Nuh alaihissalam sebagai ayah yaitu dalam Surat Hud (Surat 11) ayat 42 hingga 47. Adapun sebagian besar kisah rasul pertama itu isinya adalah deskripsi penentangan kaumnya terhadap dakwah beliau dan itu sudah sangat masyhur. Â Dalam Surat Nuh secara khusus diungkap curahan hati Nabi Nuh kepada Allah Ta'ala tentang cara-cara yang telah beliau lakukan guna membujuk kaumnya agar beriman, selama 950 tahun.
Hanya ada sedikit fragmen tentang kisahAllah sendiri menyifati kaum Nuh sebagai kaum yang paling zalim dan paling melampaui batas (azhlama wa athgha) (An-Najm: 52), fasik (Adz-Dzariyat: 47), Â dan jahat (Al-Ambiya: 77). Mereka menyebut Nuh sebagai 'orang gila' (Al-Qamar: 9), menudingnya sebagai orang yang mencari kedudukan dan kehormatan (An-Nur; 24), memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak punya kelebihan, hanya diikuti orang-orang kampungan yang lekas percaya, sekaligus pembohong (Hud: 27).
Banjir besar adalah klimaks dalam sejarah dan biografi Nabi Nuh alaihissalam. Peristiwa itu merupakan pemisah antara mukmin dan kafir, antara yang selamat di atas kapal dan yang celaka ditenggelamkan.
Ayat ke-42 Surat Hud menggambarkan dahsyatnya banjir bandang itu: "Dan kapal itu berlayar mengangkut mereka di antara gelombang-gelombang besar laksana gunung." Saking besar dan tingginya pergerakan air yang mengucur dari langit dan semburat dari bumi.
Dalam kata-kata Al-Baghawi: "Gelombang itu adalah air yang meninggi lantaran kerasnya tiupan angin, hingga seperti gunung yang besar menjulang."
Wa naada Nuhu ibnahu, dan Nuh memanggil anaknya. Ibnu Katsir menyebut namanya adalah Yam, anak Nuh nomor empat. Sedangkan Al-Baghawi mengatakan namanya Kan'an. Beliau juga menukil riwayat Ubaid bin Umair bahwa nama anak itu adalah Sam.
Wa kaana fi ma'zilin, sedang anaknya itu ada di tempat terpencil. Yakni terpencil posisinya dari kapal.
"Wahai anakku, naiklah ke atas kapal bersama kami dan jangan kamu bersama orang-orang kafir!"
Lafal yang digunakan Nabi Nuh saat memanggil anaknya naik ke atas kapal adalah 'ya bunayya' yang dalam bahasa Arab merupakan panggilan yang paling santun dari seorang ayah kepada anaknya.
Naik ke dalam kapal ini merupakan garis pemisah, anaknya harus memilih dengan siapa ia akan bergabung: bersama orang beriman atau bersama orang kafir? Bukan itu saja, pilihan ini juga dibarengi risiko yang pasti: nyawa. Â Bergabung bersama orang beriman berarti selamat, bergabung bersama kafir berarti tenggelam.
Anaknya menjawab,"Aku akan berlindung ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!"