjejalan untuk melewatinya lagi dan lagi atau justru mati-matian menghindarinya. Jadi, setidaknya ada dua jenis jalan yang beralamatkan pada kenangan. Pertama adalah jalan yang tidak pernah ingin sekali-kali lagi ditapaki. Walaupun demikian, faktanya tetap saja karena suatu keadaan dan kebutuhan sesekali "terlewati".Â
Umumnya karena deretan rasa sakit dan takut yang berjejer rapi di tepiannya atau karena sebuah keputusan yang mau tidak mau harus ditempuh. Kemudian yang kedua adalah jalan yang ramai akan lalu lintas rindu.Â
Sekali lagi perlu kita pahami bahwa "Jl. Rindu" tidak mengenal jarak, lebar jalan, seberapa terjal, dan banyak pedagang di tepiannya yang telah berubah baik lapak maupun barang dagangannya. Begitu pula pengkolan, persimpangan, pertigaan, perempatan, dan simpang susun lainnya yang tidak lagi sama. Benar saja mereka berubah seiring usia kita.Â
Namun, nampaknya semua itu hanyalah variabel material yang tidak terlalu berpengaruh. Hanya waktu dan usaha yang di tempuh untuk melewatinya saja yang dapat menentukan ujung dari jalan rindu ini.Â
Sementara itu, baik usaha nyata untuk menapak tilasnya lagi atau hanya sekilas mengenang saat melaluinya sangat menentukan seberapa terikat kita terhadap jalan-jalan yang (dulu) sering kita lewati. Sedangkan juga sebagian kita ada yang hanya berusaha menelusurinya sebatas melalui kenangan. Siapapun "kenangan itu". Akui saja, dia (pernah) berarti.
Jalan Pulang
Jalan ini adalah jalan kembali. Jalan yang ditempuh dari manapun, menuju tempat sendiri. Jalan yang membawa kita ke suatu bangunan yang kita sebut  HOME is not just a house. Bisa saja jalan menuju rumah, kosan, kontrakan, dan semua tempat di mana kita tidak perlu berdramaturgi lagi. Bahkan jalan ini bisa saja berarti sebagai siapapun yang sungguh-sungguh keberadaanya amat berarti. Benar memang, bagi sebagian orang jalan ini tidak pernah asli.Â