"Are you a sinner?"
"Sometimes"
Mencoba mengingat-ingat film dengan genre yang sama saat menonton The Strangers: Prey at Night, ternyata ini adalah sekuel dari film yang pernah saya saksikan di layar lebar sedekade silam, The Strangers(2008). Film yang menjual nama Liv Tyler dan kejadian nyata peristiwa pembunuhan sadis itu diakhiri dengan quotes memorable dari antagonis yang saya tulis sebagai kalimat pembuka review ini.
Masih dengan karakter antagonis yang sama dengan background yang bukan sekedar rumah kecil dan remang-remang saja, The Strangers: Prey at Night menawarkan sensasi horror thriller melebihi pendahulunya.
***
Film diawali dengan para psikopat yang membunuh pasangan tua di sebuah trailer (rumah pondok bernuansa kayu ala Amerika), yang akan kita tahu identitasnya di pertengahan film. Adegan dilanjutkan dengan satu keluarga yang sedang bersiap-siap untuk piknik sebelum mengirim anak perempuannya yang bandel ke sekolah asrama.
Kinsey yang "ngambek" kabur dari trailer dan disusul oleh Luke setelah sang ibu menyuruhnya. Berjalan di area taman, Luke dan Kinsey yang melihat keanehan pada sebuah trailer yang pintunya terbuka ternyata mendapati bahwa paman dan bibinya, pemilik dari penginapan tersebut tewas dengan mengenaskan (mereka adalah korban pertama di awal film).
Mike dan Cindy yang mengetahui peristiwa naas tersebut setelah bertemu kedua anaknya akhirnya menyadari bahwa ada teror mencekam di sekitar mereka. Bahwa perempuan yang mengetuk pintu trailer mereka bukan sekedar "orang nyasar", dan ada psikopat berdarah dingin yang menggunakan topeng ingin membunuh dan menyiksa mereka.
Mampukah keluarga ini keluar dari teror mencekam? Lalu bagaimanakah akhir dari petualangan para psikopat dalam memburu "mangsa" barunya ini?
***
Masih menggunakan formula teror yang sama meski Bryan Bertino tak lagi duduk manis di bangku sutradara dan hanya menjadi penulis naskah, The Strangers: Prey at Night juga turut menampilkan ketiga karakter antagonis seperti pada film pertama. Dollface (wanita blonde dengan topeng badut), Pin Up Girl (wanita berambut pendek dengan topeng ala Geisha) dan Man in the Mask alias pria bertopeng.
Berbeda dengan pola teror di film pertama dimana mereka terus meneror korbannya sampai putus asa lalu membunuhnya. Disini meskipun masih meneror buruannya, mereka tak sungkan untuk langsung membunuh bila ada kesempatan. Lagu-lagu pop khas 80-an juga turut didendangkan sebagai backsound demi mempertegas kesan psikopat.
Tak hanya itu, lokasi penyiksaan kini bukan lagi rumah yang sempit. Prey at Night mencoba mengeksplorasi lingkungan sekitar seperti kolam renang, taman di luar rumah hingga jembatan dan jalan raya. Para korban juga lebih berani untuk melawan, tak seperti film pertama yang hanya sekedar pembelaan diri tak berarti. Film ini pun menjadi konklusi akhir dari petualangan para psikopat dalam memburu mangsanya.
***
Disebut sebagai film yang terinspirasi dari kisah nyata, sebenarnya hanya film The Strangers yang diangkat dari kisah pembunuhan tragis pada 2005 silam. Catatan FBI juga menuliskan banyaknya kejahatan dan pembunuhan yang dilakukan secara sadis dan brutal meski waktu dan tempat tidak dapat dideskripsikan secara pasti.
Agaknya banyaknya kejadian inilah yang membuat sineas Hollywood berlomba-lomba untuk membuat film bergenre slasher. Kita tahu bahwa Jack The Ripper adalah salah satu inspirasi dari film slasher. Bryan Bertino sendiri juga menjelaskan bahwa "Masson family" adalah salah satu inspirasinya kala membesut The Strangers.
Johannes Roberts patut diapresiasi atas kerja kerasnya kembali mengangkat slasher movie di tahun ini. Namun saya lebih tertarik dengan slasher movie yang menceritakan pembunuhan sadis yang benar-benar terjadi di dunia nyata dimana keluarga Mason bukan menjadi role model tapi ini adalah kisah mereka!
Namun untuk penggemar slasher, tak ada salahnya untuk menyaksikan The Strangers: Prey at Night sebagai pemanasan. Karena tak ada yang indah bagi seorang psikopat kala menyaksikan korbannya diliputi rasa takut dan putus asa sebelum mereka menyiksa dan membunuhnya.
"Why are you doing this?"
"Why not?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H