Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Solusi Pendidikan Fitrah

27 Maret 2023   13:28 Diperbarui: 11 Januari 2024   08:41 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak mungkin memindahkan uraian Ustadz Abdul Khaliq seluruhnya ke dalam tulisan ini. Tetapi tiga tahap krusial dalam teori pendidikan fitrah kurang lebih adalah sebagai berikut:

Thufulah disebut juga masa kanak-kanak. Pada masa ini imajinasi anak sangat kuat, egosentrisme juga sangat tinggi. Karenanya anak harus dipuaskan egosentrismenya dengan memberinya kebebasan dan kebahagiaan yang optimal di masa kecil.

capture-one-png-64336aee4addee4f7428b173.png
capture-one-png-64336aee4addee4f7428b173.png
Masa tamyiz adalah ketika anak tidak lagi dikuasai imajinasi. Akalnya sudah bisa membedakan mana yang khayal dan mana yang kenyataan. Ia sudah tahu mana yang baik dan yang buruk. Pada tahap usia ini kecenderungan egosentrisnya bergeser ke arah sosiosentris, anak sangat membutuhkan dan menikmati pergaulan sosial.  Fase murahaqah disebut juga masa pra-dewasa atau pra-baligh. Baligh kita ketahui adalah pertanda fisik di mana seorang anak manusia memasuki usia dewasa. Pada anak laki-laki ditandai dengan mimpi basah sedangkan anak perempuan dengan menstruasi.

Pada fase murahaqah seyogyanya anak sudah mengetahui potensi bakatnya sehingga ketika baligh nanti ia memiliki kemandirian ekonomi. Ia sudah belajar mencari nafkah dan penghidupan pada bidang yang memang sangat ia kuasai (bakatnya). Semua itu ditopang dengan keimanan yang sudah tumbuh berakar dan  kemandirian belajar.

Jika anak sudah baligh (katakanlah pada usia 15 tahun) namun imannya masih belum tumbuh, masih malas salat, tidak santun kepada orang tua, melakukan perkara-perkara yang dilarang agama, maka ia membutuhkan pemulihan atau recovery. Ia butuh pengulangan proses, yang merupakan hutang pengasuhan. Proses recovery keimanan harus dilakukan dengan mengedepankan ‘bahasa cinta’ bukan ‘nasehat’ (bahasa lisan) atau ketegasan (hukuman, sanksi fisik). Inilah rahasianya maka anak-anak usia SMP dan SMA yang dinilai ‘nakal’ dan ‘menyimpang’ tidak mempan dinasihati. Iman mereka belum tumbuh.

Nasihat hanya efektif untuk orang yang imannya sudah tumbuh (namun kurang ilmu). Jika iman tidak ada alias nihil, maka ceramah dan daurah sebagus apapun tidak akan kena. Apalagi jika anak malah dihukum, misalnya dengan membaca Al-Qur`an atau bersih-bersih (tidak nyambung dengan kesalahannya). Atau justru ditegasi, misal dengan dipukul atau dimarahi – dijamin anak minggat, makin nakal dan berulah.

Imannya harus ditumbuhkan terlebih dahulu. Untuk itu anak harus dibuat cinta kepada figur pendidiknya atau figur orang tuanya. Pendidik dan orang tua harus memperlakukan anak dengan bahasa cinta tanpa syarat. Anak bermasalah sering merasa tidak disayangi atau diperhatikan atau tidak diakui eksistensi dan kelebihannya.

Karena itu penumbuhan iman dilakukan dengan mendekatkan anak dengan figur pendidik: ia merasa dipahami dan dicintai. Jika ia sudah dekat dan percaya pada pendidik maka apapun yang dicintai pendidiknya akan ia lakukan tanpa diminta. Pendekatannya benar-benar ‘bahasa hati’ bukan verbalisme atau sanksi.

Adapun bahasa cinta itu berupa: apresiasi (pujian dan penguatan verbal), sentuhan fisik, kebersamaan (quality time), pelayanan dan pemberian hadiah. Kecurigaan (mistrust) harus dibuang jauh-jauh. Anak-anak perlu diberi kepercayaan penuh. Menumbuhkan cinta dan rasa percaya serta kenyamanan anak merupakan gerbang bagi pemulihan keimanannya.

Wallahu a’lam bis shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun