Sementara ada yang fobi terhadap segala yang berbau 'syariat' dan menghasung orang agar menggunakan 'akal sehat' -- para dukun bergerak dengan leluasanya di dunia nyata dan di media sosial.
Negeri Indonesia adalah negeri 1.000 dukun. Kata 'seribu' merupakan representasi dari jumlah yang sangat banyak. Artinya, jumlah dukun di Indonesia sangat mungkin lebih dari seribu akan tetapi mereka belum didata Biro Statistik.
Ini belum termasuk para penghobi tapa brata dan para pemburu benda keramat yang masih dalam taraf belajar (menyembah setan).
Ribuan atau bahkan mungkin jutaan orang awam datang kepada para dukun untuk berbagai keperluan. Mereka tidak sanggup berobat ke dokter karena tidak sanggup membayar jasa medis, rumah sakit dan obat-obatan maka mereka berobat kepada para dukun.
Mereka frustasi karena selama hidup dirundung kemiskinan dan kesusahan plus  jauh dari Allah -- maka larilah mereka kepada para dukun. Prosesnya disebut pesugihan.
Yang jatuh cinta kepada perempuan namun bertepuk sebelah tangan mencari cara instan agar sang pujaan hati mau menerima cintanya, meski umpamanya dompet dan tampangnya pas-pasan. Mereka segera mencari dukun terdekat, minta solusi via jampi-jampi dan jimat. Prosesnya disebut pengasihan.
Yang ingin terkenal, masyhur, rezeki berlimpah, berwibawa dan lain sebagainya merelakan tubuhnya ditanam susuk.
Yang hasad dan menyimpan dendam mengorder teluh dan santet untuk menghajar orang yang ia benci dan musuhi.
Yang mobil atau barangnya hilang menemui mbah kyai, agar khadam pak kyai bisa kasih info di mana posisi barang itu berada.
Yang ingin dagangannya laris memasang tulisan dan rajah di tembok yang isinya ternyata merupakan doa dan pemujaan kepada jin-jin tertentu.
Yang ingin menang pilkada, ziarah ke kubur mana dan menemui orang sakti agar dapat tuah dan simpati.
Yang menggelar konser atau acara di ruang terbuka mengundang pawang hujan yang dengan ritual-ritual tertentu konon bisa menghalau awan.
Yang tidak puas dengan bangsa manusia, kawin dengan siluman ular yang katanya lebih cantik dari wanita mana pun juga.
Ribuan atau bahkan mungkin jutaan orang awam datang kepada para dukun untuk berbagai keperluan. Para dukun itu disebut 'orang pintar' sehingga para dosen dan profesor di perguruan-perguruan tinggi layak cemburu dan sakit hati.
Ilmu sihir yang haram dan musyrik itu diberi nama yang bagus dan tampaknya islami: ilmu hikmah.
Padahal di belakang mereka para dukun itu adalah para khadam, jin dan setan. Sehingga pada hakikatnya orang-orang yang datang kepada para dukun sebenarnya sedang mencari solusi kepada jin dan setan tersebut. Â
Sayangnya meski dukun dan orang sakti berlimpah, Indonesia tidak pernah lepas dari krisis ekonomi. Â Bahkan para dukun zaman dulu yang harusnya lebih sakti tidak sanggup mengusir penjajah Belanda dan Jepang dari bumi Nusantara ini.
Indonesia memang dikuasai setan dan jin.  Bangsa kita menyembah berbagai-bagai tuhan selain Allah: kuburan, orang mati, Ratu Kidul, Joko Belek, pohon angker, siluman, dan lain-lain. Iman mereka simpang siur. Benar kalau dikatakan Pancasila itu tidak ada dalam kenyataan, khususnya  sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tidak ada satu regulasi pun yang ditegakkan untuk memberantas praktik perdukunan ini, praktik yang tidak selaras dengan akal sehat dan tidak berketuhanan yang Maha Esa. Apalagi jika yang dipraktikkan adalah tindak kejahatan seperti pembunuhan via santet, menceraikan suami istri, penggasakan uang via tuyul dan babi ngepet.
Mestinya ada perangkat hukum juga yang mengatur konten perdukunan di Youtube, Facebook dan lain-lain.
Pernah saya menonton satu video di Youtube yang saya kira adalah video motivasi untuk berwirausaha. Ternyata ujung-ujungnya si pembawa acara menawarkan aneka benda keramat yang bisa ditebus dengan mahar dalam jumlah tertentu.
Ada dukun wanita yang luar biasa banyak pasiennya, jelas-jelas ia menggunakan bantuan genderuwo dan kuntilanak. Apakah ini lantaran Pemerintah tidak bisa memberi solusi terhadap banyak permasalahan rakyat, hingga rakyat meminta solusi kepada kuntilanak dan genderuwo?
Mungkin Pemerintah tidak salah, akan tetapi siapa yang bertanggung jawab jika iman rakyat ternyata kropos sehingga yang kaya dan sejahtera pun tetap saja percaya klenik dan mistik? Bagaimana membina iman rakyat agar kuat dan sehat? Siapa yang bertanggung jawab dalam hal ini?
Bagaimana mau maju secara intelektual jika dukun-dukun bekerja mempromosikan mistik dan irasionalitas? Â Mereka mengacak-ngacak syariat dan akal sehat dengan nyaman di negeri ini tanpa batasan dan halangan yang berarti.
Bagaimana berkah mau turun dari langit  dan tumbuh dari bumi, jika berkah itu datangnya dari Allah sedangkan bangsa Indonesia yakin, percaya dan meminta pertolongan kepada selain Allah?
Di negeri 1.000 dukun, kuntilanak dan genderuwo ketawa-ketiwi. Mereka cekikikan melihat manusia mau diadu domba dan dikerjain. Lumayan, kata mereka, ada tambahan teman, di neraka jahannam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H