[caption caption="Pep Guardiola || (sumber: www.tahuberita.com)"][/caption]
Jika ada pelatih sepakbola paling tersial di musim, saya tak ragu untuk menulis nama Pep Guardiola. Bukan Claudio Ranieri, bukan pula Frank de Boer, tapi Guardiola. Ya Guradiola yang terkenal dengan filosofi sepakbola indah ala balerina plus akting kelas Oscar itu.
Dunia sempat terkejut ketika Pep 'berani' keluar dari zona nyamannya yang selalu bermain di liga dan membesut tim yang aman dan nyaman. Ia memilih sebuah tim berlabel instan yang minim sejarah maupun prestasi. Namun bukan pria namanya jika tidak mencoba menantang dirinya sendiri. Sesuatu yang harusnya membuat salah satu striker, yang baru saja cedera di kota Manchester tetangga, berpikir ulang karena pernah menyebut bahwa Pep itu pengecut (bukan pria)!
Tantangan di kota Manchester
Meninggalkan Barcelona dan Bayern Munich dengan bergelimang gelar merupakan prestasi seorang Pep Guardiola. Meski ada komentar nyinyir yang menyebut bahwa ia hanya meneruskan pekerjaan pelatih sebelumnya dengan warisan skuat yang sudah klik, tetap saja butuh campur tangan pelatih dalam memberi pengaruh untuk memelihara mental dan hasrat juara.
Setidaknya Pep berhasil memaksimalkan serta menanamkan filosofinya pada tim yang ia poles karena itu bukanlah perkara mudah. Ambil contoh bagaimana pelatih pilihan Sir Alex Ferguson gagal total bersama MU atau si gendut Rafa Benitez yang malah membuat tim peraih treble winners terjun bebas.
Kedatangan Pep memang bikin heboh, bahkan pengumumannya saja sudah membuat Manchester City morat-marit. Jelas karena saat itu Pep masih berstatus pelatih Bayern Munchen. Imbasnya, The Citizens yang masih dilatih oleh Manuel Pellegrini mengalami inkonsistensi. Para pemain seperti galau apakah mereka akan dipertahankan atau akan dibuang oleh pelatih baru.
[caption caption="Manchester City Squad || (sumber: www.skysports.com)"]
Beruntunglah para skuat Tukang Minyak dari Arab masih tetap fokus dan berhasil menggondol piala kaleng biskuit, ditambah kenang-kenangan sukses menjadi semifinalis Liga Champions (untuk pertama kali dalam sejarah), plus mengamankan jatah bermain di Eropa kelas elit musim depan, sebuah oleh-oleh dari Pellegrini untuk Pep.
Selain itu, kedatangan Pep juga disebut-sebut akan mengubah sepakbola Inggris. Kita sudah paham betul filosofi tiki-taka miliknya yang diramal akan mengganti, merusak atau mungkin menyempurnakan kick n rush ala Inggris. Pers Inggris mungkin lupa bahwa Pep tetaplah newcomer di Liga Inggris, dan jangan lupakan juga bahwa ia akan terjun di liga kompetitif dengan pelatih-pelatih kelas dunia lainnya.
Pro dan Kontra bersama The Citizens
Pep tahu betul cara membuat sensasi. Di awal musim saja ia berani menepikan dua pilar utama Manchester City. Joe Hart dengan alasan tidak mampu ikut andil membangun serangan dan Yaya Toure karena berseteru dengan agennya. Joe Hart akhirnya terbuang ke kota juara Serie A, meski bukan bergabung bersama tim juara tersebut. Sementara Pep menjilat ludah sendiri dan akhirnya memainkan Yaya Toure.
[caption caption="Pep dan Joe Hart || (sumber: www.dailystars.co.uk)"]
Tak hanya itu, Pep juga membuat Sergio Aguero merasakan hangatnya bangku cadangan. Padahal Aguero adalah top skor dalam beberapa musim terakhir, namun pemikiran Pep sepertinya berubah hanya karena aksi bocah ajaib dari Brasil. Beruntunglah si mantan menantu Maradona itu, karena sang bocah ajaib tiba-tiba mengalami cedera dan ia kembali menjadi pilihan utama.
Awal perjalanan Pep bersama Manchester Cuty terbilang mulus di awal. Meraih rentetan kemenangan bahkan sempat berada di puncak klasemen namun mengalami inkonsistensi karena mungkin para pemain yang belum beradaptasi dengan taktiknya. City harus angkat koper karena ulah tetangga di ajang piala kaleng biskuit, tersisih lebih awal (yang merupakan pencapaian terburuknya) di kompetisi elit Eropa, ditambah disingkirkan oleh tim yang pelatihnya sedang berencana dikudeta oleh para fansnya sendiri di ajang piala lokal, sementara gelar juara Liga Inggris sangat jauh dari harapan. Imbasnya di musim ini Pep akhirnya merasakan apa yang harusnya dirasakan oleh semua pelatih (top), nirgelar.
Pangalaman Buruk atau Pelajaran Berharga?
Pep sadar para petinggi The Citizens tidak puas pada kinerjanya musim ini. Alasan para konglomerat Arab mengontraknya tentu berdasarkan prestasi dan CV-nya yang mentereng. Selalu meraih gelar domestik serta sukses membawa tim besutannya mencapai minimal semifinal Liga Champions. Ditambah sepakbola yang indah dan memanjakan mata, tentu si Sheik ingin melihat Manchester City berjaya baik di Inggris maupun Eropa.
Namun kenyataan kadang tak sesuai harapan. Iklim sepakbola yang berbeda dengan kompetisi yang ketat (bermain di 4 kompetisi, jadwal padat dan juga boxing day) mungkin membuat Pep mengalami Soccerlag (saudaranya jetlag). Pep mengerti bahwa ia butuh adaptasi, setidaknya musim ini menjadi pelajaran berharga baginya. Karena benar bahwa pengalaman buruk selalu menjadi guru terbaik.
Mungkin Pep harus merasakan bagaimana rasanya gagal mengangkat piala, sesuatu yang rutin ia lakukan di akhir musim. Bagaimanapun kota Manchester masih tetap biru baginya, meski si tetangga merah bisa tersenyum lebar karena setidaknya mereka berhasil meraih piring cantik, piala kaleng biskuit, ditambah potensi meraih gelar Eropa kelas dua.
[caption caption="The Citizens || (sumber: www.express.co.uk)"]
Sekarang, Pep harus mengangkat kepala. Perjuangan masih panjang. Meski tercoret dari persaingan juara, setidaknya ia harus membawa City finis minimal empat besar, sesuatu yang diperebutkan oleh tiga tim lainnya. Sementara Pep sedang bekerja keras untuk menjaga asa timnya, Sheik sedang berbicara melalui percakapan telepon. Dan terdengar jelas jawaban dari pria di ujung telepon.
"Maaf, saya tak tertarik kembali ke Manchester. Saat ini saya sudah bahagia bersama amoy-amoy cantik dan bermain dengan panda yang lucu di Hebei."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H