Apa jadinya jika aktor dan aktris besar dan potensial berkumpul jadi satu? Akankah menjadi sebuah tontonan berkualitas, atau hanya sekedar menjadi karya untuk menunjukkan sisi lain dari para artis tersebut? Tentunya tanpa memberi atensi pada penonton apakah mereka puas menikmatinya atau tidak.
Sayangnya kala menyaksikan Gringo (2018), dengan berat hati film ini termasuk dalam kategori kedua. Nama-nama tenar seperti Charlize Theron, David Oyelowo, Thandie Newton sampai Amanda Seyfried tak mampu menyelamatkan film tanpa arah ini. Alhasil selama kurang lebih 1 jam 50 menit penonton dibuat kebingungan dalam mencerna ceritanya.
Lalu bagaimana kisah dari Gringo, yang dalam bahasa Spanyol artinya bukan orang Latin atau Hispanik ini?
***
Masalah kian pelik karena muncul rumor bahwa perusahaannya akan melakukan merger dan Harold akan menjadi karyawan yang terkena dampak perampingan. Richard yang picik mencoba mengirim Harold untuk mengawasi produk terbaru di Meksiko yang ternyata berbahan dasar ganja. Akan tetapi, Harold yang menyadari ada yang tak beres berusaha menjebak kedua bosnya. Di sisi lain, kartel narkoba yang dendam pada Richard berusaha untuk menculik Harold.
Richard yang frustrasi menghubungi Mitch (Sharlto Copley) yang mantan tentara bayaran untuk menyelamatkan Harold. Namun kejadian-kejadian tak terduga turut membawa mereka pada situasi yang tak terbayangkan. Mulai dari dikhianati sahabat sendiri, pasangan yang berselingkuh, diburu agen DEA sampai berubah status menjadi seorang kriminal.
Gringo memang bukan film yang spesial. Ia hanya sebuah cerita komedi tanpa arah berbalut kisah drama dan kriminal yang kurang kuat. Penggambaran sosok Harold sejatinya sudah sangat comic, sayangnya di beberapa adegan David Oyelowo kurang mampu memainkan peran yang membuat penonton bersimpati. Bahkan adegan ketika ia tahu bahwa istrinya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri terkesan datar ditambah komedi yang garing.
Lain lagi dengan Joel Edgerton. Setidaknya ia mampu membawa peran seorang bos yang licik dan cerdik, ditambah kosakatanya yang bukan hanya membuat Harold bingung tapi penonton juga. Namun ternyata ia tak mampu mengimbangi Charlize Theron yang menonjolkan sisi sensual yang memikat, cerdik namun juga rapuh di saat-saat tertentu.
Selama satu setengah jam, penonton dibuat bingung akan alur cerita dan mencoba mencerna setiap detilnya. Namun cerita sangat tidak fokus dan seperti kehilangan arah. Entah apa yang ada di pikiran Nash Edgerton sehingga berusaha menggabungkan office politicking, kriminalitas dari kartel narkoba, praha rumah tangga, penculikan dan aksi tembak-tembakan menjadi satu. Alur tak beraturan seperti itu justru membuat penonton jengah.
Konflik antar perusahaan dan bisnis sebenarnya menjadi poin utama dan setidaknya masih konsisten di akhir cerita meski tak terlalu dominan. Sementara aksi kriminalitas dari penjahat kelas kacung sampai kelas kakap justru hanya sekedar menjadi sampah. Drama rumah tangga sampai perselingkuhan hanya menjadi bumbu pelengkap yang hanya membuang-buang durasi dan tanpanya pun film ini masih bisa berjalan.
Gringo sejatinya memang hanya sekedar film hiburan, anggap saja pembuka sebelum kita menyaksikan summer blockbuster movie. Namun alangkah baiknya jika memang ingin menghadirkan sebuah komedi sebaiknya dijadikan sebuah tontonan yang menghibur. Bukan sekedar film tempelan nama bintang besar yang tanpa arah dan membosankan