Sejatinya baik kerokan maupun penyakit masuk angin sama-sama tidak diakui oleh dunia medis. Masuk angin yang biasanya berupa gejala pusing, mual, meriang, perut kembung, nyeri otot, pegal-pegal dan muntah-muntah hanyalah pameo yang digunakan masyarakat zaman lampau karena belum mengenal bahasa ilmiah.
Gejala-gejala masuk angin biasanya disebabkan oleh kondisi dingin seperti terlalu lama terkena angin malam, berada di ruangan ber-AC sampai musim penghujan. Karena banyaknya "angin" dingin yang dirasakan oleh tubuh jadilah gejala rasa sakit ini disebut sebagai masuk angin. Padahal kondisi masuk angin terjadi akibat penyempitan pada pembuluh darah yang membuat oksigen pada otot-otot berkurang sehingga menyebabkan nyeri otot atau pegal-pegal.
Sama seperti masuk angin, di dunia medis kerokan disebut sebagai abuse. Selain itu, meski dianggap menjadi jalan pembuka keluarnya angin dari dalam tubuh, sebenarnya prinsip kerokan adalah meningkatkan panas tubuh akibat sirkulasi darah yang meningkat sehingga menimbulkan efek inflamasi dan peradangan yang bertujuan untuk menetralisir penyebab sakit dan menghilangkan jaringan yang mati. Pembuluh kapiler pada jaringan yang tadinya kosong karena menyempit kemudian melebar dan diisi oleh darah. Itulah mengapa saat dikerok akan timbul warna kemerahan atau merah kebiruan pada kulit.
Sudah kerokan, tapi kok badan masih sakit?
Kembali kepada cerita Andi yang sudah dikerok tapi masih sakit. Banyak orang sering kerokan dan merasakan manfaatnya, namun ada juga yang kurang cocok jika diobati dengan dikerik. Mengapa demikian? Tentu ada cara yang salah atau persepsi keliru soal kerokan, diantaranya:
- Kerokan memang efektif meringankan gejala masuk angin atau saat badan tidak fit. Namun bila sakitnya sudah parah, atau istilahnya "kebanyakan angin", kerokan sudah tidak manjur lagi.
- Kerokan bukanlah metode pengobatan untuk penyakit berat. Penyakit seperti radang atau yang berhubungan dengan organ dalam lebih membutuhkan pengobatan medis yang lebih terspesialisasi.
- Kerokan tidak bisa dilakukan sembarangan. Selain membutuhkan minyak dan alat penggosok, cara mengerok juga harus benar seperti di sendi-sendi dekat tulang, bukan di atas tulang langsung. Selain itu leher bagian depan juga jangan dikerok karena terlalu banyak pembuluh dan tulang rawan yang bisa pecah jika dikerok.
- Banyak orang mandi setelah dikerok karena beralasan badan lengket. Padahal mandi setelah kerokan malah mengakibatkan masuknya "angin" lagi ke dalam tubuh. Setelah kerokan, pori-pori tubuh akan membesar dan air dingin yang menyirami tubuh mengurangi efek penyembuhan setelah kerokan. Karena itu, setelah kerokan cukup bersihkan tubuh dengan kain atau lap kering agar tidak lengket  dan mandilah keesokan harinya.
Balsem Lang dan Kerokanisme
"Dikit-dikit jangan minum obat!" Itulah tagline yang dikampanyekan oleh Balsem Lang dalam rangka melestarikan teknik pengobatan tradisional yang disebut Kerokanisme. Banyak orang mengeluh sakit kepala atau masuk angin tapi malah minum antibiotik atau obat generik. Padahal ada pengobatan yang lebih murah, mudah, mujarab dan mesra (4M). Inilah yang tidak diketahui oleh anak muda, khususnya kids zaman now. Jangan lupa, kerokan adalah pengobatan yang tak lekang oleh waktu, bukan hanya pada zaman now saja.
Sebagai pelopor balsam hijau dengan aroma yang khas, Balsem Lang turut membantu melestarikan pengobatan yang dianggap kampungan ini. Balsam juga merupakan salah satu cairan pelicin atau pelumas yang bisa digunakan untuk kerokan.
Keistimewaannya adalah, Balsem Lang bisa dipakai sebelum dan sesudah kerokan. Jadi sebelum menggosok, punggung, dada, leher belakang atau lengan, balurkan balsem secara merata dan berkala. Usai dikerok, olesi permukaan bekas kerokan dengan Balsem Lang demi menambah khasiat dan sinergi penyembuhannya.