Mungkin terbersit di pikiran kita bahwa kakak Yusuf alaihissalam yang jumlahnya 10 orang itu (tanpa Bunyamin) adalah orang-orang jahat yang dikendalikan rasa dengkinya hingga sampai hati 'menghilangkan' adik mereka. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dy dalam kitabnya Badai'ul Fawaid al Mustambathah Min Qisshati Yusuf Alaihissalam menafikan hal itu.
Bukankah dalam mimpinya Yusuf telah melihat 11 bintang, matahari dan rembulan bersujud kepadanya? Para ulama menafsirkan bahwa matahari dan rembulan adalah ayah dan ibunda Yusuf alaihissalam (atau sebaliknya), yakni Ya'qub dan ibu tirinya yang bernama Layya, sedangkan 11 gemintang itu adalah saudara-saudaranya yang 11 orang, termasuk Bunyamin. Permisalan bintang-gemintang itu adalah permisalan yang baik. Bintang adalah perlambang ketinggian dan cahaya, hiasan langit dan penunjuk jalan bagi para musafir. Jadi, 10 saudara Yusuf itu sebenarnya merupakan orang-orang saleh yang tergelincir oleh sebab hasad (kedengkian) terhadap Yusuf.
Penggalan-penggalan dialog Ya'qub bersama anak-anaknya dalam surat Yusuf memberi kita sejumlah pelajaran sehubungan dengan pendidikan keluarga. Peran Ya'qub sebagai ayah diceritakan banyak, sedangkan peran ibu malah tidak ditemukan sama sekali. Ini menunjukkan peran sentral kepala keluarga dalam pendidikan para anggota keluarganya.
Di bagian awal surat, tertera dialog antara Yusuf dan ayahnya perihal mimpi yang ia lihat.
"Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, 'Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya bersujud kepadaku.'"
"Ayahnya (Ya'qub) berkata, 'Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, hingga mereka membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.'" (QS. Yusuf: 2-3)
Tampaknya ada semacam keintiman antara Ya'qub dan Yusuf, sehingga Ya'qub menjadi pihak pertama yang menerima cerita tentang mimpi Yusuf.
Setelah mendengar penuturan anaknya, Ya'qub berpesan agar Yusuf tidak menceritakan kepada saudara-saudaranya perihal mimpi itu. Ia kuatir jika hasad timbul di hati saudara-saudara Yusuf -karena keutamaan yang dimiliki Yusuf---hingga hal itu membuat mereka melancarkan makar dan tipu daya.
Ini adalah firasat seorang ayah. Firasat yang dilandasi pengetahuan akan karakter putra-putranya. Demikianlah pada umumnya seorang ayah sangat paham dan mengerti betul karakter anak-anaknya, karena genetika mereka diturunkan dari dirinya juga.
Dikatakan dalam ayat:
"Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui(nya)." (QS. Al-Baqarah: 146)
"Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah)." (QS. Al-An'am: 20)
Pada kedua ayat di atas disebutkan bahwa ahli kitab sangat mengenal Nabi Muhammad sebagaimana mereka sangat mengenal anak-anak mereka. Bukti penguat dari kedua ayat ini adalah bahwa seorang ayah pasti sangat mengenal ciri fisik dan tabiat anak-anaknya. Sebagaimana dikuatkan pula dalam kisah Yusuf ini betapa Ya'qub sangat hafal bau (aroma) Yusuf (yakni saat didatangkan gamis Yusuf untuk diusapkan ke mata Ya'qub yang telah buta).
Intinya, firasat Ya'qub bukanlah prasangka buruk yang tidak disertai alasan dan bukti, melainkan memang didasarkan pengetahuannya selaku ayah.
Meski firasatnya tajam dan kelak terbukti, Ya'qub masih menisbahkan muasal dosa itu kepada setan. Sama dengan perkataan Yusuf nanti yang menisbahkan kekeruhan antara dia dan saudara-saudaranya itu kepada setan.
Memang kakak-kakak Yusuf yang jumlahnya 10 orang itu menyebut kelompok mereka sebagai 'ushbah' (kelompok yang kuat, solid, bisa dibanggakan). Lafal yang digunakan dalam Al-Qur`an adalah 'ushbah, bukan jama'ah. Ingat kata 'ta'ashub' yang masih satu akar dengan kata 'ushbah yang berarti 'fanatisme kelompok'.
"Ketika mereka berkata, "Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah satu ushbah (golongan yang kuat). Sungguh, ayah kita sangat-sangat keliru." (QS. Yusuf: 8)
Dengan adanya kebanggaan kelompok itu maka kemungkinan munculnya hasad sangat besar. Mereka menilai mereka lebih berhak disayang dan diberi perhatian. Dalam hal ini, Ya'qub, menurut mereka, sangat-sangat keliru.
"Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tercurah kepadamu, dan setelah itu jadilah kalian menjadi orang-orang yang saleh."
Yakni, kata Syaikh Sa'dy, bertaubatlah kalian.
Jadi mereka mencari wajah atau perhatian ayah mereka Ya'qub (yakhlu lakum wajhu abikum). Karena perhatian ayah bagi mereka sangatlah berharga.
Untuk itu mereka sudah berembuk akan menghilangkan Yusuf atau menjauhkan Yusuf dari Ya'qub, meski caranya tergolong jahat.
"Seorang di antara mereka berkata, 'Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi jebloskan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian rombongan musafir, jika kamu hendak berbuat.'"
Yakni guna meringankan dosa. Daripada membunuh yang jelas merupakan dosa besar masih lebih ringan jika Yusuf dibuang saja ke sumur tua di jalur jalan padang pasir, di mana biasa melintas banyak rombongan musafir.
Penggalan dialog kedua adalah antara Ya'qub dan ke-10 kakak Yusuf.
"Mereka berkata, 'Wahai ayah kami! Mengapa engkau tidak memercayai kami akan Yusuf, sedang kami semua sungguh-sungguh menginginkan kebaikan baginya?'"
Ini alasan pertama mereka guna menghilangkan keraguan dan kekuatiran dalam diri Ya'qub.
"Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia bersenang-senang dan bermain-main, dan kami pasti menjaganya."
Ini alasan kedua yang mereka ajukan. Tujuannya menguatkan alasan yang pertama. Ya'qub tentu lega hati jika Yusuf, buah hatinya, senang dan bahagia bermain-main. Bukankah jika Yusuf senang engkau, ayah, juga turut senang? Yusuf waktu itu masih tergolong anak kecil yang suka bermain-main. Dan tak usahlah engkau kuatir karena kami, kakak-kakaknya, menginginkan kebaikan untuknya (lanasihun) dan akan sangat menjaganya (lahafizhun).
"Dia (Ya'qub) berkata, "Sesungguhnya kepergian kamu bersama dia (Yusuf) sangat menyedihkanku dan aku kuatir dia dimakan serigala, sedang kamu lengah darinya.'"
Ini jawaban Ya'qub. Lafal 'layahzununi' (akan membuatku bersedih) bertepatan sekali dengan kondisi psikologis yang kelak ia alami setelah peristiwa hilangnya Yusuf. Dan beliau takut jika Yusuf dimangsa srigala (wa akhafu an ya'kulahu adz-dzi'bu), sedangkan kalian meski kuat bisa saja lengah dan lalai. Dalam jawabannya, Ya'qub menggabungkan lafal huzn (sedih akan masa lalu) dan khauf (cemas akan kejadian di masa datang).
"Mereka berkata, 'Bagaimana pula dia akan dimakan serigala, padahal kami adalah 'ushbah (kelompok yang kuat), jika demikian tentulah kami menjadi orang-orang yang merugi.'"
Sekali lagi mereka menekankan kebanggaan diri sebagai 'ushbah. Kalau sampai Yusuf dibawa lari serigala maka betapa tidak bergunanya kami. Betapa kami tidak bisa diharapkan.
Setelah mereka memaparkan kepada ayah mereka sebab-sebab yang memungkinkan Yusuf diizinkan pergi bersama mereka dan tiadanya faktor penghalang, maka Ya'qub pun berlapang hati untuk melepas Yusuf. (bersambung, insya Allah)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI