Selebar sayap mentari yang menerawangi singgasana bumi mengilhami pencarian dan perikehidupan sebagai insan sebagai penggerakan roda dan waktu
Berpacu aku menembus batas diam yang naif dengan gelora ganda dan doa harap-harap cemas yang diajarkan
Aku mematri angin malam agar menjadi segudang puisi dengan lentera serat di ujung fajar, menjuntai aroma pagi dengan semangat sisa yang mesti tetap gagah perkasa berani menatap silaunya matahari
Tak ada lelah di celah rongga punggungku, tak boleh karena aku laki-laki pemangku mimbar cipta yang dijanjikan diri sendiri
Tapi pergulatan ini menghempasku di nadir yang nyeri
Yaa Rabb...
Kemudian aku menunggu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H