Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menuju Tren Ekonomi "Digital Lifestyle", Sudah Siapkah Kita?

4 Desember 2017   21:44 Diperbarui: 5 Desember 2017   16:01 2932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau padar (sumber: travel.detik.com)

"Pola konsumsi masyarakat sekarang sudah bergeser, dari belanja barang ke belanja pengalaman, wisata, hiburan,"- Presiden Joko Widodo, dalam acara Kompas 100 CEO Forum di Raffles Hotel, Jakarta Selatan, Rabu (29/11/2017).

Beberapa waktu lalu media massa ramai memberitakan tutupnya toko-toko ritel, khususnya di Ibukota. Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari perusahaan kolaps sampai penjualan tak mencapai target. Minggu (3/12/2017) lalu, salah satu outlet ritel di mal kawasan Jakarta Barat resmi ditutup. Saya pribadi cukup sedih mendengar kabar berita tersebut karena di gerai inilah biasanya saya membeli pakaian baru jelang hari raya seperti natal atau imlek.

Kebetulan hari Minggu (3/12/2017) kemarin saya juga mengunjungi salah satu mal di kawasan Pluit, Jakarta Utara. Di salah satu gerai, saya melihat pakaian yang dijual dengan harga paling murah Rp 65.000! Seriously? 65 rebet? Dulu, harga pakaian di mal minimal seratus ribu rupiah ke atas. Mengapa sekarang banyak gerai yang "banting harga" bahkan sampai menulis harga jual besar-besar agar dilihat oleh pengunjung.

Lesunya bisnis ritel (sumber: ekonomi.kompas.com)
Lesunya bisnis ritel (sumber: ekonomi.kompas.com)
Benarkah sektor ritel mulai lesu? Apakah e-commerce dan belanja online menjadi penyebab menurunnya daya saing penjualan ritel? Ataukah karena perubahan konsumsi masyarakat, seperti yang sempat disinggung oleh presiden kita?

***

Dalam pembukaan acara Kompas 100 CEO Forum, selain memaparkan kemajuan di bidang ekonomi yang telah dicapai, Jokowi juga menyinggung perubahan pola konsumsi masyarakat, khususnya kalangan menengah.

"Sekarang di media sosial menentukan status bergengsi bukan lagi barang mewah. Yang menentukan status buat orang bergengsi adalah pengalaman, petualangan yang di-upload. Orang sekarang ke mana-mana yang penting selfie, wefie," imbuh mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Presiden Jokowi memberikan opening speech (sumber: www.setkab.go.id)
Presiden Jokowi memberikan opening speech (sumber: www.setkab.go.id)
Jokowi menyebut, pariwisata dan lifestyle adalah salah dua peluang bisnis terbesar saat ini. Perkembangan teknologi dan globalisasi di era media sosial membentuk tren ekonomi digital lifestyle di mana membeli pengalaman, petualangan dan kenang-kenangan mengalahkan barang bermerek. Lalu, apakah kita sudah siap menuju ekonomi digital lifestyle dan bukan hanya sebatas sebagai konsumen saja.

***

Sebagai generasi millenial, saya merasakan dampak langsung dari perubahan ekonomi digital ini. Kalau dulu makan di restoran harus jalan jauh, kini tinggal satu klik di smartphone, makanan akan diantar lewat jasa layanan transportasi online. Bila dulu banyak orang berlomba-lomba "pamer" gaya hidup dengan nongkrong di mal atau kafe, kini mereka pamer momen liburan di destinasi cantik di dalam atau di luar negeri.

Pulau padar (sumber: travel.detik.com)
Pulau padar (sumber: travel.detik.com)
Jika dulu belanja harus window shopping dari satu toko ke toko lain untuk sekedar mengecek kualitas suatu barang atau perbandingan harga, sekarang kita hanya perlu mengakses situs jual beli online dan mencarinya dengan mudah tanpa harus buang-buang waktu dan tenaga. Mau tak mau, perkembangan teknologi memang membuat pola konsumsi masyarakat kian bergeser ke arah gaya hidup digital.

Masih segar dalam ingatan kala transportasi online mulai masif, para pelaku usaha transportasi konvensional melakukan protes keras. Saat itu para pengemudi ojek online diancam oleh ojek pangkalan, atau ketika ratusan sopir taksi melakukan tindakan anarkis terhadap pengemudi taksi online. Pada akhirnya, para pelaku usaha transportasi konvensional tersebut ada yang gulung tikar, ada pula yang "berdamai" dan bergabung dengan jasa transportasi online.

Transportasi online (sumber: www.merdeka.com)
Transportasi online (sumber: www.merdeka.com)
Baru-baru ini, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengeluhkan kemunculan layanan hotel berbasis digital atau hotel online agent. Selain tidak memiliki regulasi dan tak terdeteksi pajak, hotel online juga dianggap mematikan bisnis hotel konvensional. 

Sejatinya, layanan akomodasi non-hotel ini sudah familiar di negeri seberang, bahkan berkembang pesat di beberapa negara maju karena memberikan pilihan akomodasi dengan harga kompetitif. Sayangnya, perubahan ekonomi digital ini belum siap diterima oleh masyarakat, khususnya para pelaku usaha.

Dalam dunia dagang atau bisnis, kita mengenal prinsip "Pembeli adalah raja". Jadi, jangan salahkan bila para raja yang kita layani kini sudah lebih modern dan canggih. Bila para konsumen cenderung mengikuti gaya hidup digital dalam kesehariannya (termasuk transaksi jual beli), kita juga harus mengikuti pola konsumtif (lifestyle dan travel) tersebut agar tetap survive. Misalnya membuka bisnis kuliner kekinian (seperti martabak topping variatif atau indomie ropang yang naik kelas), jasa tur, sewa transportasi atau akomodasi online, penyewaan alat camping, dll.

Markobar yang kekinian (sumber: www.liputan6.com)
Markobar yang kekinian (sumber: www.liputan6.com)
Perkembangan tren ekonomi lifestyle juga turut merubah label pekerjaan yang kini bukan duduk diam di kantor saja. Di era digital, kita jamak menemui profesi seperti food blogger, food reviewer, travel blogger, buzzer, influencer, dll. Bila pekerjaan ini hanya untuk individu, patut ditunggu bagaimana para pemain besar akan mengikuti perkembangan pasar dan perubahan zaman now.

Zaman memang cepat berubah dan perubahan ini juga memaksa kita untuk beradaptasi dengan cepat. Tren ekonomi digital akan berkembang pesat dalam beberapa tahun ke depan. Pola konsumsi masyarakat juga akan terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pertanyaannya, apakah kita sudah siap akan perubahan tersebut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun