Mohon tunggu...
Deny Goler
Deny Goler Mohon Tunggu... -

hidup untuk berpikir.\r\ndan mencari sebuah kepastian dalam kebenaran.\r\nsehingga menjadi manusia yang sempurna di mata Tuhan.\r\ndan beriman kepada allah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Filsafat dan Agama

13 Juli 2012   14:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:59 2979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

perbedaan agama dan filsafat diterangkan oleh filosuf Ibnu Sina. Ia berpandangan bahwa, walaupun agama dan filsafat mempunyai definisi yang sama terhadap term kebaikan dan kebenaran, akan tetapi perhatian masing-masing terhadap dua term tersebut berbeda.

“Dari ajaran-ajaran Tuhan (agama) disadur prinsip-prinsip praktikal kebijaksanaan serta batasan-batasannya secara sempurna. Adapun terhadap teoritis kebijaksanaan, agama hanya berperan ‘mengingatkan’ dan memberikan ruang luas kepada rasio untuk mencapainya untuk digunakan sebagai hujjah bertindak”. ( Ibnu Sina, Risalah At-Tabiiyat)

Apa yang mampu disimpulkan adalah bahwa perhatian agama terhadap sisi praktikal kebijaksanaan(hikmah) lebih besar dibanding sisi teori. Namun kita juga mengetahui sebagian aliran filsafat ada yang serupa dalam hal ini, sehingga perbedaan ini tidak cukup untuk menjadi pengklasifikasian antara esensi ajakan agama dengan ajaran-ajaran filsafat, secara menyeluruh(muthrodah).

Sementara, ilmuwan-ilmuwan barat berpandangan perbedaan antara agama dan filsafat adalah sebagai berikut:


  1. Filsafat dianut manusia kelas elit, yaitu orang-orang yang mempunyai akal atau kemampuan berpikir cemerlang. Sementara agama dianut oleh kelas rendah(grassroot), masyarakat kebanyakan. Mereka mengatakan bahwa tidak heran jika pertumbuhan agama, kehidupan pembawa agama dan kondisi-kondisi ketika buku-buku agama dituliskan, tidak terlepas dari catatan-catatan suram. Filsafat tidak mengalami ini, malah kebalikannya.
  2. Agama diwarisi oleh manusia dari pendahulunya, sementara filsafat diperoleh dari kegiatan berpikir dan perenungan, yang terkadang bertentangan dengan keyakinan yang diwariskan.
  3. Falsafah selalu berevolusi, sementara agama cenderung kepada stagnan, tidak berkembang. Hal ini wajar karena penganut agama tidak akan mau mengubah keyakinannya setiap hari atau “mempertanyakan” ulang imannya, lebih-lebih penganut agama yang mempunyai kitab suci yang diyakini sebagai wahyu Tuhan.
  4. Agama tidak terlepas dari manifestasi sosial, berupa perayaan-perayaan, sebagai tanda keterikatan penganutnya. Ide-ide agama juga butuh kepada bentuk ritual tertentu, atau lambang-lambang tertentu, sebagai jalan bagi penganut untuk merenew “perjanjian” keberagamaannya, yang selalu berpotensi untuk “terlupa” karena kesibukan kehidupan duniawi. Sementera, filsafat tidak berhajat kepada ritual atau perayaan seperti ini. Karena akidah filsafat selalu hadir dalam diri seorang filosuf di hampir semua waktu dalam hidupnya. Filsafat juga tidak butuh kepada simbol tertentu, karena akal tidak mewajibkan itu, dan kalau ternyata ditemui ada, maka itu adalah sebuah penyimpangan dalam berfikir filsafat.
  5. Agama hidup dan berkembang dengan naungan kekuatan atau kekuasaan, seperti negara/kerajaan. Filsafat hidup dalam alam bebas(tidak terikat).


Kesimpulan seperti ini didapat karena perbandingan antara agama dan filsafat tidak menyentuh seluruh fase-fase yang dilaluinya. Mereka, hanya membandingkan perjalanan agama dan filsafat dalam skala Eropa saja. Sehingga, wajar kalau agama terkesan mempunyai catatan suram, dan sebaliknya filsafat sebagai sebuah terobosan baru yang membawa pencerahan.

Kesimpulan lainnya bahwa agama adalah agama adalah tercipta oleh kesepakatan sebuah kelompok masyarakat(kecil atau besar) terbantahkan jika kita melihat kepada sejarah agama-agama di awal kemunculannya. Kita mendapati agama-agama dibawa dan dikembangkan(sehingga diikuti banyak orang) oleh tokoh-tokohnya dan seringkali dinisbahkan kepada mereka; Musa, Budha, Isa, Mani, Muhammad, Martin luther, dll. Bahkan agama-agama pagan, tidak terlepas dari seorang tokoh yang memperkenalkanya, baru kemudian mendapat banyak penganut.

Ketidaktauan penganut sebuah agama akan pembawa agama tidak bisa jadi bukti bahwa agama ciptaan atau hasil kesepakatan masyarakat, tanpa ada seorangn penggagasnya.

Ketidak jelasan riwayat hidup pembawa agama, kesulitan untuk menentukan tahun kemunculan dan keterputusan atau kerancuan dalam kitab-kitab suci agama, bukanlah suatu kaidah umum yang berlaku pada setiap agama. Sejarah Islam dengan perjalanan emasnya, serta catatan-catatan tentang nabi pembawa dan kitab sucinya, yang membuat kita merasakan seolah Islam adalah sebuah yang agama baru terlahir kemarin, adalah fakta yang menyangkal hal ini.

Jika agama dinyatakan sering mengalami masa-masa stagnan, bahkan bertahun-tahun atau abad-abad, sampai muncul para pembaharu yang berusaha untuk menghidupkannya , maka ini juga berlaku dalam filsafat dan cabang-cabang ilmu lain. Bahkan dalam ilmu matematika dan biologi(nature). Dalam disiplin ilmu-ilmu ini, perubahan, pembaharuan atau penemuan-penemuan baru tidak ubahnya seperti dalam agama; mendapat penentangan keras dan dianggap sebagai ide gila.

Bahwa agama hidup dalam manifestasi sosial berupa ritual atau perayaan, juga tidak berlaku dalam semua agama. Ada agama-agama yang bersifat keindividuan, yang hanya berupa intuisting atau keyakinan dalam diri. Mereka lebih fokus kepada membersihkan hati dan tidak tertarik dengan gaya-gaya agama yang bersifat ritual. Bahkan, kita bisa mengatakan bahwa agama-agama besar yang dianut jutaan orang, seperti Budha, tidak selalu terikat atau mementingkan perayaan. Budha lebih menekankan perenungan, menyendiri dan hidup sederhana. Sebaliknya, kita dapati sebagian filosuf, seperti August Comte, menyiapkan dengan secara lengkap moto-moto dan ritual untuk aliran filsafat yang dibawanya.

Tersisa dua pandangan lagi; pertama, filsafat hidup dalam ruang yang bebas, kedua, agama tidak bisa hidup kalau tidak didukung kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun