Berawal dari penunjukan guru SDN 2 Arjasa Ibu Rupiani kala itu secara mendadak kepadaku untuk mengikuti Lomba membaca puisi se-Kecamatan Arjasa, mengajariku untuk berani dalam keadaan apapun selalu siap untuk mengikuti segala bentuk acara yang membawa nama baik sekolah. Aku yang tak pernah ikut di ajang perlombaan setingkat kecamatan, hanya bisa terdiam, tidak tahu harus berbuat apapun. Jangankan mengikuti lomba antar SD setingkat kecamatan, apa itu puisi saja aku tak tau, apalagi cara membaca puisi. Dengan atau tanpa persetujuanku, namaku sudah didaftarkan sebagai perwakilan SDN 2 Arjasa bersama satu orang lagi putra dari salah satu guru SDN 2 Arjasa.
Hal yang sangat mengesankan bagiku adalah
aku yang tak tau apa itu puisi, bagaimana cara membaca puisi yang baik, harus mengikuti lomba puisi hari itu juga, hari itu diberi tahu dan hari itupulah pelaksanaan lombanya. Sungguh pengalaman yang menakjubkan bagiku.
Sebelum pelaksanaan lomba, aku melihat salah satu guru SDN 2 Arjasa Ibu Diaz hanya mengajari partnerku cara membaca puisi yang baik. Merasa iri sungguh tak ada dalam diriku hanya tanda tanya dalam hatiku, mengapa hanya dia seorang yang diajari sedangkan yang mengikuti lomba baca puisi dia dan diriku. Dengan terpaku pada kertas berisi puisi di tangan yang akan dibacakan, aku mencoba membaca tiap larik-larik puisi dengan tanpa diajari sebelumnya. Kemudian ibu Rupiani yang menghampiriku dan mengatakan, "Nanti jika membaca puisi harus pelan, tegas, suara yang lantang dan jangan lupa dipahami makna puisinya".
Setelah mengatakan demikian, bu Rupiani keluar ruangan meninggalkan aku sendiri menunggu panggilan tuk maju membacakan puisi.
Beberapa menit kemudian, apa yang tidak aku harapkanpun terjadi. Namaku dipanggil menjadi peserta pertama membaca puisi. Dengan keyakinan diri dan berbekal pesan dari ibu Rupiani, saya satukan kepercayaan diri dan mulai membaca puisi sebaik yang saya kira. Hingga akhirnya, akupun menyelesaikan tugas itu dengan baik dan lancar versiku sendiri.
Beberapa menit kemudian, partnerku juga dipanggil maju untuk membacakan puisi, bersamaan dengan ibu Rupiani masuk ke dalam ruangan sambil berkata, "Apakah kamu sudah maju?". Ternyata ibu Rupiani keluar ruangan bukan karena untuk meninggalkan aku, namun tak lain karena efek grogi anak didiknya akan ikut lomba maka ibu Rupiani harus bolak balik ke kamar mandi. Mengetahui aku sudah maju membaca puisi, ibu Rupiani sedikit kecewa karena tidak bisa melihat secara langsung penampilanku. Rasa keraguan dan kebimbanganku sudah menghilang seiring dengan selesainya perlombaan. Bukan sombong tak mengharapkan juara, namun aku yang tak tau sama sekali akan apa itu puisi tak mengharapkan lebih.
Sungguh di luar dugaan, pengumuman pemenang lomba membaca puisi langsung diumumkan hari itu juga. Dan di luar dugaan, ternyata namaku keluar sebagai pemenang membaca puisi versi perempuan yang akan berlanjut ke tingkat kabupaten. Sedangkan partnerku yang lebih diperhatikan tidak masuk sebagai pemenang. Ada rasa bangga bagiku mengobati rasa kecewa pada guruku yang memperlakukanku tak adil. Tapi tak ada rasa dendam pada diriku kepada guruku.
Dengan kejadian ini, aku selalu siap dan kapanpun ditunjuk oleh sekolah mengikuti ajang perlombaan apapun dengan ataupun tanpa persiapan apapun. Dari sinilah, hatiku terketuk tuk menjadi seorang guru yang selalu mengabdikan ilmu yang kumiliki kepada semua siswa secara adil.
Terima kasih bu Rupiani, hanya do'aku kini yang bisa kuhaturkan kepadamu. Semoga amal dan ibadahmu terbalaskan kelak. Do'amu dan do'aku kini terijabah Tuhan. Lihatlah kini anak didikmu sudah menjadi sepertimu. Semoga dapat memberikan inspirasi yang terbaik bagi anak didik serta bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara.
Selamat Hari Guru Nasional 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H