Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Keindahan Makna Sayyidul Istighfar (2)

19 September 2021   07:07 Diperbarui: 19 September 2021   07:15 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

A’udzu bika min syarri maa shana’tu.

Selanjutnya si hamba beristi’adzah atau meminta perlindungan dari keburukan amal perbuatannya sendiri. Ia sadar bahwa perbuatannya bisa berakibat buruk terhadap dirinya sendiri. Dan tidak ada yang sanggup memberi perlindungan dari akibat buruk itu selain Allah, Tuhannya.

Perbuatan manusia  bisa mengakibatkan terjadinya keburukan di dunia dan di akhirat. Baik perbuatan itu disengaja atau tidak disengaja. Bahkan perbuatan yang lahirnya baik ternyata bisa saja berakibat buruk di belakangan hari, lantaran nalar dan pengetahuan manusia yang terbatas.

Atau suatu perbuatan disangka si hamba sebagai kebaikan ternyata di mata Allah hakikatnya adalah keburukan yang berimbal balik keburukan pula di dunia dan/atau di akhirat. Untuk inilah si hamba memohon perlindungan kepada Allah agar tidak terkena balasan atau musibah yang menyengsarakan.

Padahal saat berbuat itu ia berada dalam ikatan janji dengan Tuhannya. Namun lantaran kelemahan hati dan akalnya, serta bawaan tabiatnya yang lalim dan bodoh, maka si hamba berkecendrungan melanggar ikatan janji tersebut.

Abu’u laka bi ni’matika alayya.

Aku mengakui kenikmatan yang Kau berikan kepadaku.

Pengakuan selanjutnya adalah pengakuan akan nikmat yang begitu banyak, yang belum sempat disyukuri bahkan mustahil disyukuri seluruhnya, lantaran terlalu banyak.

Mustahil membalas nikmat yang diberikan Allah, lantaran nikmat Allah itu tak terhingga. Bagaimana pula membalas sesuatu yang jumlahnya tak terhingga? Darimana modalnya?

Kalau bersyukur dimaknai sebagai tha’atul mun’im (menaati sang Pemberi Nikmat), seberapa murni dan mulus ketaatan itu? Pasti ketaatan itu penuh cacat dan kekurangan di sana sini.

Karenanya, pengakuan atas nikmat Allah itu saja sudah yang paling minim harus dilakukan.

Wa abu’u bi dzambi.

Dan aku mengakui dosaku.

Pengakuan berikutnya adalah pengakuan atas dosa yang dilakukan. Pengakuan ini menandakan adanya kejujuran dan keinginan untuk berubah. Bersama dengan pengakuan itu terselip harapan agar ada pengampunan dan bebas dari hukuman.

Faghfirlii.

Maka, ampunilah aku.

Inilah inti permohonan dari sayyidul istighfar. Diampuni, dikasihani, dan dibebaskan dari hukuman. Setelah rangkaian pengakuan demi pengakuan di atas. Pengakuan keesaan, kebesaran dan kemahakuasaan Allah. Pengakuan kelemahan dan kerendahan diri si hamba. Ujung-ujungnya ialah pemintaan ampun dari dosa yang dilakukan.

Fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa Anta.

Karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau.

Semua permohonan ampun bermuara pada putusan Allah. Allah semata.

Saat berbuat atau beramal seorang hamba bisa jadi menduakan Allah, atau menyetukutukan-Nya, secara sadar atau tidak sadar. Bisa jadi ia takut kepada selain Allah, mencari keridhaan selain Allah, mencari pujian dan sanjungan dari selain Allah, dan seterusnya.

Akan tetapi ketika saatnya memohon ampun dia tidak punya tuhan yang lain atau pihak lain.

Ia hanya memohon ampun kepada Rabb dan Ilah yang haq. Yang menciptakannya sejak awal mula. Rabb yang dengan-Nya si hamba punya ikatan janji.

Hubungan ini sangat pribadi. Langsung. Tanpa perantara. Semua tergantung Allah. Maka besar harapan dan besar kemungkinan setelah rentetan pengakuan yang jujur sebelumnya, permohonan ampun ini dikabulkan.

Dengan itu, si hamba terbebas dari siksa dan melenggang dengan tenang ke dalam surga.

Wallahu a’lam bis shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun