Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Bohemian Rhapsody", Biopik Tanpa Arah dan Tujuan

7 November 2018   08:48 Diperbarui: 7 November 2018   15:53 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biseksual (sumber: www.mirror.co.uk)

Lagu Bohemian Rhapsody yang cerita pembuatannya sangat singkat, bahkan tidak dinyanyikan sampai selesai meski namanya sudah didompleng untuk judul film. Hampir lupa, lagu ini awalnya bukan berjudul Bohemian Rhapsody, tapi itu juga tak dijelaskan sama sekali.

Selain itu, diceritakan jelang persiapan konser Live Aid, Freddie menyadari dirinya telah mengidap AIDS. Faktanya, Freddie baru dinyatakan positif mengidap AIDS dua tahun setelah Live Aid, tepatnya pada 1987.

Masih banyak kesalahan faktual yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Apa mau dikata, Bohemian Rhapsody tetaplah produk Hollywood yang "harus" dilengkapi dengan bumbu drama khasnya. Dan mereka berusaha "membungkusnya" dengan sebaik mungkin, meski rasanya sangat mengecewakan.

The King, or The Queen? (sumber: www.express.co.uk)
The King, or The Queen? (sumber: www.express.co.uk)
Film ini hanya tertolong oleh dua hal: lagu-lagu Queen dan talenta seorang Rami Malek. Untuk lagu-lagu Queen, rasanya tak ada yang lebih indah dibanding bernostalgia mendengarkan lagu "Crazy Little Thing Called Love", "Killer Queen", "Radio Ga Ga", "Hammer to Fall", "I Want to Break Free", "We Will Rock You", "Under Pressure", "Don't Stop Me Now" sampai "Another One Bites the Dust".

Jangan lupakan "We Are The Champions" yang menjadi puncak dan konklusi epik dari film ini. Suasana konser Live Aid dengan sound menggema membuat penonton seolah berada di Wembley, ikut bernyanyi bersama Freddie, merasakan atmosfernya dan menitikkan air mata. 

Berkat lagu-lagu Queen yang legendaris, Bohemian Rhapsody tertolong dari label film datar tanpa emosi. Bayangkan bagaimana jadinya jika biopik ini menceritakan grup band lain yang tidak setenar Queen.

Kedua, penampilan Rami Malek sebagai Freddie Mercury layak diacungi jempol. Meski secara fisik tidak menyerupai Freddie (jika dibandingkan Lee, Hardy dan Mazzello yang seperti doppelganger dari May, Taylor dan Deacon), Malek berhasil menerjemahkan rasa kesepian, kesedihan, ambisius dan frustrasi dari sosok Dewa Rock yang mencoba tetap tegar tersebut.

Demi totalitas memerankan Freddie, Malek sampai berlatih musik, vokal dan melatih gerak tubuhnya agar secara gestur, mimik dan gaya bicaranya menyerupai sosok rockstar yang beraksi di atas panggung. Dengan gigi prostetik serta kumis tebalnya, sosok Freddie Mercury seperti hidup kembali.

Freddie and Mary (sumber: www.glamour.com)
Freddie and Mary (sumber: www.glamour.com)
Lupakan fisik dan wajah Malek yang tidak mirip dengan Freddie. Dia berhasil memerankan sosok yang tabu dan intim itu dengan sangat baik. Persetan dengan kemiripan fisik! Ashton Kutcher saja gagal memerankan Steve Jobs meski cukup identik, dan rasanya Michael Fassbender melakukannya dengan lebih baik.

Karakter lain yang mencuri perhatian adalah Lucy Boynton. Meski terkesan datar di awal, namun chemistry yang dibangun bersama Rami Malek cukup menyayat-nyayat hati dan mengaduk-aduk emosi penonton.

Ditambah backsound lagu "Love of My Live" yang dinyanyikan di beberapa adegan, kita dikenalkan pada sosok cinta sejati Freddie Mercury.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun