Mungkin karena setiap karakter dan para penontonnya juga tumbuh bersama lagu tersebut sehingga tanpa sadar akan ikut berdendang ketika lagu itu diputar.
Sayangnya lagu "Mencoba Pergi" yang dinyanyikan Tiara Effendy terasa kurang mengena meski ditampilkan di adegan klimaks. (Dan bagi penulis pribadi, sekilas lagu ini memiliki taste yang sama dengan lagu "Tak Terbaca" milik grup band Juicy Luicy)
Karena berlabel film adaptasi buku dan bukan berdasarkan, Bene Dion bisa bebas berkreasi namun tetap berkiblat pada novel bestseller tersebut.Â
Misalnya jika di novel Gala dan Bara berpacaran selama 13 tahun, di film dipangkas jadi 8 tahun saja (karena di masa sekarang sudah jarang sekali dan rasanya sulit diterima bila ada yang berpacaran di atas 10 tahun).
Karakter sahabat Gala yang ditampilkan di film juga hanya Nandi dan Sydney (minus Detira yang muncul di buku). Konflik yang dibawa di film pun adalah dendam pribadi Gala kala mengetahui Sang Mantan telah bertunangan.Â
Tak seperti di buku dimana Gala panik karena takut dilangkahi oleh adiknya yang kebelet kawin (bahkan di film, Gala diperlihatkan seperti anak tunggal).
Selain itu bila di buku Ganjil Genap cerita berakhir dengan open ending, di akhir filmnya kita justru diperlihatkan open ending yang mengarah ke happy ending, tinggal bagaimana para penonton menafsirkannya saja.
Ganjil Genap juga membawa pesan-pesan moral seperti pentingnya support system seperti keluarga dan sahabat yang selalu mendukung dalam situasi apapun, bagaimana cara berdamai dengan masa lalu dan dengan keadaan saat ini, dan tentunya beberapa pesan dalam menjalin hubungan yang bisa dimengerti jika menyaksikan langsung film ini.
Kesimpulannya, Bene Dion berhasil menterjemahkan Ganjil Genap ke layar lebar dengan cukup apik meski tak bisa dibilang sempurna.Â