Ayah adalah sosok yang secara bawaan paling dicintai anak. Dua ayat berikut merupakan dalil betapa ikatan emosional terkuat yang dimiliki manusia adalah kepada ayahnya:
Artinya: "Engkau (Nabi Muhammad) tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhir saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun mereka itu ayahnya, anaknya, saudaranya, atau kaum kerabatnya." (QS. Al-Mujadalah: 22)
Ayat di atas menempatkan 'ayah' dalam urutan pertama orang yang dikasihsayangi. Setelah itu menyusul: anak, saudara dan kaum kerabat seseorang.
"Katakanlah: 'Jika ayah, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At-Taubah: 24)
Ayat di atas juga menyebut 'ayah' sebagai pihak pertama yang paling dicintai seseorang, sebelum anak, saudara, istri, kaum keluarga, harta, usaha dan tempat tinggal. Semua perkara yang dicintai ini merupakan tandingan bagi cinta seseorang kepada Allah, Rasul dan jihad.
Cinta dan ikatan emosional kepada perkara-perkara di atas sebenarnya merupakan fitrah atau jibillah (bawaan) manusia -yang dibolehkan (mubah) namun menjadi tidak syar'i dan tercela manakala kadarnya melebihi cinta kepada Allah, Rasul dan jihad.
Terjemahan ayat di atas kami modifikasi sedikit karena teks-teks terjemahan resmi biasanya menggunakan kata 'bapak' yang semakna dengan kata 'ayah'.
"Apabila kamu telah menyelesaikan manasik (rangkaian ibadah) haji, berzikirlah kepada Allah sebagaimana kamu menyebut-nyebut ayah-ayah kalian, bahkan berzikirlah lebih dari itu." (QS. Al-Baqarah: 200)
Lafal 'aba-akum' sering diterjemahkan sebagai 'nenek moyang kalian' -maksudnya adalah ayah-ayah kalian. Karena orang Arab adalah masyarakat paternalistik. Nasab mereka disandarkan pada garis keturunan ayah.
Ayat mensinyalir adanya sifat berbangga orang Arab terhadap ayah-ayah mereka.