***
Dangkal!
Itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana buruknya Bohemian Rhapsody. Dengan materi band legendaris yang setiap lagunya adalah masterpiece dan hits sepanjang masa, bahkan ditambah sosok Freddie Mercury yang kontroversial sekaligus loveable, film ini dibuat dengan sangat cetek dan standar. Sangat mengecewakan!
Boleh dibilang, biopik ini seperti tak punya arah dan tujuan. Jika ingin menceritakan perjalanan grup band Queen, penggambarannya kurang dalam. Sosok May, Taylor dan Deacon hanya seperti sebuah "tempelan". Kalaupun ingin mengisahkan kehidupan Freddie, mereka hanya mampu menyentuh bagian "permukaan"-nya saja.
Memang sulit mengatur durasi jika memang ingin menceritakan kehidupan dan perjalanan empat orang sekaligus (meski ketiga lainnya hanya tempelan). Wajar saja bila Sacha Baron Cohen yang awalnya diplot sebagai pemeran utama dan ingin biopik ini mengisahkan tentang Freddie Mercury saja, mundur karena perbedaan visi.
Penggambaran kelainan seksual Freddie juga tak diceritakan secara gamblang. Yah, itu juga karena lembaga sensor kita yang memotong adegan tabu tersebut meski sejatinya itu akan menguatkan motif dan latar belakang cerita.Â
Jadilah penonton kembali dipaksa menelan "mentah-mentah" kenyataan bahwa Freddie Mercury seorang gay, terutama penonton dari generasi yang tidak mengenal Queen.
Dosa lain dari Bohemian Rhapsody adalah banyaknya kesalahan faktual, atau cerita yang tidak akurat meski sudah dilabeli "based on a true story". Contohnya, Freddie adalah vokalis kedua grup band Smile (cikal bakal Queen), bukan pengganti vokalis utama seperti yang digambarkan di film.
Contoh lain, dan beberapa di antaranya sangat fatal, adalah tak ada cerita awal mula terbentuknya Queen serta alasan mengapa mereka menggunakan nama tersebut (hey, bukankah ini film tentang "Queen"?).Â