Suku Batak sebagai suku asli yang mendiami kawasan Toba dan sekitarnya memiliki beragam kuliner khas yang otentik, salah satunya Naniura atau sashimi khas orang Batak. Olahan ikan ini tidak dimasak dengan cara digoreng atau direbus tetapi dimatangkan dengan proses pengasaman dan diberi bumbu.
Karena mayoritas penduduknya nonmuslim, Toba juga memiliki kuliner berbahan dasar babi dan darah seperti Saksang, Babi Panggang Karo (BPK), dan Manuk Napinadar. Belum lengkap, masih ada olahan lezat lainnya seperti Mie Gomak, Lappet, Daun Ubi Tumbuk dan Sambal Andaliman.
Suku Batak juga memiliki Tuak, minuman fermentasi yang dikenal sebagai birnya orang batak yang sering dikonsumsi sambil bernyanyi diiringi petikan gitar.
Tak hanya itu, Danau Toba juga memiliki kopi yang khas mulai dari Kopi Sidikalang, Kopi Mandailing, Kopi Sipirok, Kopi Tarutung hingga Kopi Lintong.
Dengan kekayaan khasanah kulinernya, tentunya sajian dalam sepiring penuh cita rasa menjadi media yang tepat untuk mempromosikan Wonderful Indonesia lewat Danau Toba.Â
Di kota besar dimana mayoritas suku Batak tinggal biasanya ada banyak Lapo (rumah makan khas Batak) yang menjual berbagai macam kuliner khas Toba.
Akan tetapi, Lapo identik dengan kuliner nonhalal. Tentunya jika ingin menjangkau pangsa pasar yang lebih luas, membangun lapo dengan mengedepankan kuliner halal sangatlah tepat. Demi menjangkau anak-anak muda seperti milenial dan generasi Z, kuliner khas Toba juga bisa dibuat level up.
Misalnya dalam sebuah ajang pencarian bakat memasak beberapa waktu lalu, kontestan diminta oleh Sandiaga Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang hadir sebagai bintang tamu, untuk memasak Naniura.
Naniura yang disajikan bukan hanya tetap otentik, namun juga diberi olahan tambahan dan sentuhan yang lebih modern layaknya hidangan resto bintang lima. Bukan tak mungkin olahan lain seperti Mie Gomak, Natinombur dan Ikan Arsik juga bisa dibuat dengan lebih modern dan level up.