Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dua Sisi Mata Koin Allegri dan Zidane

29 Mei 2017   12:45 Diperbarui: 30 Mei 2017   17:07 2167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Allegri & Zidane || (sumber: www.spin.ph)"][/caption]

Jika saya melempar sekeping koin, apakah Anda bisa menebak sisi mana yang akan muncul? Sisi gambar atau sisi angka? Saya tidak mengajak Anda untuk bertaruh, ini juga bukan perjudian (ingat, kita berada di bulan suci Ramadhan). Anda hanya perlu menebak dan menerkanya saja. Sepuluh kali saya melempar koin, berapa peluang munculnya sisi gambar? Enam kali, tujuh kali? Lalu berapa besar kemungkinan muncul sisi angka? Empat kali, delapan kali, atau mungkin sepuluh kali, dimana sisi angka yang selalu muncul.

Pada dasarnya, kedua sisi mata koin ini memiliki peluang muncul yang sama besar, 50-50 alias fifty fifty. Jika saya melemparnya, 50% akan muncul sisi gambar, namun 50% juga akan keluar sisi angka. Tak salah bila menggambarkan kedua sisi mata koin ini juga seperti kesuksesan dan kegagalan. Bila kita mencoba dan 'bertaruh', maka kemungkinan munculnya sisi kesuksesan dan kegagalan sama besarnya. Ini sudah satu paket, tak ada kesuksesan tanpa kegagalan dan tak ada kegagalan yang tidak berujung kesuksesan (jika terus mencoba). Beruntunglah mereka yang mendapatkan sisi kesuksesan pada lemparan atau kesempatan pertama.

Mengganti pelatih, melempar koin

Dalam sepakbola, individu-individu yang terlibat didalamnya seperti kepingan koin dalam sebuah permainan. Bisa memberikan kesuksesan (kemenangan) atau kegagalan (kekalahan). Koin dengan nilai terbesar jelas berada dalam sosok pelatih, sang 'otak' tim meski ia hanya berdiri di pinggir lapangan selama pertandingan berlangsung.

Mengapa pelatih memiliki peran paling besar? Kalau diumpamakan, pemain yang tampil buruk di lapangan bisa segera digantikan dengan yang lebih baik. Fernando Torres akan ditukar dengan Didier Drogba karena presentase mencetak golnya lebih besar. Begitu pula Iker Casillas yang doyan blunder akan terpinggirkan oleh Diego Lopez yang konsisten cleansheet. Namun jika pelatih yang menjadi sumber permasalahannya, tentunya butuh laga-laga berhasil buruk lengkap dengan isu-isu dan gosip panas di luar lapangan yang membuatnya terpaksa dilengserkan.

Memilih pelatih jelas seperti melempar sebuah koin. Menggantinya di tengah atau di akhir musim akan memberikan dampak signifikan bagi klub. Mengganti pelatih berarti juga mengganti ide, filosofi, taktik, pola permainan dan juga motivasi. Terkadang perubahan ini bisa berakibat buruk atau berakhir dengan kesuksesan. Di musim yang telah usai ini ada dua klub yang telah melempar koin dan memunculkan sisi kesuksesan, Chelsea dan Antonio Conte serta Bayern Munchen yang makin mendominasi bersama Carlo Ancelotti. Namun ada juga sisi kegagalan yang muncul. Sebut saja Sinisa Mihajlovic yang harus dipecat oleh AC Milan atau Frank de Boer dan Stefano Pioli di Inter Milan yang mengalami nasib serupa.

[caption caption="Melempar koin || (sumber: www.pbs.org)"]

[/caption]

Melempar koin sering dilakukan oleh beberapa klub besar dengan prestasi mumpuni. Jika ditilik dalam dua-tiga tahun ke belakang, klub sekelas Real Madrid dan Juventus juga pernah melakukan perjudian yang menggambarkan nasib mereka saat ini. Real Madrid bersama Zinedine Zidane legenda hidupnya dan Juventus dengan pelatihnya yang kalem, Massimiliano Allegri.

Zizou, lemparan koin Perez kesekian kalinya

Publik Santiago Bernabeu dibuat tercengang kala Florentino Perez menunjuk Zinedine Zidane sebagai pelatih baru. Zidane menggantikan Rafael Benitez, si anak hilang yang kembali pulang namun diusir dari rumahnya sendiri. Penunjukkan pria yang akrab disapa Zizou ini dianggap sebagai pertaruhan bahkan perjudian konyol. Mengontrak kembali Benitez meski beberapa jam yang lalu baru saja di-PHK rasanya lebih rasional. Mungkin Perez terinspirasi kisah musuh bebuyutannya, Barcelona, yang sukses besar setelah mempromosikan mantan pemainnya sendiri sebagai pelatih. Namun yang publik lihat adalah Perez layaknya AC Milan dan Silvio Berlusconi yang mangangkat mantan pemainnya sebagai pelatih berlabel zero experience, Clarence Seedorf (atau mungkin Fillipo Inzaghi).

Sebagai pesepakbola, Zidane tak perlu diragukan lagi kualitasnya. Beragam gelar dan prestasi pernah diraih olehnya baik di tingkat timnas atau klub. Sebut saja La Liga, Liga Champions, Piala Dunia, Piala Eropa sampai Ballon d'Or. Jangan lupakan juga prestasi di ujung karirnya sebagai pesepakbola, yakni menanduk dada Marco Materazzi yang membuatnya dianugerahi sebagai pemain terbaik Piala Dunia 2006 alias Golden Ball. Setelah pensiun, Zizou mencoba peruntungannya sebagai pelatih. Tercatat ia pernah menangani tim reserve Los Merengeues, Real Madrid Castilla. Kala Carlo Ancelotti menjadi pelatih, Zizou juga ditunjuk menjadi asistennya. Akan tetapi, dipilihnya Zidane sebagai pelatih utama saat ini jelas merupakan pilihan prematur.

Meski keraguan dan bayang-bayang kegagalan menghantui, Zidane membuktikan diri bahwa ia bukanlah pilihan keliru. Kemenangan demi kemenangan ia torehkan bersama Cristiano Ronaldo dkk. Ia tidak memiliki gaya permainan yang menjadi trademark dan hanya satu hal yang menjadi ciri khasnya, celananya yang sobek. Zidane bahkan mampu mensejajarkan dirinya dengan Barcelona dan Luis Enrique yang amat dominan di La Liga. El Clasico pertama berhasil dimenangkannya. Selain itu, ia juga memaksa Lionel Messi Cs untuk memastikan gelar La Liga sampai pekan terakhir. Meski kalah dalam perburuan gelar, Zidane dan Real Madrid telah memberikan perlawanan sengit.

Gagal di La Liga, Zidane seperti sudah ditakdirkan untuk meraih kesuksesan lebih besar. Real Madrid dibawanya ke partai puncak Liga Champions dan kembali bersua dengan tetangganya yang mulai bangkit (tetapi tidak berisik) itu, Atletico Madrid. Dalam sebuah drama adu penalti, Real Madrid keluar sebagai juara, La Undecima! Zidane seperti mendapat spirit 'kepala botak' karena empat tahun silam juga ada pria berkepala plontos yang berstatus pelatih pengganti dan juga sukses merengkuh 'Si Kuping Besar'.

[caption caption="Zidane dan Si Kuping Besar || (sumber: sokkaa.com)"]

[/caption]

Setelah itu, Real Madrid juga menggondol piala-piala receh berskala internasional seperti Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antarklub di musim ini. Zidane tak berhenti mencetak prestasi, La Liga musim ini menjadi revans atas kegagalan musim lalu dimana Barcelona lah yang kini menguntit mereka di belakang. Pertandingan melawan Malaga yang menjadi laga penentu dituntaskan dengan kemenangan. Madrid pun berjaya, setelah lima tahun berpuasa.

Perez kini bisa tersenyum bahagia. Lemparan koinnya kali ini berujung kesuksesan. Zinedine Zidane mungkin bukan pelatih terbaik di dunia, tapi dialah pelatih terbaik untuk Real Madrid, setidaknya untuk saat ini.

Allegri dan Nyonya Tua

Barangkali Andrea Agnelli dan Beppe Marotta sedang bercanda saat mengumumkan Massimiliano Allegri sebagai pengganti Antonio Conte. Mereka mengganti pelatih yang mendominasi Seria A selama tiga musim terakhir dengan pelatih yang dipecat oleh klubnya karena kinerjanya yang buruk. Sebuah lelucon yang menggelikan. Fans Juventus berang, fans lawan pun senang.

Allegri berstatus pengangguran semenjak dipecat oleh AC Milan, namun status ini jugalah yang membuatnya ditolak mentah-mentah oleh tifosi The Old Lady. Selain pernah melatih musuh bebuyutan, pemecatannya justru menegaskan bahwa ia adalah pelatih yang buruk. Meski pernah meraih scudetto, Allegri dinilai tak mampu meneruskan tongkat estafet kesuksesan Antonio Conte. Publik menilai bahwa ini akan menjadi awal kejatuhan Juventus, sementara kubu lawan siap-siap berpesta merayakannya. Sebuah lemparan koin yang sebenarnya belum jatuh dan belum menunjukkan sisi mana yang akan keluar.

Allegri ditunjuk karena sesuai dengan visi manajemen Juventus. Minggatnya Conte dari Juventus Stadium adalah menurutnya pihak klub terkesan pelit karena tidak mendukungnya dalam transfer pemain guna memperkuat kedalaman skuad demi meraih gelar Eropa, meski sebenarnya Conte demam panggung karena jam terbangnya di Eropa sangat minim. Para petinggi klub lebih suka menjaga skuad yang sudah ada serta memaksimalkan potensi pemain muda, dan visi ini sesuai dengan filosofi Max Allegri. Buktinya di musim pertamanya ia melakukan pembelian murah yang terbukti tokcer, merekrut Pedro dari telenovela Amigos yang kini sudah dewasa dan ganteng, Alvaro Morata. Allegri bahkan sukses menggondol scudetto dan coppa yang nyaris disempurnakan dengan gelar Liga Champions andai saja tidak ada trio MSN.

[caption caption="Massimiliano 'Max' Allegri || (sumber: goal.com)"]

[/caption]

Musim kedua, Juventus berhasil mempertahankan gelar. Meski para pemain vital seperti Tevez, Pogba, Pirlo dan Vidal memutuskan hijrah ke klub lain, peran dan posisi mereka langsung dugantikan oleh pemain dengan kualitas sepadan seperti Higuain, Dybala Khedira, Cuardado, Pjanic dan Dani Alves. Di musim ketiganya, Allegri kembali dihadapakan pada kesempatan keduanya untuk meraih treble. Sebuah prestasi yang layak untuk tim sekelas Juventus mengingat tim peraih treble dari Italia kini sudah menjadi medioker.

Juventus telah melempar koin. Sisi kegagalan yang diharapkan seakan tak pernah muncul. Allegri malah menunjukkan sisi kesuksesan secara konsisten, bahkan membuat Juventini move on dari pelatih yang kini sedang merajut kesuksesan di tanah Inggris. Mungkin Massimiliano 'Max' Allegri adalah kepingan puzzle terakhir untuk menyempurnakan kesuksesan Si Nyonya Tua setelah terpuruk akibat skandal Calciopoli. Conte memperbaiki, Allegri menyempurnakan.

Cardiff, kesempatan treble dan mengawinkan gelar

Sabtu 3 Juni 2017 (atau minggu 4 Juni dinihari), kedua pelatih yang telah membungkam kritik publik itu akan berseteru. Allegri dan Zidane, keduanya membawa misi serupa yakni menyempurnakan akhir musimnya dengan merengkuh Si Kuping Besar. Jika sukses, Allegri akan menjadi pelatih pertama yang membawa Juventus meraih treble. Sementara Zidane akan mengawinkan gelar La Liga dan Liga Champions serta menjadi pelatih pertama yang sukses mempertahankan gelar semenjak kompetisi ini berubah format menjadi Liga Champions.

Juventus menjejakkan kakinya di final usai menyingkirkan Barcelona yang baru saja comeback dengan fenomenal (dan kontroversial) serta meredam tim penuh kejutan, AS Monaco. Sedangkan Zidane melawan 'Sang Guru' kala Madrid mengalahkan Bayern Munchen serta tim yang langganan kalah jika beroposisi dengan mereka di Eropa, Atletico Madrid. Partai puncak juga disebut sebgai final ideal, mengingat status keduanya sebagai penguasa kompetisi lokal masing-masing.

[caption caption="Final Cardiff || (sumber: sportfotbal.com)"]

[/caption]

Final di Cardiff Stadium akan menjadi pembuktian siapa yang lebih baik, si Raja penguasa Eropa atau Si Nyonya Tua yang ingin merebut tahta. Baik El Real maupun La Vecchia Signora akan menyudahi musim fenomenal di seluruh kompetisi Eropa dengan dua sisi mata koin antara Zinedine Zidane dan Massimiliano Allegri. Sekeping koin kembali dilemparkan, sedetik kemudian ia jatuh berdentingan ke bawah.

Sisi manakah yang muncul?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun