Mohon tunggu...
Deny Tri Basuki
Deny Tri Basuki Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang pengelana.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia Berdagang Orang

23 September 2014   17:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:50 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sangat tergelitik dengan postingan beberapa kawan di Facebook yang mengambil tautan dari situs berita online mengenai TKW asal Indonesia yang diperjualbelikan di perbatasan kedua negara di Timur Tengah, yaitu Uni Emirat Arab dan Oman (baca: http://news.detik.com/read/2014/09/21/181638/2696621/10/tkw-indonesia-diperjualbelikan-di-perbatasan-uni-emirat-arab---oman). Mengutip berita tersebut, disebutkan bahwa mereka adalah para TKW illegal yang dipajang untuk dijajakan kepada pelanggan/calon majikan dengan harga sekitar Rp 50-Rp 60 juta untuk bisa dibawa pulang dan dipekerjakan. Disebutkan pula bahwa TKW asal Indonesia paling diminati, Mereka dijajakan layaknya barang dagangan.

Pada bagian lain berita digambarkan juga bahwa Dubes RI untuk UAE, Salman Alfarisi,  sangat risih dan menunjukkan kegeramannya dengan kenyataan tersebut yang disebutnya menurunkan martabat bangsa itu. Dubes terus mencoba aneka jalan agar semua ini bisa dihentikan.

Yang lebih menarik lagi adalah komentar-komentar dari beberapa orang pembaca yang menurut pendapat saya bernada menghujat dan meminta pemerintah untuk melakukan aksi nyata terhadap aksi penjualan TKW itu. Komentar geram masyarakat pembaca seperti itu meskipun sangat keras, emosional, dan tidak sopan, tetap harus disikapi dengan baik. Saya kutip dua diantaranya:

Dutabesar dan Konsul RI di Oman dan UEA anda kerja apa ya ? Perdagangan Manusia didepan hidung anda jelas2 dilarang oleh badan dunia PBB dan anda digaji disana untuk apa ?? Pak MENLU tarik saja Dutabesar yg nggak bisa buat apa2 daripada makan gaji buta !!Masya Allah, Nasionalisme kita sdh dititik Nadir.(patrick kun @satiyooda)

Maling teriak maling! Anda dubes RI adalaah bagian dari pemerintah juga! Harusnya Anda yg menindak dan tidak hanya melihhat dengan geram! Saya geram melihat Anda hanya cuci tangan saja! (Hs1407 @hs1407)

Mencermati berita online tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa di perbatasan ke dua negara tersebut, TKW asal Indonesia telah menjadi korban tindakan perdagangan orang. Perdagangan orang merupakan tindak kejahatan yang sangat keji karena merendahkan harkat dan derajat manusia untuk diekploitasi, dijadikan sebagai komoditas dan dimanfaatkan serta diperah kediriannya. Hal ini bisa terjadi karena manusia itu sendiri memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, seperti tenaga, raga dan rupa dan sebagainya. Para pelaku kejahatan perdagangan orang memahami potensi ekonomi itu, dan untuk meminimalkan resiko mereka cenderung mencari korban yang dinilai memiliki kelemahan dalam mempertahankan diri. Karenanya  korban utama perdagangan manusia adalah kaum perempuan dan anak-anak.

Karena perdagangan orang merusak masa depan para korbannya baik secara fisik maupun kejiwaan, dan kejahatan tersebut bersifat multinasional, maka dunia internasional mengutuk dan melakukan perlawanan terhadap tindak perdagangan orang. Dimotori oleh PBB, United Nations Office on Drugs and Crimes (UNODC), badan dunia tersebut mengesahkan Protokol Palermo tahun 2000 mengenai tindakan mencegah, menindak dan menghukum perdagangan orang, untuk menentang bentuk kejahatan kemanusiaan tersebut. Pada tahun 2008 Indonesia menjadi salah satu negara yang meratifikasi konvensi tersebut dengan menerbitkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sebagai payung hukum penindakan terhadap kejahatan perdagangan orang.

Lalu apa sih yang disebut dengan perdagangan orang? Berdasarkan UU No. 21/2007 perdagangan orang didefinisikan sebagai tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Untuk memahami terjadinya tindak perdagangan orang terhadap seorang korban, kita dapat membuat analisis dengan cara membuat fragmentasi dari definisi tersebut ke dalam tiga unsur, yaitu adanya tindakan (action) berupa:  perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang, dan adanya cara melakukan tindakan tersebut (means): ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, serta tujuannya (purpose), yaitu:  eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Apa yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya perdagangan orang? Siapakah pihak yang harus melakukan pencegahan dan memulihkan korban perdagangan orang? Untuk itu saya menemukan rumusan Karin Grimm, Programme Gender and Security Manager, DCAF Swiss, bahwa untuk melawan perdagangan orang  No single institution may succeed in the eradication of human trafficking and cooperation among various actors is needed. Artinya tidak hanya cukup seorang menteri, duta besar, diplomat, aktifis LSM dapat memberantas dan melawan perdagangan orang. Bahkan para pengeritik yang diwakili kedua orang pembaca tadi juga harus mau diajak untuk ikut melawan perdagangan orang. Perdagangan orang harus dilawan secara beramai-ramai.

Mengapa perdagangan orang harus dilawan secara beramai-ramai? Karena pelaku perdagangan orang melibatkan begitu banyak aktor dalam proses terjadinya tindak kejahatan tersebut. Dan mereka adalah orang disekitar kita, bahkan mungkin diantaranya adalah orang-orang yang dekat dengan kita. Dalam kasus perdagangan orang dengan korban para pekerja migran seperti TKW dalam berita di atas, para pelaku perdagangan orang dapat ditelusuri dalam rangkaian sebagai berikut:

1.Sponsor pekerja migran, berbohong pada calon pekerja mengenai kondisi kerja atau membuat/memberikan dokumen dengan informasi palsu, seperti umur.

2.Agen perekrut tenaga kerja, mengurung calon pekerja dan memaksanya untuk melakukan pekerjaan yang tidak ingin dilakukannya, seperti dijanjikan bekerja sebagai penjaga  took tetapi menjadi pembantu atau pekerja seks.

3.Aparat pemerintah (Ketua RT/RW, Kades/Lurah, Camat, Polisi, Pegawai instansi pemerintah terkait) yang melakukan pemalsuan dokumen, melanggar aturan perekrutan tenaga kerja, membantu melintasi perbatasan secara tidak resmi.

4.Majikan, menyiksa pekerja, menggunakan jeratan utang untuk mengurung pekerja.

5.Orang tua atau kerabat, seperti paman, bibi, sepupu dan bahkan pacar dengan menyetujui pemalsuan umur agar seorang anak bisa segera bekerja, dan memaksa anak bekerja seperti orang dewasa atau sebagai tulang punggung keluarga (sumber: Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak).

Ada banyak cara yang dilakukan oleh beberapa instansi pemerintah, organisasi internasional dan kalangan LSM Indonesia yang peduli terhadap pemberantasan perdagangan orang untuk melakukan upaya melawan tindak pidana perdagangan orang. Pada bulan Mei 2014 bertempat di Mataram, NTB, Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia/Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri RI bekerjasama dengan IOM dan ILO menyelenggarakan “Basic Training on Victim Identification for Consular Officer and Staff” (baca:http://kemlu.go.id/_layouts/mobile/PortalDetail-NewsLike.aspx?l=id&ItemId=f0b48e9e-c403-4133-ac77-7bc0a7229de9). Pelatihan tersebut diadakan untuk melatih  dan membekali para diplomat dan staf konsuler pada kantor perwakilan RI di luar negeri (KBRI, KJRI dan KRI) untuk mengidentifikasi korban perdagangan orang, sebagai pendekatan  baru dan inovatif dalam melawan tindak kejahatan tersebut.

Dalam kerangka upaya untuk memberantas perdagangan orang, dan untuk memberikan pemahaman tentang kejahatan perdagangan orang, masyarakat Indonesia khususnya TKI yang bekerja di Brunei Darussalam, diundang oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bandar Seri Begawan yang bekerjasama dengan Criminal Investigation Department, Royal Brunei Police Force (CID-RBPF) untuk menghadiri Sosialisasi Perdagangan Orang. Kegiatan sosialisasi rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 23 November 2014 bertempat di Pusat Belia, Bandar, pada hari Minggu, 23 November 2014 jam 10.00 s.d selesai.

Kehadiran masyarakat Indonesia dalam kegiatan sosialisasi perdagangan orang sangat diharapkan. Mengkritik dan menghujat tanpa memahami esensi tindak pidana perdagangan orang, dan ikut serta secara aktif untuk memberantasnya adalah kesia-siaan belaka.

Jalan Kebangsaan, Simpang 336-34, Bandar Seri Begawan, 23 September 2014

TKI di penampungan sementara (shelter)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun