6. Etika memberi dan menerima angpau
Membagikan angpau adalah salah satu tradisi wajib saat Imlek. Biasanya angpau diberikan oleh anggota keluarga yang sudah menikah kepada anggota keluarga lain yang belum menikah seperti anak, keponakan atau saudara sepupu.
Selain menjadi simbol rejeki, angpau juga menjadi simbol doa dan harapan bagi penerima maupun pemberi angpau agar dilimpahkan berkah baik dalam karir, pekerjaan atau keuangan. Yang belum menikah segera bertemu jodohnya. Yang belum punya anak segera diberi momongan. Selalu diberi kesehatan, kemakmuran, dan sebagainya.
Jadi, syarat wajib bagi pemberi angpau adalah sudah menikah. Lalu bagaimana jika sudah berumur tapi belum menikah entah karena nasib, takdir atau pilihan hidup. Apakah tetap menerima angpau, atau boleh memberi angpau.
Saya akan menjelaskannya dengan bercerita sedikit pengalaman pribadi. Terakhir saya "panen angpau" itu adalah sedekade silam, tepatnya Imlek tahun 2013 dimana saya masih berusia 22 tahun! Saat itu saya banyak dapat angpau dari orang tua, saudara dan tetangga di hari Imlek, bahkan beberapa hari setelahnya.
Setelah itu, di tahun-tahun berikutnya jumlah angpau yang saya dapat berkurang sampai di momen saya sudah tidak mendapatkan angpau lagi di Imlek tahun ini, dimana saya sudah berusia 32 tahun dan juga belum kunjung menemukan jodoh.
Lalu apakah saya masih boleh menerima angpau? Atau saya seharusnya sudah bisa memberi angpau?
Jawabanya YA dan TIDAK.
Saya bisa dan boleh-boleh saja memberi angpau ke orang tua atau ke keponakan saya dengan catatan tidak menggunakan angpau atau tidak memasukannya ke amplop merah tersebut (karena belum menikah). Jadi cukup selipkan ke tangan sebagai salam tempel saja.
Saya sebenarnya juga masih boleh menerima angpau. Karena jika ditolak tentu tidak enak hati dengan si pemberi, namun jika diterima sama saja seperti tidak tahu diri. Bagi saya pribadi, ketika usia sudah mencapai 25 ke atas rasanya malu jika masih menerima angpau. Karena di usia tersebut kita seharusnya sudah bisa memberi angpau.